Tetap Bermain di Usia 53 Tahun, Apa Rahasia Kazuyoshi Miura?
Penyerang Yokohama FC, Kazuyoshi Miura, melawan kemustahilan. Ia mampu menjaga kondisi fisik dan tetap berkiprah di Liga Utama Jepang ketika berusia 53 tahun.
Di bawah guyuran hujan angin di Stadion Todoroki, Kawasaki, Jepang, penyerang veteran, Kazuyoshi Miura (53), mengenakan ban kapten di lengan kirinya untuk memimpin pemain Yokohama FC memasuki lapangan jelang laga melawan tim tuan rumah, Kawasaki Frontale, Rabu (23/9/2020) malam. Itu adalah laga pertama Miura di Liga Utama Jepang atau J.League 1 sejak 2007.
Langkah berani dilakukan Pelatih Yokohama FC Takahiro Shimotaira untuk menurunkan Miura sebagai 11 pemain inti pada pekan ke-18 J.League 1. Pasalnya, Yokohama bertamu ke kandang sang penguasa J.League 1, Kawasaki Frontale, yang memimpin klasemen J.League 1 dengan keunggulan 11 poin dari Cerezo Osaka. Adapun Yokohama, yang baru promosi pada musim ini dari J.League 2, menduduki peringkat ke-14 dari 18 kontestan.
Sekilas tidak ada yang mengira Miura telah menjauh dari usia emasnya sebagai seorang atlet dan pesepak bola. Meskipun sebagian rambutnya telah memutih, penampilan Miura di lapangan hijau tetap tak bisa diremehkan. Dalam formasi 4-4-2 yang diterapkan Shimotaira di laga melawan Kawasaki Frontale, Miura diduetkan bersama Yuji Senuma.
Miura lebih tua 23 tahun dibandingkan dengan mitranya di lini depan Yokohama FC, tetapi ”King Kazu” berperan sebagai complete forward. Sementara Senuma menjadi pemain yang ditempatkan untuk selalu berada di zona pertahanan lawan. Dengan peran itu, Miura bertugas untuk menjadi penghubung lini depan dengan sektor geladang sehingga ia ikut pula menjemput bola ke zona pertahanan sendiri. Dalam situasi sepak pojok dan tendangan bebas, ”King Kazu” berada di kotak penalti Yokohama FC untuk membantu menghalangi bola mendekati gawang timnya.
Laga itu pun dimenangi Kawasaki Frontale 3-2. Namun, ketika Yuki Kobayashi sempat memperkecil ketertinggalan Yokohama FC menjadi 1-2, Miura menjadi orang pertama yang memungut bola di dalam gawang lawan untuk segera membawanya ke garis tengah lapangan. Sebagai kapten, ia terus memberikan semangat kepada para rekan satu timnya yang setara dengan usia anaknya.
Dalam laga itu, Miura memang hanya bermain selama 56 menit, tetapi penampilannya itu cukup membuat ”King Kazu”, julukan Miura, dinobatkan sebagai pemain tertua yang berlaga di kasta tertinggi sepak bola Jepang yang merupakan salah satu liga terbaik di Asia. Miura memecahkan rekor milik Masashi Nakayama pada 2012 yang bermain untuk Consadole Sapporo ketika berusia 45 tahun.
”Kazu, selamat atas predikat sebagai pemain tertua J1. Rekor luar biasa itu akan abadi di sejarah sepak bola Jepang. Capaian Kazu akan menjadi semangat bagi seluruh pemain dan anak-anak yang bercita-cita menjadi pesepak bola,” kata Ketua J.League Mitsuru Murai, dikutip Japan Times, Rabu (24/9/2020).
Miura yang merayakan ulang tahun ke-53, Februari lalu, sebelumnya telah mengemas 118 menit penampilan di Piala Liga Jepang, Agustus lalu. Miura diturunkan pula sebagai 11 pemain awal di dua laga Yokohama FC di Piala Liga Jepang. Miura bermain 63 menit melawan Sagan Tosu, 5 Agustus, kemudian berlaga 63 menit ketika menghadapi Consadole Sapporo.
