Laju Lakers tidak terhentikan dengan duo paling dominan di liga, yakni Davis dan James. Kehadiran duet itu membuat Lakers menatap final wilayah dengan wajah tegap.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
ORLANDO, MINGGU — Perjalanan Los Angeles Lakers di playoff seakan lokomotif yang sedang melaju kencang. Ketika Lakers sudah memasuki kecepatan maksimum, tidak ada satu pun tim yang bisa membendung mereka.
Laju kencang itu baru saja mengantarkan Lakers ke Final Wilayah Barat. LeBron James dan rekan-rekan mengunci seri, 4-1, atas Houston Rockets setelah menang meyakinkan 119-96 pada gim 5, Minggu (13/9/2020) WIB, di ”gelembung” Orlando.
Lakers akhirnya kembali ke habitatnya setelah melewati paceklik prestasi selema satu dekade. Terakhir kali mereka melangkah jauh di playoff adalah pada 2010 saat mendiang Kobe Bryant mengantarkan tim meraih juara NBA ke-16 kali.
Skenario Lakers meremukkan Rockets sama seperti ketika mereka memulangkan Portland Trail Blazers di putaran pertama. Lakers kalah di gim 1 dari keduanya. Setelah itu, mereka langsung tancap gas dengan memenangi empat gim beruntun.
”Saya bangga dengan seisi tim ini. Kami bisa menghentikan dua tim yang punya serangan berbahaya. Blazers dengan Damian Lillard, MVP gelembung, Rockets dengan Westbrook dan Harden, MVP musim reguler. Para pemain sangat berkomitmen menghentikan mereka,” kata Pelatih Lakers Frank Vogel.
Lakers tidak tertandingi jika sudah bermain serius. Mereka punya duet paling dominan di liga, James dan Anthony Davis. Dominasi keduanya disejajarkan dengan legenda tim, Shaquille O’Neal dan Bryant, yang mengantarkan Lakers tiga kali juara beruntun pada 2000-2002.
Sepanjang playoff, James dan Davis masing-masing mencatatkan rata-rata melebihi 25 poin dan 10 rebound. Catatan ini sangat fantastis karena mampu mengimbangi rekor milik duet Bob Pettit dan Cliff Haggan (1959) yang sudah bertahan selama 61 tahun.
Duet ini yang harus dihadapi calon lawan Lakers berikutnya. James dan Davis saling melengkapi saat menyerang. Dengan kemampuan serangan eksplosif dari area dalam dan luar, mereka bisa menghasilkan poin bergantian dari mana saja.
Di atas kertas, James berperan sebagai kontributor dan Davis sebagai mesin skor. Namun, di lapangan, mereka sering bertukar peran yang membuat pemain lawan kebingungan.
Sulit berharap menaklukkan Lakers dalam seri terbaik dalam tujuh gim jika hanya mematikan satu di antara mereka. ”Anda tidak bisa membiarkan LeBron dan Davis bermain hebat. Anda tidak akan pernah menang,” sebut O’Neal.
Selain itu, duo yang baru menyatu musim ini tersebut juga menjadi benteng kokoh di pertahanan. Mereka tidak hanya punya tinggi di atas 2 meter, tetapi juga kelincahan untuk menutup semua ruang tembak lawan.
Bagi James, sebuah kehormatan besar bisa meneruskan warisan yang ditinggalkan sahabatnya, Bryant. Menurut dia, musim ini adalah kesempatan terbaik Lakers melepas dahaga juara. Semua pemain dalam tim sedang dalam puncak performa.
”Penembak kami sudah menemukan ritmenya. Kami bisa merotasi bola kepada siapa pun. Kami punya peluang, entah itu bertemu dengan Clippers atau Nuggets, di final nanti,” sebut James yang akan merasakan final wilayah ke-11 sepanjang karier.
Dalam seri melawan Rockets, pemain pelengkap Lakers mulai menjawab keraguan. Mulai dari Alex Caruso, Danny Green, hingga Kyle Kuzma, kerap menyumbang dua digit poin. Mereka sangat efektif lewat tembakan dari luar.
Semua itu dilengkapi dengan pengalaman guard veteran Rajon Rondo yang baru kembali dari cedera pada seri ini. Pemain berusia 34 tahun ini menyuntikkan mentalitas juara ke dalam tim.
Visi Rondo sangat membantu tim dalam menentukan strategi. Menurut Davis, ada tiga pelatih di tubuh Lakers saat ini. Mereka adalah Vogel, pelatih sebenarnya, serta Rondo dan James yang membantu pelatih mengamati sang lawan dari lapangan.
Lakers semakin sulit dibendung karena mereka mulai menemukan formula baru setelah seri semifinal. Dalam tiga gim teranyar, Vogel memainkan skuad tanpa center murni. Strategi ini direncanakan untuk mematikan skuad ”kurcaci” Rockets yang bermain dengan rotasi bola cepat.
Namun, formula itu ternyata sangat cocok dengan skuad Lakers. Mereka yang mengandalkan transisi serangan cepat diuntungkan tanpa kehadiran pemain bertubuh besar.
Dari sisi pertahanan, Lakers pun masih terlihat kokoh. Meski tidak ada center, keunggulan tinggi badan masih bisa dimenangkan dengan keberadaan Davis, James, dan Markieff Morris.
Resep baru Lakers ini mengejutkan Pelatih Rockets Mike D’Antoni, sebagai satu-satunya tim yang memainkan ”bola kecil” (small ball) di playoff. Ketika ditanya, apakah permainan ”bola kecil” efektif dimainkan dalam playoff, D’Antoni menjawab, ”Tanya saja kepada Lakers. Mereka mengalahkan kami dengan itu.” (AP)