Berlutut Saat ”The Star-Spangled Banner” Berkumandang Cuma Jadi Tontonan
Lagu kebangsaan Amerika Serikat, ”The Star-Spangled Banner”, yang dinyanyikan sambil berlutut dan bergandengan tangan ternyata hanya tontonan belaka. Pesan kuat melawan rasialisme tidak tersampaikan.
Oleh
Korano Nicolash LMS
·5 menit baca
Lagu kebangsaan Amerika Serikat, ”The Star-Spangled Banner”, yang selalu dinyanyikan sambil berlutut dan bergandengan tangan antara pelatih, pemain, dan wasit sejak liga NBA bergulir kembali, ternyata hanya tontonan belaka. Rasialisme masih saja terjadi di negeri tersebut sejak kematian George Floyd hingga penembakan terhadap Jacob Blake.
Sebelumnya, baik NBA maupun Asosiasi Pemain Basket Nasional (NBPA) telah sepakat bahwa kedatangan mereka ke Walt Disney World Resort di Lake Buena Vista, Florida, awal Juli lalu, akan menggunakan NBA sebagai salah satu entitas untuk mendukung perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah keinginan menghilangkan rasialisme yang menyebabkan terjadinya kekerasan oleh polisi terhadap warga kulit berwarna.
Selain mengumandangkan ”The Star-Spangled Banner” sambil berlutut, NBA dan NBPA juga sepakat untuk memberikan pesan mereka dengan sejumlah kata-kata ataupun frasa.
Tulisan ”Black Lives Matter” ukuran besar terpampang di tiga lapangan yang digunakan di ESPN Wide World of Sports Complex di Lake Buena Vista, berikut di bus yang digunakan para pemain,dari penginapan ke arena pertarungan.
Selain itu, pemain juga dapat menggunakan kaus dengan rangkaian kata ataupun frasa yang telah disepakati guna mendorong perubahan positif dalam kehidupan masyarakat Amerika Serikat. Sementara para pelatih memilih untuk menggunakan kaus dengan tulisan di punggung ”Coaches Against Racial Inequality” atau pelatih melawan ketidaksetaraan rasial.
Sayangnya, belum lagi selesai kasus pembunuhan George Floyd, anggota Kepolisian Kenosha, Wisconsin, kembali membuat kejadian serupa yang seakan masih mempertahankan tindakan kekerasan yang bermuatan rasisme itu.
Tindakan tersebut memperlihatkan betapa tidak ada artinya usaha para pelatih, pemain, dan wasit NBA menyampaikan protes mereka dengan cara mengumandangkan ”The Star-Spangled Banner” dengan cara berlutut dan menyatu dalam gandengan tangan.
Padahal, tindakan itu menggambarkan sebuah ”permohonan” yang amat sangat untuk suatu perubahan. Tidak hanya pada cara kepolisian menghadapi warga kulit berwarna yang kental masalah rasialnya, tetapi juga masalah rasialisme itu sendiri.
Berlutut saat menyanyikan ”The Star-Spangled Banner” tidak memberi efek apa pun. Itu sebabnya, Milwaukee Bucks justru yang pertama memboikot pertarungan play off NBA 2020 di Lake Buena Vista.
Milwaukee hanya berjarak sekitar 65 kilometer di utara Kenosha. Jadi, tidak salah kalau pemain-pemain berikut anggota sfat pelatih Milwaukee Bucks memutuskan untuk memboikot pertarungan kelima mereka menghadapi Orlando Magic, Rabu (26/8/2020) waktu Amerika Serikat atau Kamis pagi WIB. Padahal, Giannis Antetokunmpo dan kawan-kawan saat ini sudah memimpin 3-1 atas Magic.
Artinya, kalau Bucks menang pada laga yang diboikot, mereka akan menyusul Toronto Raptors yang sudah lolos lebih dulu setelah menyingkirkan Brooklyn Nets dengan kemenangan 4-1 di babak play off.
