Sagan Memburu “Maglia Ciclamino”
Peter Sagan akan menjalani debutnya di Giro d’Italia setelah gagal meraih jersi hijau kedelapan Tour de France, dua pekan lalu. Peraih tiga kali juara dunia itu akan memburu "maglia ciclamino" (jersei ungu muda).
MONREALE, JUMAT – Pebalap sepeda Peter Sagan optimistis bisa bersaing pada level tertinggi pada debutnya di Grand Tour Giro d’Italia, 3-15 Oktober 2020. Balapan 21 etape ini tidak “sekejam” Tour de France yang berlimpah rute terjal santapan para jago tanjakan. Sagan menargetkan memenangi beberapa etape Giro untuk mencari keunggulan kemudian menjaga ritme dengan para pesaingnya.
Giro d’Italia akan mulai bergulir pada Sabtu (3/10/2020) diawali dengan etape individual time trial dari Monreale di Sisilia hingga finis di Palermo. Rute sepanjang 15,1 kilometer ini menurun hingga Roma kemudian trek datar hingga Palermo. Tantangan pada etape ini ada pada rute menjelang finis dengan tikungan tajam 90 derajat, serta belokan sempit 180 derajat. Ini menuntut keterampilan tingkat tinggi dalam pengendalian sepeda yang melaju kencang.
Sagan yang menjadi andalan tim Bora-Hansgrohe akan bersaing dengan sejumlah sprinter top, seperti Arnaud Demare (Groupama-FDJ), Fernando Gaviria (UAE-Team Emirates), Elia Viviani (Cofidis), dan Michael Matthews (Sunweb).
“Saya pikir saya dalam performa bagus di Tour, tetapi ada sesuatu yang hilang. Hasil tidak selalu berkaitan dengan kondisi. Saya mendapati sejumlah nasib buruk, tetapi kondisi (performa) bagus,” ujar Sagan dikutip Velonews, Jumat (2/10/2020).
Sagan mengawali Le Tour (Tour de France) dengan meyakinkan, dia mengenakan jersei hijau (pemimpin klasifikasi poin) pada etape tiga dan empat, tetapi kemudian kehilangan pimpinan klasifikasi poin dari Sam Bennett (Deceuninck Quick-Step). Sagan merebut jersei hijau lagi pada etape 7-9, tetapi kemudian dikuasi oleh Bennett hingga finis di Paris. Performa Sagan di Le Tour sebenarnya tidak sesolid edisi-edisi sebelumnya, meskipun mampu finis di urutan depan pada 10 etape. Sagan juga hanya dua kali naik podium pada Le Tour edisi 107 itu.
Sagan juga mendapat hukuman 13 poin saat melakukan sprint berbahaya menjelang finis di Poitiers pada etape 11. Sanksi itu menghilangkan potensi finis kedua, serta dia kehilangan 30 poin. Kondisi itu dinilai oleh Sagan bukan berarti dirinya tidak akan bisa bersaing di Giro.
“Saya tidak mengalami satu pun kecelakaan, saya finis di lima besar dalam enam etape. Saya hanya kehilangan sedikit keberuntungan. Rantai loncat, penalti, posisi buruk dalam sprint. Saya masih tampil bagus di Tour dan sekarang kita akan lihat bagaimana performa saya, saya tidak pernah menjalani dua Grand Tours dalam jarak begitu dekat,” tegas Sagan.
Pebalap asal Slovakia itu, terakhir kali menjalani dua Grand Tours dalam setahun pada 2018, di Tour de France dan Vuelta a Espana. Itu pun dalam jarak waktu yang cukup lama. Musim ini menjadi pengecualian, di mana Sagan akan menjalani dua Grand Tours hanya dalam rentang dua pekan.
“Saya ingin memenangi beberapa etape, dan setelah beberapa hari saya akan bertarung untuk maglia ciclamino (jersei ungu muda sebagai sebagai pemimpin klasifikasi poin),” ujar pebalap berusia 30 tahun itu.