Selain itu, Miura telah tercatat di buku rekor dunia Guinness ketika mencetak satu-satunya gol kemenangan Yokohama FC melawan Thespakusatsu Gunma, Maret 2017. Gol itu menjadikan Miura sebagai pemain tertua yang mencetak gol di kompetisi profesional dengan usia 50 tahun. Rekor Guinness untuk pemain tertua dipegang oleh pesepak bola asal Israel, Isaak Hayik, yang berusia 73 tahun pada 2019, tetapi Isaak berposisi sebagai kiper dan hanya bermain di kompetisi semiprofesional di level wilayah.
Sejak membela Yokohama FC pada 2005, ”King Kazu” selalu mendapat perpanjangan kontrak satu musim dari klub yang identik dengan warna biru itu. Miura membantu Yokohama FC meraih tiket promosi ke J.League 1 pada musim 2006, kemudian ia tetap setia ketika Yokohama FC harus kembali turun kasta pada musim 2007. Setelah 12 tahun berkutat di J.League 2, Miura mampu membawa Yokohama FC berlaga di J.League 1 dengan predikat runner-up J.League 2 musim 2019.
Tak hanya itu, perusahaan video game, EA Sports, juga memasukkan Miura di dalam seri terbaru gim sepak bola, FIFA 21. Hal itu menjadikan Miura sebagai pesepak bola yang paling lama hadir di gim FIFA sejak seri perdana tahun 1996.
Tetap bermimpi
Lalu, apa rahasia ”King Kazu” tetap bisa menjaga kondisi fisiknya di usia senja?
Rahasia saya? Saya tidak memiliki rahasia khusus. Yang penting menurut saya adalah tetap berani bermimpi (untuk bermain). (Kasuyoshi Miura)
”Rahasia saya? Saya tidak memiliki rahasia khusus. Yang penting menurut saya adalah tetap berani bermimpi (untuk bermain),” tutur Miura dilansir laman Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), Februari lalu.
Miura yang memiliki tinggi 1,77 meter mampu menjaga berat badannya di angka 72 kilogram. Kondisi fisik itu masih serupa ketika ia membela Genoa di Liga Italia musim 1994-1995.
Meskipun tidak memiliki rahasia khusus, keberhasilan Miura menjaga kualitas fisik dan performanya di lapangan hijau tidak lepas dari gaya hidup yang disiplin.
Dilansir The New York Times, setiap hari ”King Kazu” memulai aktivitas dengan sarapan pada pukul 5 pagi. Menu sarapannya itu disiapkan langsung oleh ahli nutrisi yang ia kontrak khusus untuk menjaga asupan nutrisinya.
Setiap pagi, Miura pun rutin mengecek kadar zat besi di dalam darahnya. Apabila di bawah level normal, maka ia akan memperbanyak makanan mengandung zat besi, seperti kacang-kacangan dan hati sapi. Zat besi amat dibutuhkan tubuh atlet untuk membentuk sel darah merah yang berfungsi memperlancar proses metabolisme tubuh.
Setelah melahap program latihan bersama tim di sesi pagi, Miura akan merendam kakinya sekitar 30 menit di dalam kolam es. Selain itu, ia meminum jus jeruk berkarbonasi dalam jumlah banyak.
Selepas memasuki usia 30 tahun, Miura pun mulai meninggalkan makanan yang tidak bisa mendukung tubuhnya sebagai seorang pesepak bola. Atas dasar itu, ia menghindari hobinya yang gemar memakan kue. Sebagai gantinya, ”King Kazu” memperbanyak mengonsumsi makanan kaya protein dan rendah lemak, seperti bistik daging, ikan, dan salad yang dicampur minyak zaitun.
Menurut Spollup, Miura juga rutin mengecek berat dan kadar lemak di tubuhnya dalam empat atau lima kali sehari. Hasil pengecekan itu akan memengaruhi makanan yang ia konsumsi dan menu latihan individu yang akan ia jalani di luar latihan bersama tim.
