Robert Lewandowski, Peredam Kuasa “Dewa” Sepak Bola
Robert Lewandowski bermetamorfosis dari seorang bocah ceking yang sempat diabaikan menjadi penyerang ganas yang ditakuti di dataran Eropa.
Bocah kecil nan ceking asal Polandia itu kini menjelma jadi raksasa lini depan paling ditakuti di daratan Eropa. Dialah Robert Lewandowski alias Lewy. Kesempurnaan metamorfosis Lewy musim ini mampu meredam dominasi para “dewa” sepak bola, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Malam hari, setelah Final Liga Champions Eropa, Lewandowski mengunggah foto di akun media sosialnya. Ujung tombak Bayern Muenchen ini berbaring mesra di kasur bersama trofi “Si Kuping Lebar”. “Terbangun dari tidur seperti ini (dengan trofi),” tulisnya.
Lewy salah satu pemain paling bahagia malam itu, sampai-sampai tak mau melepaskan trofi Liga Champions pertamanya. Menjadi “raja” Eropa adalah mimpinya sejak lama. Mimpi yang akhirnya digapai setelah pengorbanan ribuan hari latihan melelahkan.
“Jangan berhenti bermimpi. Jangan menyerah ketika kamu jatuh. Kerja keras akan membawamu menuju impian. Semua kerja keras saya selam ini terbayar tuntas. (Prestasi) ini akan tertulis dalam buku sejarah,” pesannya, selepas final, yang diikuti linangan air mata, dikutip dari Bavarian Football.
Lewy seolah punya hak spesial membawa Liga Champions ke kamarnya, saat pemain lain hanya bisa berfoto di ruang ganti dan lapangan. Trofi semata wayang itu memang tidak bisa dibawa pulang ke rumahnya. Namun, andai bisa, tidak ada pemain lain yang lebih berhak daripada dirinya.
Baca juga: Bayer Muenchen Raja Eropa
Striker berotot tebal ini memang hanyalah sesosok pria asal Polandia, negara antah-berantah dalam sepak bola Eropa yang lebih dikenal karena keindahan panoramanya. Polandia bukan apa-apa dibandingkan Jerman yang punya filosofi permainan terbaik dan segudang pemain berbakat.
Meski begitu, dialah kunci utama kesuksesan Bayern pada musim ini. Lewy menjadi "penerjemah" terwujudnya skema menyerang eksplosif ala sang pelatih Hans-Dieter Flick.
Baca juga: Hansi Flick dan Sentuhan Monumental dari Bammental
Flick boleh mengklaim, Bayern mengakar pada kolektivitas, bukan individu. Sebuah visi yang awam bagi arsitek asal Jerman. Akan tetapi, dia tidak bisa membohongi diri. Dia juga sangat bergantung pada kemampuan individu Lewy. Kemampuan dari sepasang kaki jenjang itu yang telah membawa skema permainan Flick disegani seantero Eropa.
Tanpa Lewy, mungkin tidak akan ada hujan gol dan sapu bersih kemenangan oleh “Die Roten”. Statistik membuktikannya. Di Liga Champions musim ini, dia menghasilkan 15 gol dan 5 asis dalam 10 laga. Catatannya seorang diri nyaris menyamai separuh pencapaian tim.
Peran sang ujung tombak Bayern itu bisa dibilang tak tergantikan. “Saya tidak suka memuji performa individu, tetapi faktanya dia adalah mesin skor dan pemain yang sangat penting bagi kami,” puji Flick, pelatih yang terkenal “dingin” itu.
Meredam “dewa”
Pada 21 Agustus kemarin, Lewy tepat berusia 32 tahun. Dalam usia yang tidak muda lagi dalam sepak bola, dia justru mencatatkan penampilan terbaik sepanjang karier, dengan 56 gol dan 9 assist, di tiga kompetisi yang dijuarai Bayern, Liga Champions, Bundesliga, dan Piala Liga Jerman.
Penampilannya tanpa disadari telah mendobrak zona “dewa” yang hanya ditempati Messi dan Ronaldo. Lewy justru lebih baik dari keduanya musim ini. Dari sisi prestasi hingga kontribusi, dia jauh melampaui kedua pemain yang berebut status greatest of all time, “GOAT”, tersebut.
Baca juga: Pembuktian Diri Lewandowski
Messi, yang kerap dikatakan sebagai mesias atau sang penyelamat, justru tak berdaya ketika berhadapan langsung dengan Lewy. Dalam laga perempat final antara Barcelona vs Bayern, Messi pulang dengan rasa malu setelah dibantai, 2-8.
Laga ini memang bukan duel satu lawan satu. Namun, ibarat sebuah perang, Messi dan Lewy merupakan komandan tempur di masing-masing pihak. Keduanya sebagai pemain terbaik punya beban moral paling besar. Ketika timnya bertekuk lutut, sang pemimpin juga takluk.
“Buat saya, dia bukan hanya striker terbaik, tetapi pemain terbaik di dunia saat ini. Dia pantas menyandang gelar sebagai yang terbaik, setelah yang dihasilkannya,” kata legenda hidup tim nasional Jerman, Lothar Matthaus, kepada Goal.
