Paris Saint-Germain masuk ke dalam periode terburuk dalam sembilan musim terakhir. PSG perlu segera bangkit, dimulai dari laga kontra Metz, Kamis (17/9/), setelah kalah di dua laga awal Liga Perancis musim 2020-2021.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
PARIS, SELASA – Kekalahan di dua laga perdana Liga Perancis membuat Paris Saint-Germain memasuki awal musim terburuk sejak dimiliki Nasser Al-Khelaifi pada 2011 silam. Meskipun telah memasuki musim ketiga bersama tim yang bermarkas di Stadion Parc des Princes itu, Pelatih PSG Thomas Tuchel terbukti belum mampu mengatasi sejumlah enigma di tubuh “Les Parisiens”.
Dalam dua laga di awal musim 2020-2021, PSG tumbang atas tim promosi, RC Lens, dan rival utama, Olympique Marseille, dengan skor identik, 0-1. Raihan tanpa poin di dua laga perdana membuat PSG terjerumus ke peringkat 18 Liga Perancis. Posisi itu merupakan yang terburuk sejak Al-Khelaifi mengambil alih kepemilikan klub tersebut.
Pelatih PSG Thomas Tuchel memang mampu membawa PSG menembus partai final Liga Champions perdana di akhir musim 2019-2020. Akan tetapi, fans “Les Parisiens” mulai meragukan kemampuan Tuchel dan Direktur Olahraga Leonardo untuk memberikan prestasi yang lebih baik pada musim baru ini.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan L\'Equipe, Selasa, sebanyak 65 persen pendukung PSG menganggap keduanya sudah sepantasnya keluar dari Parc des Princes. Alhasil, laga pekan ketiga melawan Metz di Parc des Princes, Kamis (17/9/2020) pukul 03.00 WIB, akan amat menentukan nasib keduanya, terutama Tuchel.
Tetapi, tugas Tuchel untuk meraih kemenangan tidak akan berjalan mudah. Metz memang belum meraih satu poin pun di dua laga yang telah dijalani, tetapi PSG harus kehilangan Neymar yang terkena kartu merah di laga melawan Marseille serta Mbappe yang masih menderita Covid-19.
Sembuh dari Covid-19
Meskipun kehilangan dua bintang utamanya itu, Tuchel dapat sedikit bernapas lega. Tiga pemain pentingnya, Mauro Icardi, Marquinhos, dan Keylor Navas, sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan telah berlatih dengan tim.
Tuchel mengakui, dirinya tidak memiliki pilihan lain untuk memainkan para bintangnya yang baru terbebas dari Covid-19. Di tengah jadwal liga yang padat, lanjut Tuchel, sejumlah pemain utama PSG harus cepat beradaptasi dengan iklim kompetisi.
“Saya tidak memiliki cara lain karena satu-satunya cara untuk menang ialah memainkan para pemain utama yang sudah tersedia. Kami tidak memiliki waktu untuk berlatih dan mempersiapkan diri setelah final Liga Champions di Lisabon,” ujar Tuchel, Selasa (15/9/2020).
Adapun terakhir kali sebelumnya PSG kalah di pekan pertama liga sekaligus tumbang dari Olympique Marseille terjadi pada musim 2011-2012. Kala itu, PSG kalah 1-2 dari Lorient di pertandingan perdana, lalu ditekuk 0-3 oleh Marseille pada November 2011. Pada akhir musim itu, PSG harus puas berada di posisi kedua karena gelar juara liga diraih Montpellier.
Di sisi lain, kekalahan dalam laga klasik melawan Marseille menunjukkan sisi kelemahan sesungguhnya dari PSG. Tuchel, sebagai pelatih PSG, ternyata belum mampu memecah kepingan teka-teki di dalam tubuh PSG, terutama untuk memegang kendali penuh terhadap para pemain bintangnya.
Sebagai contoh, megabintang “Les Parisiens”, Neymar, gagal menjaga sikapnya. Puncaknya, ia pun menerima kartu merah di akhir laga melawan Marseille. Hal itu membuat Neymar harus absen pada pertandingan kontra Metz.
Tuchel juga terkesan pasif di sisi lapangan. Pelatih berkebangsaan Jerman itu jarang terlihat memberikan instruksi dan berinteraksi dengan para pemainnya.
Alih-alih pekerjaan taktikal yang diterapkan Tuchel, prestasi PSG di musim lalu lebih dipengaruhi dari kekompakan para pemain yang dipimpin Neymar.
Jurnalis spesialis PSG L\'Equipe, Damien Degorre, menilai, Tuchel tidak menunjukkan sentuhan istimewa dibandingkan sejumlah pelatih PSG lainnya dalam sembilan musim terakhir. Keberhasilannya menembus babak final Liga Champions 2020, tambahnya, lebih dipengaruhi oleh penampilan genius para bintang PSG yang dibeli dengan harga selangit.
"Alih-alih pekerjaan taktikal yang diterapkan Tuchel, prestasi PSG di musim lalu lebih dipengaruhi dari kekompakan para pemain yang dipimpin Neymar," tulis Degorre.
Dua laga di awal musim ini menunjukkan hal itu. PSG gagal menang dari Lorient ketika pemain, seperti Neymar, Kylian Mbappe, dan Di Maria absen. Kemudian, Marseille mampu meredam Neymar dan Di Maria yang belum mencapai kondisi fisik puncak karena baru pulih setelah terinfeksi Covid-19.
Atas dasar itu, Leonardo mengumpulkan seluruh pemain dan staf pelatih di pusat latihan tim di Paris, Senin (14/9/2020). Dalam kesempatan itu, Leonardo meminta seluruh skuad PSG untuk mengintropeksi diri agar tidak menyalahkan faktor eksternal, misalnya kepadatan jadwal tanding dan kepemimpinan wasit, agar bisa kembali ke jalur kemenangan.
“Kami akan mengatasi masalah di awal musim ini secara internal. Kami perlu berbicara secara intens kepada pemain agar bisa segera keluar dari kondisi krisis ini,” ujar Leonardo dilansir Le Parisien.
Neymar mulai melunak
Dampak dari pertemuan Leonardo dengan para pemain itu telah mulai membuahkan hasil. Neymar sempat amat marah kepada bek Marseille, Alvaro Gonzalez, karena melakukan serangan verbal rasial. Tetapi, Neymar pun mulai melunak dan tenang. Pemain timnas Brasil itu menyesali amarahnya di penghujung laga melawan Marseille.
“Kemarin, saya kalah di pertandingan dan saya kehilangan kebijaksanaan. Menjadi pusat perhatian dalam situasi ini atau mengabaikan tindakan rasialisme tidak akan menghasilkan apapun,” tulis Neymar dalam unggahan di akun Instagram pribadinya yang diikuti sekitar 142 juta akun.
Sementara itu, Metz juga datang ke ibu kota Perancis dengan misi untuk mengakhiri hasil buruk di dua laga awal. Menurut Pelatih Metz Vincent Hognon, lini serang masih menjadi kelemahan timnya sehingga gagal mencetak gol di dua laga awal musim ini.
“Kami harus terus berusaha dan menampilkan permainan lebih baik. Pemain depan sudah cukup baik di dua laga sebelumnya, tetapi kami kurang efisien dalam memanfaatkan peluang,” ujar Hognon. (AFP)