Namun, target memenangi etape di Giro tetap tidak akan mudah. Sejumlah pesaingnya, telah bersiap untup Grand Tours ini, termasuk pebalap tuan rumah Elia Viviani. Pebalap tim Cofidis itu juga berjuang bangkit setelah menjalani Tour yang mengecewakan. Selain itu, ada pebalap yang mencuat Fernando Gaviria (UAE Team Emirates) serta Arnaud Demare (Groupama FDJ) yang juga memburu kemenangan di etape-etape sprint. Sedangkan pada etape-etape yang menyajikan rute datar serta berbukit, ada Michael Matthews (Sunweb) yang selalu menjadi ancaman.
Giro akan menjadi ujian lain bagi Sagan yang dalam rentang 15 bulan, sejak 2019 hingga 2020, tidak pernah meraih kemenangan. Dia terakhir meraih kemenangan etape pada Tour de France 2019 di mana dia memenangi jersei hijau ketujuh.
“Di sepanjang karier saya, saya telah meraih sangat banyak hasil yang bagus. Saya ingin terus bertarung untuk tahun-tahun mendatang. Saya memahami bahwa dalam karier sata terkadang saya akan mendapat keberhasilan besar, dan tahun berikutnya bisa jadi tidak begitu bagus,” tegas Sagan.
“Kita akan lihat apa yang akan dihadirkan oleh kehidupan kepada saya,” pungkas pebalap yang dijuluki Peter The Great itu.
Maglia Rosa
Di samping persaingan klasifikasi poin, pertarungan para jago tanjakan serta para spesialis time trial akan fokus pada maglia rosa alias jersei merah muda. Jersei simbol juara umum Giro d\'Italia itu akan sangat ketat, dengan sejumlah kandidat seperti Vicenzo Nibali (tek-Segafredo), Geraint Thomas (Ineos Grenadier), Simon Yates (Micheltone-Scott), Steven Kruijswijk (Jumbo-Visma), serta Migel Angel Lopez (Astana).
Bagi Nibali, Giro menghadirkan kembali kenangan awal kariernya saat berlatih mendaki Gunung Etna. Pada usia 13 tahun, dia melakukan usaha pertama menaklukan tanjakan Etna yang musim ini berada di etape tiga Giro. Dia pernah dipaksa menyerah di tengah perjalanan. “Saya tidak pernah melupakan emosi saat menyerah. Saya harus melaju lebih jauh dari itu pada kesempatan berikutnya, dan saya berhasil,” ujar Nibali kepada La Repubblica pekan ini.
Nibali akan kembali ke Etna pada etape tiga, Senin, yang menjadi finis di puncak pertama pada Giro tahun ini. Pendakian ke Etna diibaratkan oleh Nibali bak pemain sepak bola yang bertanding di kandang. Namun, ini hanyalah satu dari sekian banyak pertarungan yang harus dia menangi untuk bisa mengenakan maglia rosa di Milan pada 25 Oktober.
“Saya tahu kelebihan dan kekurangan dari setiap sisi Etna, tetapi saya tetap berpikir untuk datang dan mengintai untuk etape. Sayangnya, karena lockdown, saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memeriksa secara detail,” ujar Nibali dikutip Cyclingnews.
Nibali juga diharakan mengulang pencapaian pebalap sesama Sisilia, Gianni Fazio yang memenangi etape di kepulauan Sicilia saat finis terdepan pada etape pembuka Giro 1949. “Saya tidak tahu apakah akan ada kesempatan bagi saya untuk menang dalam empat etape pertama, tetapi tujuan saya di Giro ini adalah sesuatu yang lain,” ujar juara Giro 2013 dan 2016 itu.
Target Nibali adalah juara, sehingga dia akan mengincar kemenangan pada etape-etape yang memberi peluang terbesar. Jika dia finis di Milan mengenakan maglia rosa, pebalap berusia 35 tahun itu akan melampaui pencapaian Fiorenzo Magni sebagai pebalap tertua yang menjuarai Giro. Musim lalu, Nibali finis kedua setelah mengungguli Primoz Roglic (Jumbo-Visma), tetapi akhirnya kalah dari Richard Carapaz saat membela Movistar.
“Saya tidak tahu. Kita lihat saja. Saya bukan seseorang yang bisa melakukan prediksi besar. Yang pasti, niatnya adalah menjalani Giro d’Italia dengan baik dan kemudian saat selesai, kita akan lihat,” tegas Nibali. (ANG)