PSG dan Bayern Muenchen hanya butuh satu kemenangan lagi untuk menyapu bersih gelar juara pada musim ini. Pemenang final Liga Champions, Senin dini hari WIB, akan menjadi tim paling sempurna di Eropa saat ini.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LISABON, SABTU — Bayern Muenchen dan Paris Saint-Germain adalah dua penampil terbaik di Eropa musim ini. Tidak hanya mendominasi kompetisi domestik, keduanya juga telah menampilkan performa gemilang di Liga Champions musim ini.
Alhasil, duel kedua klub itu di final Liga Champons Eropa, Senin (24/8/2020) pukul 02.00 WIB, di Stadion da Luz, Lisabon, Portugal, adalah upaya pemungkas mereka untuk menyapu bersih seluruh trofi.
PSG telah meraih tiga trofi di Perancis sepanjang musim ini. ”Les Parisiens” dinobatkan sebagai juara Liga Perancis yang dihentikan prematur di pekan ke-27, lalu disusul raihan trofi Piala Perancis dan Piala Liga Perancis. Sepanjang sejarah, PSG telah empat kali menyapu seluruh trofi domestik di Perancis. Dominasi itu sebelumnya juga mereka lakukan pada musim 2014-2015, 2015-2016, dan 2017-2018.
Namun, supremasi domestik itu kurang bermakna tanpa satu piala yang selalu diimpikan, yaitu ”Si Kuping Lebar” alias trofi Liga Champions. Dengan menembus final pada musim ini, mimpi itu semakin dekat.
”Sejak menyingkirkan Borussia Dortmund (di babak 16 besar), seluruh pemain menunjukkan persatuan. Mereka berjuang bersama dan itulah yang kami butuhkan untuk menuliskan sejarah baru bagi klub ini. Hasrat terus menang sebagai sebuah tim telah mencerminkan bahwa kami sebuah keluarga PSG yang sesungguhnya,” ujar Nasser Al-Khelaifi, CEO PSG, dilansir laman klub itu, Sabtu (22/8/2020).
Memori indah
PSG akan bergantung pada pengalaman penyerang sayapnya, Angel Di Maria, untuk meraih Si Kuping Besar perdananya. Di Maria punya kenangan indah tampil di Stadion da Luz pada final Liga Champions. Pada musim 2013-2014, Di Maria membawa Real Madrid meraih gelar kesepuluh Liga Champions setelah menumbangkan Atletico Madrid 4-1 di stadion itu. Ia bahkan menjadi pemain terbaik pada final itu.
Di Maria sangat familiar dengan stadion itu karena menjadi ”rumah” pertamanya saat pertama kali menginjakkan kaki di Eropa. Pada 2007-2010, Di Maria membela Benfica, klub yang menghuni stadion itu. Ia meraih satu trofi Liga Portugal dan dua Piala Liga di klub itu.
”Adalah pengalaman luar biasa bagi saya apabila mampu kembali meraih trofi Liga Champions di Stadion da Luz. Kami pun bersemangat karena tinggal satu langkah lagi menutup tahun luar biasa ini dengan menyapu bersih seluruh trofi. Tetapi, Bayern adalah lawan tangguh. Maka, final nanti akan berlangsung sulit,” ujar Di Maria dikutip UEFA.com.
Di sisi lain, ”Die Roten” juga punya pengalaman indah ketika menghadapi tim Perancis di final Liga Champions. Bayern pernah menumbangkan wakil Perancis, Saint-Etienne, pada final musim 1975-1976.
”Bayern dan PSG memiliki kekuatan yang sama. Jadi, final akan berlangsung menarik. Tidak hanya tampil baik, Bayern juga perlu keberuntungan untuk memenangkan laga final nanti,” ucap Presiden Kehormatan Bayern Franz Beckenbauer, yang pernah meraih tiga trofi juara Liga Champions ketika menjadi pemain klub itu.
Mengatasi tekanan
Gelandang serang Bayern, Thomas Mueller, akan membantu timnya mengatasi tekanan di final. Ia telah dua kali merasakan laga final, yaitu saat dikalahkan Chelsea pada 2012 dan menjadi juara, 2013 silam.
”Sembilan puluh menit waktu yang terasa lama. Akan tetapi, setiap momen di laga akan tercipta cepat dan singkat. Kami harus menjauhi ketegangan. Lebih baik menjalani laga final nanti dengan kenikmatan agar mampu memberikan segalanya dan memanfaatkan setiap peluang di lapangan,” ucap Mueller.
Menariknya, final musim ini akan mempertemukan dua pelatih asal Jerman, Thomas Tuchel (PSG) dan Hans-Dieter Flick (Bayern). Keduanya juga akan menjalani laga final perdana di kompetisi antarklub paling bergengsi di Eropa itu.
Duel dua pelatih Jerman di final Liga Champions ini sebelumnya juga terjadi pada final 2013. Jupp Heynckes, yang menangani Bayern, membekap Dortmund yang diasuh Juergen Klopp. Bak deja vu, Flick punya kans menyamai prestasi Heynckes yang memberikan gelar treble untuk Bayern.
Secara statistik, keduanya telah membentuk tim terbaik di Eropa saat ini. Flick menjadikan Bayern sebagai tim tertajam di ”Benua Biru” dengan mencetak 158 gol, termasuk 42 gol di Liga Champions. Bayern hanya tertinggal tiga gol dari rekor gol terbanyak dalam satu musim Liga Champions yang diukir Barcelona pada musim 1999-2000 silam.
Adapun PSG meraih predikat tim dengan pertahanan terbaik di Liga Champions musim ini. Gawang mereka hanya kebobolan 5 gol dari 10 laga. Di lini serang, PSG menjadi tim kedua yang mencetak gol paling banyak di Liga Champions edisi ini dengan raihan 25 gol.
Kami telah memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk menjadi tim juara, yaitu kekuatan mental, semangat penyintas, dan solidaritas untuk menderita bersama. (Thomas Tuchel)
Menghadapi PSG yang memiliki penyerang tajam dan cepat, seperti Neymar dan Kylian Mbappe, Flick berusaha memberikan pendekatan berbeda di sisi pertahanan. Apalagi, Flick kemungkinan besar tidak bisa memainkan bek tengah Jerome Boateng yang menderita cedera pada laga semifinal.
”Kami punya kekuatan memenangi bola secepat mungkin dan menekan lawan ketika kehilangan bola. Kami paham itu berisiko besar. Namun, ini harus dilakukan,” kata Flick.
Adapun Tuchel mengatakan, timnya harus bisa menjaga karakter tampil kompak dan tak kenal lelah. ”Kami telah memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk menjadi tim juara, yaitu kekuatan mental, semangat penyintas, dan solidaritas untuk menderita bersama,” ucapnya kemudian. (REUTERS)