Sponsor untuk pembinaan bulu tangkis Indonesia masih minim. Agar geliat sponsor membantu bulu tangkis lebih besar, pemerintah patut memberikan perhatian lebih kepada sponsor ingin berkontribusi.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Walau banyak memberikan prestasi dunia, dukungan sponsor terhadap pengembangan bulu tangkis Indonesia justru minim. Geliat sponsor membantu klub-klub bulu tangkis nasional masih kalah dibandingkan cabang olahraga lain, seperti sepak bola. Guna meningkatkan minat sponsor tersebut, pemerintah patut memberikan perhatian terhadap sponsor yang telah berkontribusi terhadap pembinaan bulu tangkis di Tanah Air.
Sejauh ini, hanya segelintir sponsor yang mau mendukung pengembangan bulu tangkis dari tingkat bawah. Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) salah satunya. Sejak 1969, mereka turut membantu pembinaan atlet dari tingkat di bawah 11 tahun, 13 tahun, 15 tahun, 17 tahun, 19 tahun, hingga dewasa.
Mereka turut membuka audisi umum sejak 2006 guna mencari bibit pebulu tangkis baru dari seluruh Indonesia. Berkat pola itu, PB Djarum menjadi ladang tempat lahirnya bintang bulu tangkis Indonesia. Paling tidak, dalam pemusatan latihan nasional (pelatnas) Pengurus Pusat Persatuan Bulut Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) 2020, ada 40 atlet asal PB Djarum dari 105 atlet yang dipanggil pelatnas.
Ketua PB Djarum sekaligus Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin dalam webinar ”Peran Klub dalam Pembinaan Atlet Bulu Tangkis”, Senin (7/9/2020), mengatakan, keberhasilan pihaknya dalam mencetak atlet-atlet bulu tangkis nasional tidak lepas dari kredibiltas mereka dan komitmen sponsor yang mendukung.
Mereka mampu memberikan pertanggungjawaban yang baik atas semua dana yang sudah diberikan sponsor. Selain laporan penggunaan uang yang akuntabel, mereka juga bisa menunjukkan bukti nyata lewat atlet-atlet yang dilahirkan, yakni dari era tunggal putra Liem Swie King, tunggal putra Alan Budi Kusuma, ganda campuran Tontowi Ahmad, hingga ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Karena itu, sponsor-sponsor menjadi rela untuk bersabar menanti hasil dari proses latihan yang panjang. Apalagi proses pembinaan atlet bulu tangkis memakan waktu lama. Kevin Sanjaya misalnya. Butuh 10 tahun pembinaan sebelum ganda nomor satu dunia itu muncul sebagai atlet elite nasional hingga dunia.
"Selama ini, sponsor mempertimbangkan dua hal untuk membantu pembinaan olahraga, terutama bulu tangkis, yakni pertanggungjawaban penggunaan uang yang telah diberikan dan hasil pembinaan itu". (Yoppy Rosimin)
”Selama ini, sponsor mempertimbangkan dua hal untuk membantu pembinaan olahraga, terutama bulu tangkis, yakni pertanggungjawaban penggunaan uang yang telah diberikan dan hasil pembinaan itu. Kebanyakan sponsor tidak sabar menunggu hasil. Padahal, pembinaan bulu tangkis itu lama, yakni minimal 10 tahun. Itu pun tidak semuanya bisa jadi atlet elite,” ujar Yoppy.
Menanti perhatian
Menurut Yoppy, agar kondisi yang dialami PB Djarum menular ke klub-klub lain, pemerintah harus memberikan perhatian lebih kepada sponsor-sponsor yang rela berkontribusi. Setidaknya, pemerintah tidak mengkebiri sponsor yang sudah membantu pembinaan olahraga ataupun bulu tangkis di Indonesia.
Harapan itu muncul karena pengalaman buruk yang mereka alami pada 2019. Tahun lalu, audisi umum PB Djarum sempat dipermasalahkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Oleh KPAI, mereka dianggap melakukan eksploitas anak. Akibatnya, audisi itu sempat dihentikan.
”Masalah itu sempat menjadi alarm buruk untuk sponsor-sponsor yang turut mendukung kami dalam pembinaan bulu tangkis. Kalau kami yang sudah lama berjuang saja bisa terusik, apalagi mereka. Kami harap masalah seperti itu tidak terulang lagi,” katanya.
Di samping itu, lanjut Yoppy, pemerintah perlu memberikan insentif kepada sponsor yang telah banyak berkontribusi untuk dunia olahraga ataupun bulu tangkis nasional. Seminimalnya, ada keringanan pajak bagi sponsor yang turut membantu pengembangan olahraga di Tanah Air.
”Usulan keringanan pajak untuk sponsor yang berkontribusi terhadap dunia olahraga sempat kami sampaikan kepada Komisi X DPR RI ketika Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Revisi Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), Senin (31/8/2020). Usulan itu mendapatkan respons positif dari Komisi X DPRI karena akan menarik minat swasta atau sponsor guna berkontribusi lebih besar pada dunia olahraga,” tuturnya.
Yoppy menuturkan, pemerintah patut pula mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar mau membantu pengembangan olahraga dari lapisan paling dasar. Dewasa ini, BUMN minim sekali dukungan untuk dunia olahraga. Andai peran BUMN lebih besar dalam mensponsori olahraga, itu akan memancing swasta melakukan kebijakan yang sama. ”Terlepas itu, klub wajib berusaha keras mengejar dan meyakinkan sponsor,” ujarnya.
Harus sinergis
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengutarakan, seyogyanya memang harus ada sinergitas antara pemerintah dan swasta dalam pembinaan olahraga nasional. Pemerintah dari daerah ke pusat didorong bertanggungjawab untuk pembinaan atau pembibitan atlet, sedangkan swasta yang menyediakan wadah kompetisi. ”Dalam revisi UU SKN, perlu ditegaskan pembagian peran pemerintah daerah hingga pusat dan swasta agar pembinaan olahraga menjadi optimal,” katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Pareira menyampaikan, selain bertanggungjawab terhadap pembinaan atau pembibitan atlet, pemerintah pula yang patut menyediakan fasilitas untuk pembinaan tersebut. Tujuannya, agar swasta bisa fokus untuk menyediakan kompetisi berkualitas, seperti dilakukan oleh pihak Djarum maupun Liga Kompas Gramedia Kacang Garuda (LKG) U-14.
Revisi UU SKN sudah diusulkan sejak tahun lalu dan telah memasuki tahap pembahasan saat ini. Sejauh ini, banyak usulan untuk mengubah sejumlah poin dari UU yang telah berusia 15 tahun tersebut. Bahkan, kalau revisi lebih dari 50 persen, tak menutup kemungkinan akan lahir UU baru. ”Kami tidak akan terburu-buru melakukan panja. Kami targetkan UU ini selesai April 2021,” pungkas Dede.