Hanya Brook Lopez, center Bucks, yang sempat berlatih di lapangan sebelum pertandingan. Akan tetapi, ketika laga akan dimulai, 15 menit sebelum tip off, hanya pemain Orlando Magic yang berada di lapangan berikut tim wasit yang bakal memimpin pertarungan.
Sebelum mencapai waktu tip off, pemain Magic juga ikut meninggalkan lapangan hingga hanya tersisa empat wasit pertandingan. Selanjutnya, Monty McCutchen, Wakil Presiden Perwasitan dan Pelatihan NBA, memerintahkan mereka untuk meninggalkan lapangan.
”Kami tidak diberitahukan sebelumnya tentang keputusan ini. Tetapi, kami senang bisa berdiri dalam solidaritas dengan Milwaukee Bucks, Jacob Blake, dan seluruh komunitas NBA,” kata Michael Carter-Williams, point guard Orlando Magic, kepada ESPN.
Luluh lantak
Luluh lantaknya ”gelembung” Orlando yang dibangun dengan susah payah oleh NBA di Walt Disney World Resort, Florida, ternyata bukan karena virus korona baru. Gelembung Orlando hancur karena tindak kekerasan kepolisian yang memicu masalah rasialisme yang masih terus hidup sejak Amerika Serikat merdeka 4 Juli 1776 atau sudah lebih dari 244 tahun lalu.
Keputusan pemain Bucks, George Hill, dan rekan-rekannya itu ternyata mendapat dukungan dari tim lain. Laga Oklahoma City Thunder versus Houston Rockets dan Portland Trail Blazers melawan Los Angeles Lakers juga diboikot mengikuti langkah Bucks dan Magic.
”Para pemain sangat kecewa bahwa hal yang sama terjadi kembali dalam waktu yang relatif singkat,” kata Nick Nurse, Pelatih Toronto Raptors, yang baru musim lalu membawa timnya jawara NBA 2019.
”Mereka ingin membantu. Mereka menginginkan keadilan. Mereka ingin masalah ini ditangani dengan cara yang lebih baik. Itu yang pertama. Memboikot permainan telah muncul bagi mereka sebagai cara untuk mencoba menuntut lebih banyak tindakan. Itu yang benar-benar mereka inginkan,” tutur Nurse yang menjadi pelatih terbaik NBA 2020 ini.
George Hill yang memang tegas dalam menghadapi kekerasan terhadap warga negara AS kulit berwarna oleh polisi menegaskan, ”Kami menyerukan keadilan bagi Jacob Blake dan menuntut agar petugas bersangkutan dimintai pertanggungjawaban,” ujar point guard Bucks itu.
”Anda harus melihat polisi untuk melindungi dan melayani. Tetapi, sekarang, polisi memandang melecehkan dan menembak, dan hampir mengambil nyawa seorang pria. Terima kasih Tuhan, dia masih hidup,” tambah Hill.
”Saya tahu polisi mungkin kesal karena dia masih hidup, karena saya tahu, mereka pasti mencoba membunuhnya. Tetapi, hampir mengambil nyawanya, terutama di depan mata anak-anaknya. Tentu ini adalah situasi tanpa perasaan. Jelas kami membutuhkan keadilan untuk kejadian tersebut,” ujarnya.
Menurut sumber ESPN, kelanjutan babak play off NBA 2020 masih belum dapat dijelaskan. Namun, NBA sudah siap untuk menyusun jadwal lanjutannya.
Entah, apakah protes para pemain NBA yang diikuti olahragawan dari berbagai cabang lain untuk memboikot semua kegiatan mereka bakal membawa perubahan. Secara tidak langsung, dengan berhentinya liga, berarti roda ekonomi AS sedikitnya bakal terganggu. Apalagi, sejumlah pemilik tim NBA pun secara tidak langsung sudah memberi dukungan pada tindakan pemainnya itu.
Apakah tindakan memboikot pertandingan ini bakal sama nasibnya dengan penghormatan sambil berlutut ketika mengumandangkan lagu ”The Star-Spangled Banner” yang sia-sia? (AP)