Jimmy Butler akan menjadi penentu nasib Heat yang sedang terpuruk di Final NBA. Pemilik usaha kopi di ”gelembung” Orlando itu punya tugas mahaberat membangunkan rekan-rekannya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Jimmy Butler menjalani profesi ganda di ”gelembung” NBA, Orlando. Selain pebasket dari finalis musim ini, Miami Heat, dia juga menjadi barista paruh waktu. Forward bintang ini membuka usaha kopi kecil-kecilan bernama Big Face Coffee yang dijual kepada pemain dan staf tim.
Butler mendapatkan ide bisnis seusai melihat minimnya penjual kopi di area ”gelembung”. Dengan bahan dan alat pembuat kopi yang dibawanya dari Miami, dia iseng-iseng membuka usaha tersebut.
Harga kopi Butler sangat mahal untuk seorang barista amatir. Segelas kopi dihargai 20 dollar AS atau nyaris Rp 300.000. Meski begitu, kopi dengan slogan ”terbaik dalam gelembung” itu ternyata laris manis di kalangan pemain dan staf tim, terutama anggota Heat.
Setelah sukses menaikkan nama Big Face Coffee, keahlian Butler sebagai peracik kopi kini dinantikan Heat. Timnya saat ini membutuhkan ramuan ”kopi spesial” yang bisa menyegarkan seisi skuad.
Skuad Heat seakan tertidur pulas saat dilibas tim unggulan Los Angeles Lakers, 98-116, pada gim 1 Final NBA, Kamis (1/10/2020) WIB. Meski baru kalah satu gim, tim asuhan Erik Spoelstra ini berada di tepi jurang.
Mereka kalah pertarungan di semua aspek, mulai dari kualitas, agresivitas, hingga mentalitas. Hal itu diperparah badai cedera dua pemain inti, Bam Adebayo dan Goran Dragic. Kondisi keduanya penuh tanda tanya untuk seri ini setelah keluar di paruh gim 1.
Pengamat sekaligus mantan pemain NBA, Kendrick Perkin,s bahkan sudah menghapus peluang juara Heat musim ini. ”Mereka kekurangan kedalaman di posisi center. Itu akan menyakiti Heat di seri ini, peluang mereka nol persen untuk bangkit. Tidak mungkin, itu tidak akan terjadi,” ucapnya.
Salah satu yang menghancurkan Heat adalah minimnya pengalaman para pemain di final. Kelima skuad inti mereka baru pertama kali mencicipi partai puncak. Mereka kalah pengalaman dibandingkan Lakers dengan LeBron James yang menjalani final ke-10 kalinya.
Kebuntuan Heat bisa dilihat dari wajah kesal dan bingung sang pelatih. Spoelstra yang biasa tenang tampak begitu tegang melihat permainan timnya. Selepas laga dia berkata, ”Saya tidak punya pesan apa pun saat ini. Kami akan mencoba mencari jalan keluarnya.”
Davis cemerlang
Di sisi lain, bintang Lakers, Anthony Davis, bermain luar biasa dalam debut di final dengan menyumbang 34 poin, 9 rebound, 5 assist, dan 3 blok.
”Ini adalah momen yang saya nanti sepanjang karier. Ketika berada di titik ini, saya akan memaksimalkannya. Saya merasa baik di final pertama ini. Sedikit grogi, tetapi ketika bola dilemparkan, rasa itu hilang. Kami hanya fokus bermain basket,” kata Davis yang pertama kali masuk final setelah 8 tahun berkarier.
Pemain bertubuh ”raksasa” ini dominan di dua sisi lapangan. Saat menyerang, dia sukses membongkar pertahanan zona ala Heat dengan penetrasi dan lemparan perimeter.
Akurasi lemparannya cukup tinggi, mencapai 52 persen. Adapun Davis masuk dalam papan sejarah Lakers sebagai pemain ketiga yang mencetak poin terbanyak dalam debut di final. Dia menyamai rekor dari legenda Lakers, Elgin Baylor. Catatan fenomenalnya hanya tertinggal dari Shaquille O’Neal (43 poin) dan George Mikan (42 poin).
Dalam bertahan, pria berusia 27 tahun ini membatasi pergerakan dari center muda eksplosif lawan, Bam Adebayo. Dia mencegah pick and roll pemain Heat lain bersama Adebayo. Alhasil, Adebayo hanya menghasilkan 8 poin dan 4 rebound sebelum keluar akibat cedera bahu di kuarter ketiga.
Menurut James, penampilan timnya masih belum sempurna. Lakers masih memperlihatkan celah pada kuarter pertama dan keempat. ”Anda bisa belajar lebih banyak dari kemenangan daripada saat kalah. Saya tidak sabar menunggu besok. Kami akan kembali bersama dan menonton film untuk melihat cara agar bisa lebih baik lagi,” kata James.
Penyelamat tim
Di kondisi ini, hanya Butler yang bisa menyelamatkan tim. Sebagai pemimpin tim, pemain veteran ini bertugas membangunkan rekan-rekannya dari keterpurukan. Dia akan menjadi kunci kembalinya mentalitas tim yang sekokoh karang pantai Miami saat bertarung di putaran playoff lalu.
Contoh nyata sudah ditunjukkan pemain dengan mentalitas baja ini. Di saat pemain lain terpuruk, nyaris hanya Butler yang bermain bagus untuk tim. Dia masih bisa menghasilkan 23 poin dengan engkel kaki yang sempat bermasalah.
Pemain 31 tahun ini tinggal menyadarkan rekan-rekannya, kolektivitas permainan mereka bisa mengimbangi duo fenomenal Lakers, Anthony Davis dan LeBron James. Hal itu terbukti saat mereka sempat unggul jauh di awal laga.
Sayangnya, setelah itu, Heat justru menghilang begitu saja ketika Lakers berbalik memimpin. Agresivitas permainan mereka perlahan menurun seakan sudah menyerah. Padahal, pertandingan masih sangat panjang.
”Tidak ada permainan kami yang mendekati sempurna. Kami tidak melakukan yang seharusnya. Tidak rebound, tidak mencoba menggagalkan lemparan mereka, tidak bertahan dengan baik. Semua itu membuat kami mengubur diri sendiri,” ucap Butler.
Artinya, jika bisa bermain agresif sepanjang permainan tanpa rasa takut, sangat mungkin sang ”kuda hitam” mengejutkan Lakers. Apalagi, di seri sebelumnya, mereka juga berhasil mengguncang dominasi tim unggulan seperti Milwaukee Bucks dan Boston Celtics.
Butler kemungkinan besar akan kehilangan sosok pelanggan Big Face Coffee, Dragic dan Adebayo, di gim berikutnya. Tanpa mereka, pemain berwajah sangar ini akan memikul tanggung jawab lebih sebagai mesin skor tim.
”Mungkin saya harus mencetak lebih banyak angka, tanpa mereka. Intinya kami harus lebih bertarung sepanjang gim. Akan lebih baik jika kami bisa menyamakan seri ini, 1-1, sesegera mungkin,” katanya.
Gim 2 Final NBA akan berlangsung pada Sabtu pagi WIB. Kehebatan racikan Butler sebagai ”barista” di tubuh Heat akan menjadi penentu kebangkitan tim. Namun, tidak seperti Big Face Coffee yang tanpa pesaing, duo Davis dan James sudah siap menjegal kesuksesannya. (AP)