Pukulan Mike Tyson dalam Pertarungan Hidup
Mike Tyson merasa sedang berada di fase terbaik dalam hidupnya. Karena itu, ia memutuskan kembali bertinju setelah gantung sarung tinju pada 2005.
Naik dan turun kehidupan Mike Tyson menjadikannya versi yang lebih baik. Dia telah berdamai dengan karier fenomenal yang juga kontroversial di masa muda.
Perjalanan hidup Mike Tyson penuh kejutan. Fase hidup mantan juara dunia tinju kelas berat ini pernah berada di palung laut terdalam, terbang ke langit tertinggi, hingga terjerembap lagi. Perjalanan panjang melewati karier fenomenal sekaligus kontroversial membentuk versi terbaik dirinya saat ini.
Hidup adalah sebuah perjalanan yang tidak terduga, terkadang Anda merasa tahu dan punya segalanya, tetapi pada kenyataannya tidak
“Hidup adalah sebuah perjalanan yang tidak terduga, terkadang Anda merasa tahu dan punya segalanya, tetapi pada kenyataannya tidak,” kata Tyson saat diwawancari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, dalam acara Mola TV, Jumat (4/10/2020) WIB.
Petinju berjuluk “Si Leher Beton” ini menggambarkan hidupnya yang sangat dinamis melalui kalimat tersebut. Sebelum menjadi juara dunia termuda kelas berat di usia 20 tahun, dia hanyalah bocah berandalan tidak punya masa depan. Tyson muda sering berurusan dengan kriminalitas karena menjadi bagian geng jalanan di tempat kelahirannya, Brooklyn, New York.
Akibat perilakunya, pria kelahiran 1966 ini sudah ditangkap 38 kali oleh aparat keamanan, bahkan sebelum genap berusia 13 tahun. Dia tidak punya pilihan karena hidup dalam kemiskinan dan besar di area penuh kejahatan.
Ayah kandungnya sudah menghilang sejak Tyson masih berumur 2 tahun. Sang ibu, Lorna Smith, harus menghidupi tiga anaknya sendirian. Dia tidak punya cukup banyak energi dan waktu untuk mendidik anak-anaknya, seperti orangtua mapan lain.
Puncak kenakalan petinju berwajah sangar ini terjadi pada 1978, saat tertangkap melakukan perampokan senjata. Momen itu merupakan titik balik hidupnya. Setelahnya, dia dikirim ke sekolah khusus anak-anak nakal, Tyron School.
Di tempat itu, pelatih olahraganya, Bobby Steward melihat bakat tinju Tyson yang sudah sering berkelahi di jalan. Steward pun membawanya ke pelatih tinju, Cus D’Amato. Bagaikan malaikat penjaga, pelatih yang dikenal disiplin dan tegas itu mengubah hidup Tyson.
Tyson, setelah melewati proses latihan panjang, akhirnya menjadi juara dunia termuda WBC, pada 1986. Prestasi itu diikuti dengan meraih juara dunia sejati, tiga gelar sekaligus, WBC, WBA, dan IBF, setahun setelahnya.
Dari kemiskinan, petinju dengan rekor kemenangan knock-out 44 kali ini berubah mendadak jadi pria terkenal dan kaya raya. Namun, kemewahan yang datang sangat cepat itu justru membuatnya terlena.
Tyson kembali lagi ke “lubang hitam”, tanpa ibunya dan D’Amato yang sudah meninggal sebelum dia meraih juara dunia. Kontroversi terus dibuatnya. Mulai dari perkelahian di jalan, kekerasan rumah tangga, hingga perceraian, tak henti menghantam.
Kekalahan pertama dalam karier dari Buster Douglas, pada 1990, mengawali kejatuhannya. Sejak itu, dia semakin terpuruk sampai berujung pada kasus dugaan pemerkosaan. Kasus tersebut membuatnya dikurung tiga tahun di penjara.
Petinju paling intimidatif sepanjang masa ini tidak pernah mencapai puncak kariernya lagi setelah bebas. Dia justru semakin merusak citranya ketika menggigit kuping sang rival Evander Holyfield dalam pertarungan ulang mereka.
Dia kehilangan segalanya pada 2003. Pria yang meraih jutaan dollar AS ini dinyatakan pailit akibat hutang sangat besar. Meski begitu, kehilangan semua kemewahan justru pelajaran paling berarti selama hidupnya.
