Servis ”Bawah Lengan”, Taktik Teratas di Roland Garros
Servis ”bawah lengan”, teknik aneh yang diperagakan Michael Chang tiga dekade silam, kini mendadak populer di Perancis Terbuka. Servis tak lazim itu menjadi upaya para kuda hitam guna menaklukkan petenis unggulan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Pada babak keempat Perancis Terbuka 1989, Michael Chang memeragakan taktik tidak lazim dalam keterpaksaannya. Dia melakukan underarm serve (servis bawah lengan) saat nenghadapi Ivan Lendl. Tiga dekade berlalu, gaya servis itu menjelma taktik paling populer di Paris.
Mackenzie McDonald, pemain tunggal putra Amerika Serikat, melakukan servis itu saat menghadapi Rafael Nadal pada babak kedua turnamen itu di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Rabu (30/9/2020) waktu setempat. Ia bersiap di baseline saat giliran melakukan servis pada gim kelima set kedua setelah tertinggal, 1-6, 0-4.
Dengan raket menghadap ke bawah, dia memantulkan bola ke tanah, bersiap untuk servis yang biasanya dilakukan dengan pukulan menghujam hingga berkecepatan 190-an kilometer per jam. Namun, alih-alih melakukan toss (melemparkan bola ke atas) sebelum memukulnya dengan keras, McDonald melakukan pukulan pertama dengan slice di bawah lengan.
Bola pun jatuh di kotak servis lawan dengan pelan. Reaksi Nadal sedikit terlambat, tetapi dia masih bisa mengembalikan bola hasil servis unik itu. Nadal mendapat poin dari forehand winner.
”Jika Anda melakukannya untuk mengembangkan permainan atau menjadi bagian dari taktik, saya mendukungnya seratus persen. Tetapi, jika itu dilakukan untuk mengolok-olok lawan, itu bukan hal yang baik,” kata Nadal mengomentari servis dari bawah tangan McDonald.
Berbalik unggul
Di tempat yang sama, tiga dekade lalu, Chang juga melakukan servis unik itu. Dia terpojok di babak keempat. Apalagi, lawannya kala itu, Lendl, adalah petenis nomor satu dunia dan pemilik tiga gelar Perancis Terbuka, yaitu 1984, 1986, dan 1987.
”Saat skor 2-1 pada set kelima, saya hampir berhenti dari pertandingan. Saya tidak bisa servis ataupun mengejar bola yang diarahkan ke pojok karena kelelahan dan kram. Saya hampir bicara kepada wasit bahwa saya tak bisa meneruskan pertandingan,” tutur Chang yang saat itu masih berusia 17 tahun.
Setelah itu, saya tak pernah terpikir untuk melakukannya lagi (servis di bawah lengan). Rasanya terlalu aneh.
Namun, saat skor 4-3 (15-30), Chang melakukan hal berbeda. Dengan tiba-tiba, dia mengubah servis menjadi dari bawah lengan. Lendl bisa mengembalikannya dengan forehand, tetapi Chang yang ternyata mendapatkan poin.
Momen tersebut nyatanya mengubah ritme permainan, hingga Chang memenangi laga itu, 4-6, 4-6, 6-3, 6-3, 6-3. Chang bahkan menjadi juara setelah mengalahkan Stefan Edberg di final. Petenis AS itu menjadi juara termuda Grand Slam di nomor tunggal putra.
”Setelah itu, saya tak pernah terpikir untuk melakukannya lagi. Rasanya terlalu aneh,” ujar Chang yang pensiun sebagai atlet pada 2003.
Alasan berbeda
Selain McDonald, di Roland Garros tahun ini, servis unik ala Chang itu juga dilakukan banyak petenis lainnya, seperti Alexander Bublik, Sara Errani, dan Monica Niculescu. Mereka melakukannya dengan alasan ataupun hasil berbeda-beda, yaitu meraih poin atau gagal.
Errani, misalnya, tak hanya sekali mengubah ritme servis ketika berhadapan dengan petenis Belanda, Kiki Bertens, pada babak kedua. Petenis asal Italia itu kesulitan melakukan servis ”biasa”, hingga akhirnya memutuskan melakukan servis bawah lengan.
Meski demikain, taktik itu tak selalu sukses. Dua servis bawah lengannya, pada servis kedua, menghasilkan dua dari total 14 double fault. Errani pun kalah, 6-7 (5), 6-3, 7-9.
Niculescu melakukan servis bawah lengan ketika tampil pada final kualifikasi dan menang atas Vera Zvonareva. Adapun Bublik melakukannya saat berhadapan dengan Gael Monfils pada babak pertama.
Bublik dikenal sebagai petenis yang sering melakukan servis menipu itu, terutama ketika menghadapi Dominic Thiem. ”Beberapa petenis melakukan itu dengan baik, seperti Bublik dan (Nick) Kyrgios. Melawan mereka, saya harus bersiap jika sewaktu-waktu perlu sprint (lari cepat) guna mengembalikan (bola) servis,” ungkap Thiem.
Hal itu dilakukan Bublik karena Thiem termasuk petenis yang punya kebiasaan menanti servis lawan dengan berdiri jauh di belakang baseline. Bublik pun memanfaatkan peluang tersebut.
Hal serupa dilakukan Kyrgios ketika bersua Nadal pada babak kedua ATP Acapulco 2019. Gerakan Kyrgios mengecoh Nadal, petenis yang juga dikenal selalu berdiri jauh di belakang baseline. Duel yang dimenangi Kyrgios itu menjadi momen servis bawah lengan paling terkenal.
”Saya mulai merasa kram pada kaki dan ingin mendapat poin ’gratis’. Rafa berdiri sangat jauh dari baseline. Jadi, servis saya bisa merusak ritmenya,” ungkap Kyrgios.
Roger Federer juga pernah menjadi korban servis bawah lengan saat menghadapi Michael Llodra pada babak ketiga Toronto Masters 2010. Llodra melakukan variasi pukulan, salah satunya dengan spin. Federer mengembalikan bola servis itu dengan tak sempurna. Bola pukulan Federer jatuh di luar garis lapangan.
”Saya percaya itu bagian dari taktik. Jadi, mengapa tidak? Saya sendiri tak pernah mencobanya saat latihan, jadi agak sukar untuk langsung melakukannya di panggung besar,” ujar Federer tentang efektivitas servis bawah lengan meskipun belum pernah mempraktikannya.