Kedisplinan Miura itu menghasilkan decak kagum bagi rekan setimnya. ”Ia (Miura) selalu mengikuti program latihan dengan semua pemain, seperti latihan fisik dan lari cepat. Ia selalu datang lebih awal satu jam dari jadwal latihan tim untuk memulai latihan individu bersama pelatih pribadinya,” kata bek Yokohama FC, Calvin Jong-a-Pin, yang berusia 34 tahun.
Meskipun mengakui secara fisik dirinya semakin sulit mengikuti perkembangan permainan di level profesional dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan fisik setelah berlaga, Miura tetap belum berpikir untuk gantung sepatu. Sebagai penyerang, Miura pun menyimpan hasrat untuk bisa kembali mencetak gol dan melakukan perayaan ”Tarian Kazu” yang menjadi ciri khasnya. Ia telah kemarau mencetak gol dalam tiga musim terakhir.
”Saya memiliki ambisi untuk menjadi pencetak gol tertua di J.League 1,” ujar Miura, dilansir situs J.League, Juli lalu.
”Tsubasa” dunia nyata
Miura adalah wujud nyata dari tokoh kartun Tsubasa Ozora di serial kartun televisi Captain Tsubasa. Seperti Tsubasa, Miura lahir dan tumbuh di wilayah Shizuoka. Ia pun meniti karier profesional dengan hijrah ke Brasil ketika baru berusia 15 tahun pada 1982. Setahun berselang atau pada 1983, serial anime Captain Tsubasa mulai mengudara di televisi seantero Jepang.
Keputusannya itu disebabkan belum adanya liga profesional di Jepang. Impiannya untuk bermain sepak bola di Brasil terinsipirasi dari video Piala Dunia 1970. Ketika masih anak-anak, Miura disuguhi rekaman video legenda Brasil, Pele, yang direkam langsung sang ayah ketika menyaksikan Pele meraih Piala Dunia 1970 di Meksiko.
Akan tetapi, permulaan hidup di Brasil tidaklah mudah bagi Miura. Ia harus bekerja sampingan sebagai pelayan restoran dan sejumlah pekerjaan lain untuk bertahan hidup. Selain itu, ia juga tiba di Brasil dengan tidak memahami bahasa Portugis.
Kemudian, ia mencoba peruntungan mengikuti latihan di sejumlah klub di kota Sao Paulo hingga akhirnya menerima kontrak profesional perdana dari klub raksasa Brasil, Santos, pada 1986. Setelah empat musim bermain di Liga Brasil bersama sejumlah klub, seperti Palmeiras dan Coritiba, Miura kembali ke Jepang.
Pada awal 1990, ia bergabung dengan Verdy Kawasaki yang merupakan salah satu dari 10 klub awal J.League. Dua tahun berselang, Miura meraih predikat sebagai pemain terbaik Asia. Hal itu membuatnya sebagai pesepak bola asal Jepang pertama yang dianugerahi penghargaan itu.
Ketika Liga Jepang edisi baru resmi dimulai pada 1994, Miura mampu mengantarkan Verdy Kawasaki menjadi juara di musim perdana J.League 1. Miura pun dinobatkan sebagai pemain terbaik liga. Ia mengalahkan sejumlah nama tenar yang berlaga pada musim itu, di antaranya Zico dan Gary Lineker.
Miura telah menikmati kompetisi kasta tertinggi di lima negara berbeda, yaitu Brasil, Jepang, Italia, Kroasia, dan Italia, tetapi ia belum pernah membela Jepang di Piala Dunia. Kesempatan besarnya untuk berlaga di turnamen sepak bola terakbar di dunia terjadi pada debut Jepang pada Piala Dunia 1998. Meskipun menjadi pencetak gol terbanyak bagi tim ”Samurai” di babak kualifikasi dengan 14 gol, Miura justru tidak dibawa ke Perancis.
Miura memang tidak pernah menyatakan diri pensiun dari timnas Jepang. Terakhir kali ia membela seragam Jepang dua dekade silam. Meski begitu, ia pun masih menyimpan satu mimpi lainnya.
”Bermain di Piala Dunia tetap menjadi mimpi saya,” ucap Miura yang membela timnas Jepang pada periode 1990-2000 dengan menyumbangkan 55 gol. (REUTERS)