“Itulah hidup. Semua tentang kehilangan. Kita lahir dan menua. Kita kehilangan rambut dan gigi, orang-orang tersayang, juga kekayaan. Intinya bagaimana kita menerima. Untuk apa takut kehilangan, kita lahir telanjang tidak punya apa-apa. Lihatlah apa yang dimiliki sekarang,” jelas ayah dari 8 anak tersebut.
Hidup Tyson sudah stabil saat ini. Dia berhasil kembali setelah berusaha keras menjadi bintang Holywood dan memulai bisnis. Sekarang, dia fokus membesarkan anak dan memperdalam agama.
Seperti “alien”
Di tengah hidup nyaman dalam usia 54 tahun, Tyson memutuskan kembali bertinju setelah pensiun sejak 2005. Dia akan melawan mantan juara dunia di berbagai kelas, Ray Jones Jr, dalam partai ekshibisi delapan ronde pada akhir November mendatang.
Baca juga: Mampukah Mike Tyson Bertahan Selama 8 Ronde?
Banyak pengamat dan promotor tinju mengatakan ini adalah duel bunuh diri. Dua petarung lanjut usia akan saling menjatuhkan di atas ring. Kesehatan mereka, terutama Tyson, dikhawatirkan karena sudah lama tidak bertinju, olahraga yang sangat intens.
Tyson menepis kekhawatiran itu. Dia memutuskan kembali karena merasa sedang berada dalam fase terbaik hidupnya. Dia lebih menikmati hidup dibandingkan seluruh kejayaan waktu muda. Karena itu, “Si Leher Beton” ingin melakukan semua hal yang dicintainya, termasuk bertinju.
Baca juga: Mike Tyson: Saya Berada Fas Terbaik
Petinju dengan leher tebal dan kokoh ini mengaku kesulitan mengembalikan kondisi fisiknya. Gaya hidup kurang sehat ala Holywood pascapensiun terbukti memengaruhi kondisinya.
Meski begitu, Tyson tidak mau menyerah. Dia justru menikmati proses letih dan sakit tersebut. Momen itu mengembalikan ingatannya saat berjuang keras sebelum juara dunia. Kala itu, dia rela hidup seperti “alien”, tanpa teman dan pacar, karena hanya punya satu tujuan yaitu menjadi juara.
Sangat sulit (untuk kembali bertinju). Anda harus sangat kompetitif untuk bisa berada di kondisi ini. Jika tidak dalam tubuh sehat, itu sama saja dengan bunuh diri.
“Sangat sulit (kembali). Anda harus sangat kompetitif untuk bisa berada di kondisi ini. Jika tidak dalam tubuh sehat, itu sama saja dengan bunuh diri. Saya bertahan karena bisa menikmati rasa sakit. Intinya terus konsisten dan menjaga motivasi. Hal itu membuat Anda tidak terhentikan,” tambahnya.
Wajah baru
Pertarungan ini akan menjadi pembuktian bagi Tyson. Mampukah dia tampil hebat tanpa segala kontroversi? Sebab, masa lalunya menggambarkan prestasi dan kontroversi sang mantan juara selalu berjalan beriringan.
Kontroversinya berasal dari emosi meluap-luap. Emosi itu dibentuk dari kemarahan masa lalu. Semua itu bercampur menghasilkan pukulan berdaya ledak besar dan tatapan mata intimidatif penuh rasa lapar. Pukulan dan tatapan itu yang membuat lawan-lawannya seperti berjumpa malaikat pencabut nyawa.
Sekarang, Tyson punya wajah baru. Dia sudah berdamai dengan masa lalu dan lepas dari kontroversi. Dia bahkan punya misi mulia untuk mendonasikan uang hasil dari pertarungannya. Tyson seolah akan bertarung di ring dengan cinta besar di dalam dadanya.
Perbedaan motivasi ini menjadikan aksinya menarik disaksikan. Walaupun demikian, menang atau kalah, tidak akan mengubah statusnya sebagai “sang fenomenal”. Hingga saat ini, belum ada satu pun petinju yang menggoyahkan rekor juara dunia termuda miliknya, setelah tiga dekade lebih.
Di atas ring, Tyson dijuluki “Si Leher Beton” ataupun “Si Tangan Besi”. Dia tidak akan membiarkan wajahnya dikotori pukulan lawan. Sebaliknya, dia akan menghajar lawan tanpa ampun.
Namun, dalam kehidupan di luar ring. Dia justru membiarkan kehidupan memukulnya jatuh berkali-kali. Tyson menyadari, menerima “pukulan” adalah kunci memenangkan pertarungan dalam hidup. Kemenangan diri atas gejolak hidup membuatnya pantas dijuluki “Si Hati Baja”.