Matthaus membela Jerman selama dua dekade (1980-2000). Selama itu, sang gelandag pernah bermain bersama belasan striker berbakat, salah satunya si “raja diving”, Juergen Klinsmann. Namun, dari kaca matanya, tidak ada satupun yang selengkap Lewy.
Pemain kelahiran Warsawa ini menghidupkan lagi peran penyerang “klasik 9” yang mulai pudar. Peran tersebut pernah jaya pada masa “Si Fenomenal” Ronaldo asal Brasil.
Bedanya, Lewy merupakan paket komplet yang juga lebih modern. Semua hal yang dibutuhkan predator lini serang ada dalam tubuhnya. Mulai dari antisipasi, reaksi, penempatan posisi, hingga eksekusi. Dua kakinya sama-sama hidup, meski kaki kanan lebih dominan. Kepala juga menjadi senjata rahasianya.
Baca juga: Lewandowski Mengejar Ronaldo di Eropa
Tubuhnya menjulang dengan tinggi 1,84 meter. Dia punya otot kekar yang bisa menahan gangguan lawan. Dengan tinggi dan otot besar, dia masih punya lari kencang di atas rata-rata pemain seukurannya.
Biasanya, striker tajam dijuluki sebagai rubah di dalam kotak. Rubah itu bisa mencium peluang. Lewy sendiri adalah rubah yang bercampur dengan kekuatan tubuh bison dan lari konstan seekor kijang.
Paket lengkapnya memadu dengan pemahaman taktik di atas rata-rata, seperti seorang pemain yang berasal dari klub akademi Jerman. “Jika Anda memberinya sedikit ruang, yang terjadi selanjutnya adalah gol,” sebut striker legendaris Portugal, Nuno Gomes.
Metamorfosis Lewy
Keunggulan fisik Lewy berasal dari kombinasi gen atlet. Ayahnya, Krzysztof, adalah atlet judo nasional, sedangkan ibunya, Iwona, merupakan pevoli profesional. Dia punya gen untuk menjadi olahragawan dari cabang mana pun.
Meski begitu, gen itu tidak sejalan dengan kisah masa kecilnya. Saat berusia 8 tahun, dia hanyalah bocah pendek dan ceking di akademi sepak bola Varsovia Warsawa. Mantan pelatihnya, Krzysztof Sikorski, sampai menyuruh Lewy makan sandwich daging setiap hari.
Ketika 16 tahun, dia direkrut klub profesional pertama, Legia Warsawa II. Namun, baru setahun, penyerang remaja ini dilepas dari kontraknya. Cedera tiga bulan dan fisik yang terlalu kurus membuat tim pelatih membuangnya.
“Pilihan saya hanya dua saat itu. Berhenti bermain, fokus ke hal lain untuk meneruskan hidup atau tetap bermain dengan latihan lebih keras lagi. Saya memilih jalan kedua. Saya ingin membuat mereka menyesal,” ucap Lewy.
Di tahun yang sama, sang ayah meninggal. Artinya, dia harus bekerja lebih keras menjadi pemain profesional agar bisa membiayai ibu dan saudara perempuannya di masa mendatang. Dua hal buruk dalam setahun justru membuat mentalnya lebih kuat dari remaja kebanyakan.
Masuk ke klub divisi ketiga Polandia, Znicz Pruszkow, Lewy mulai menunjukkan bakatnya. Sang striker membawa timnya promosi ke divisi kedua. Bakatnya pun dilirik tim divisi utama Polandia, Lech Poznan.
Dari situ, sisanya adalah sejarah. Lewy kemudian pindah ke Borussia Dortmund pada 2010. Dia banyak dapat pelajaran dari pelatih brilian, Juergen Klopp. Hingga akhirnya, dia berlabuh di Bayern, empat tahun kemudian.
Menurut mantan pelatih Bayern, Josep Guardiola, kehebatan Lewy sekarang berasal dari kerja keras dan displinnya. “Dia adalah pemain paling profesional yang pernah saya temui. Dia memikirkan makan, tidur, dan latihan, 24 jam sehari,” katanya.
Lewy seperti sudah menyelesaikan metamorfosisnya dengan sempurna. Jika diibaratkan, dia laiknya kupu-kupu yang melewati proses penyempurnaan panjang dari telur, ulat, hingga kepompong. Kini, kupu-kupu itu bisa terbang di titik tertinggi, di atas yang lainnya.
Robert Lewandowski
Lahir: Warsawa, Polandia, 21 Agustus 1988
Posisi: Penyerang Bayern Muenchen
Prestasi individu: Top Skor Liga Champions (2020)
- 5 kali Top Skor Bundesliga
- 7 kali Gelar Pemain Terbaik Polandia
Prestasi tim:
- Juara Liga Champions Eropa bersama Bayern Muenchen
- 8 kali Juara Bundesliga (2 kali bersama Dortmund, 6 kali bersama Bayern)
- 4 kali Piala Jerman (1 kali bersama Dortmund, 3 kali bersama Bayern)