Tanpa kehadiran Roger Federar, Rafael Nadal, dan tersingkirnya Novak Djokovic karena diskualifikasi, tunggal putra Amerika Serikat Terbuka akan menghasilkan juara baru. Mereka adalah generasi petenis kelahiran 1990-an.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Absennya Roger Federer dan Rafael Nadal, ditambah momen diskualifikasi Novak Djokovic pada Amerika Serikat Terbuka, memastikan munculnya nama baru pada daftar juara tunggal putra Grand Slam akhir pekan ini. Nama baru ini selayaknya menjadi kekuatan baru tunggal putra setelah ”Big Three” yang mendominasi persaingan elite 16 tahun terakhir.
Pemenang final tunggal putra di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Minggu (13/9/2020), akan menjadi petenis pertama selain trio Fedrerer, Nadal, dan Djokovic yang menjadi juara Grand Slam sejak Stan Wawrinka menjadi juara AS Terbuka 2016. Tiga belas Grand Slam berikutnya hingga Australia Terbuka 2020 selalu dikuasai ”Big Three”.
”Ini kesempatan untuk melahirkan bintang baru. Tenis putra perlu bintang baru sebagai juara Grand Slam,” ujar mantan petenis nomor satu dunia, Jim Courier, kepada The New York Times.
Federer absen di Flushing Meadows karena harus menjalani operasi lutut kanan pada Juni. Nadal, sang juara bertahan, memilih tak tampil karena khawatir dengan situasi pandemi Covid-19.
Tanpa ”Fedal”, julukan penggemar tenis untuk Federer-Nadal, Djokovic pun menjadi favorit tak terbantahkan di Flushing Meadows hingga terjadi insiden pada babak keempat, Minggu. Djokovic didiskualifikasi dan didenda Rp 3,9 miliar karena melanggar kode etik dalam Buku Peraturan Grand Slam.
Saat berhadapan dengan Pablo Carreno Busta, Djokovic memukul bola hingga mengenai salah satu hakim garis hingga jatuh. Meski hakim garis tersebut tak terluka dan dilakukan tanpa sengaja, sanksi tak terhindarkan karena sikap Djokovic dinilai membahayakan orang lain.
Kelahiran 1990-an
Persaingan delapan besar yang dimulai Rabu dini hari WIB pun menghadirkan petenis kelahiran 1990-an. Usia mereka berada pada rentang 21-29 tahun, lebih muda dari Federer (39), Nadal (34), dan Djokovic (33).
Denis Shapovalov dan Alex de Minaur, keduanya 21 tahun, adalah yang termuda. Bersama Borna Coric (23), ini menjadi perempat final pertama mereka di arena Grand Slam.
Shapovalov bertemu Pablo Carreno Busta (29), petenis tertua di perempat final. Mereka berada pada paruh atas undian, bertemu pada Rabu pagi WIB, disusul Coric bertemu Alexander Zverev (23).
Persaingan paruh bawah, esokan harinya, diwarnai laga De Minaur melawan Dominic Thiem (27) dan persaingan dua petenis Rusia, Andrey Rublev (22) dan Daniil Medvedev (24).
Medvedev adalah finalis AS Terbuka 2019 yang dikalahkan Nadal pada final. Adapun Thiem menjadi petenis dengan prestasi terbaik di delapan besar. Unggulan kedua itu tiga kali tampil dalam final Grand Slam (Perancis Terbuka 2018-2019 dan Australia Terbuka 2020), tetapi selalu kalah. Dia dikalahkan oleh Nadal dan Djokovic.
”Saat ini, saya menjadi salah satu petenis tertua. Rasanya seperti tak nyata,” komentar Thiem, yang dua kali mengalahkan De Minaur, salah satunya pada babak pertama AS Terbuka 2017. Berkat rekam jejaknya dan situasi pada AS Terbuka kali ini, panggung final layak menjadi milik Thiem.
”Tak ada bedanya ada ’Big Three’ atau tidak. Setiap petenis tentu ingin membawa pulang trofi juara,” kata petenis Austria tersebut.
Pesaing terkuatnya adalah Medvedev. Meski baru sekali tampil di final Grand Slam, petenis Rusia itu selalu solid tampil di lapangan keras. Seperti Thiem, dia tak kehilangan satu set pun menuju delapan besar.
Mantan petenis nomor satu dunia asal Rusia, Yevgeny Kafelnikov, dalam laman ATP, mengatakan, petenis muda di klub-klub tenis di Rusia ingin menjadi seperti Medvedev, Rublev, atau Karen Khachanov. Meski namanya dan Marat Safin tak disebut, Kafelnikov bangga karena tenis putra Rusia telah memiliki generasi baru pada persaingan elite.
Di luar nama-nama yang disebut Kafelnikov, masih ada petenis-petenis keturunan Rusia yang tampil membela negara lain, seperti Zverev (Jerman) dan Shapovalov (Kanada). ”Ini menarik. Gelar juara akan didapat salah satu petenis muda,” komentar Zverev, petenis Jerman pertama yang menembus perempat final AS Terbuka sejak 2007.
Presiden ATP Andrea Gaudenzi berpendapat, saat ini penggemar tenis menanti generasi penerus ”Big Three” seperti ketika menunggu pengganti era Pete Sampras dan Andre Agassi. ”Tentu saja turnamen kehilangan Federer, Nadal, dan Djokovic. Namun, tenis putra memiliki petenis lain dengan kemampuan dan kepribadian yang baik,” kata mantan petenis yang pernah menempati peringkat ke-18 dunia itu.
Laman tennis.com membandingkan situasi pada AS Terbuka 2020 ini dengan Wimbledon 1973 ketika tujuh dari delapan petenis putra peringkat teratas absen. Boikot mereka adalah sebagai solidaritas untuk mendukung petenis Yugoslavia (saat itu), Nikki Pilic, yang tak diizinkan main di Wimbledon oleh federasi tenis negaranya. Pilic tak diberi izin karena menolak memperkuat negaranya dalam laga Piala Davis melawan Selandia Baru, sebulan sebelum Wimbledon.
Absennya para bintang, seperti Stan Smith, John Newcombe, Arthur Ashe, Ken Rosewall, dan Roy Emerson, membuka peluang bagi Jimmy Connors (21) dan Bjorn Borg (17). Keduanya hanya bertahan hingga perempat final di Wimbledon, tetapi hasil itu menjadi langkah awal untuk sukses mereka. Sejak 1974, Connors mengumpulkan delapan gelar Grand Slam, sedangkan Borg dengan 11 gelar.
Dalam konteks saat ini, penggemar tenis tak akan mudah melupakan persaingan Federer, Nadal, dan Djokovic. Namun, cepat atau lambat, transisi akan terjadi. AS Terbuka 2020 bisa menjadi pintu bagi Thiem, Medvedev, atau petenis lain untuk mengukir prestasi sepeti para senior mereka. (AP/AFP)