Bayern Muenchen akan menghadapi tim pembunuh raksasa, Olympique Lyon, pada babak semifinal Liga Champions, Kamis dini hari WIB. Permainan kolektif perlu ditunjukkan Bayern untuk menumbangkan Lyon yang bermain kompak.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LISABON, SELASA - Olympique Lyon menjadi ujian permainan Bayern Muenchen yang berambisi meraih trofi ”Si Kuping Besar” keenam. Bayern butuh kolektivitas para pemain yang akan diturunkan saat menghadapi Lyon pada semifinal Liga Champions Eropa, Kamis (20/8/2020) pukul 02.00 WIB, di Stadion Jose Alvalede, Lisabon, Portugal.
Secara kualitas, Lyon bukan tim sepadan bagi Bayern. Berdasarkan data Transfermarkt, Bayern memiliki nilai pasar sebesar 929 juta euro (Rp 16,4 triliun), sedangkan Lyon hanya 358 juta euro (Rp 6,3 triliun). Nilai skuad ”Les Gones”, julukan Lyon, merupakan yang terendah dari para semifinalis Liga Champions musim ini.
Namun, minimnya kualitas pemain ditutupi Lyon dengan permainan yang kompak dan disiplin. Meskipun hanya memiliki rata-rata penguasaan bola sekitar 30 persen di babak 16 besar dan perempat final, mereka bisa mengungguli dua klub elite Eropa, yaitu Juventus dan Manchester City.
Lyon bermain efektif dengan memadukan pertahanan solid dan serangan balik cepat yang mematikan ketika menghadapi Juventus dan City. Juve misalnya, gagal mencetak gol lebih banyak dibandingkan Lyon dalam pertemuan yang berakhir dengan agregat skor 2-2. Cristiano Ronaldo, "raja" gol Juve, tidak bisa membawa timnya mengalahkan Lyon sendirian.
Lyon juga mampu menghilangkan sentuhan magis Kevin De Bruyne yang menjadi "otak" serangan ”The Citizens” di era manajer Pep Guardiola. Satu gol De Bruyne tidaklah cukup mengejar tiga gol Lyon dalam duel kedua tim di perempat final, 16 Agustus lalu.
Melihat nasib buruk kedua raksasa Eropa itu ketika menghadapi Lyon, Bayern tidak boleh hanya mengandalkan satu pemain bintangnya, terutama Robert Lewandowski. Lyon telah menyiapkan taktik khusus untuk membatasi ruang gerak pencetak gol dan asis tersubur di Liga Champions musim ini itu. Lewandoswki telah mengemas 14 gol dan 5 asis.
Sentuhan berbeda
Pelatih Bayern Hans-Dieter Flick mengakui, dirinya perlu memberikan sentuhan berbeda saat menghadapi Lyon. Kemenangan besar, 8-2, atas Barcelona di perempat final tidak menjamin timnya bisa mudah mengalahkan Lyon.
”Setiap laga perlu pendekatan berbeda karena dimulai dengan skor 0-0. Kami tidak boleh dipengaruhi hasil laga lalu dan perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Masih banyak hal yang bisa ditingkatkan dari tim ini,” ujar Flick dilansir situs resmi UEFA, kemarin.
Flick berhasil menampilkan permainan kolektif Bayern saat menghajar Barca. Delapan gol ”Die Roten” ke gawang Barca dicetak lewat sumbangan asis delapan pemain berbeda.
Namun, Lyon tim yang berbeda dibandingkan Barca. ”El Barca” menerapkan permainan menyerang dan terbuka, sedangkan Lyon memainkan pola bertahan yang dalam demi menutup setiap jengkal ruang di wilayah pertahanan sendiri.
Menurut kiper dan kapten Bayern, Manuel Neuer, Lyon adalah tim yang taktis. “Les Gones” memiliki naluri membunuh melalui serangan balik dan memaksimalkan kesalahan pemain bertahan lawan.
Kami perlu siap mental agar tetap terbangun dan fokus selama lebih dari 90 menit. Kami kuat karena banyak pemain mampu mencetak gol.(Manuel Neuer)
”Kami perlu siap mental agar tetap terbangun dan fokus selama lebih dari 90 menit. Kami kuat karena banyak pemain mampu mencetak gol,” kata Neuer yang menjadi bagian tim Bayern ketika terakhir kali meraih trofi juara Liga Champions pada 2013 silam.
Meskipun telah menciptakan rekor fantastis musim ini, yaitu menjadi satu-satunya tim yang mampu meraih rekor 100 persen kemenangan hingga babak semifinal Liga Champions musim ini, Bayern tetap kalem dan tidak larut dalam euforia, termasuk saat menang telak atas Barca. Itu menjadi cermin dari kedewasaan Bayern.
”Situasi ruang ganti kami seperti laga lainnya, tiada yang istimewa. Tidak ada pula perayaan. Kami belum meraih target juara,” ucap CEO Bayern Karl-Heinz Rummenigge.
Memenangkan hati
Di lain pihak, keberhasilan Lyon lolos ke semifinal Liga Champions membuat suporter Lyon mulai jatuh hati ke Rudi Garcia. Padahal, saat ditunjuk sebagai pelatih Lyon, Oktober 2019, Garcia tidak diterima para pendukung. Hampir setiap laga kandang, pendukung Lyon menampilkan spanduk yang ”menyerang” Garcia.
Itu tidak terlepas dari status Garcia sebagai mantan pelatih Marseille yang merupakan rival Lyon. Lalu, Garcia juga gagal membawa Lyon berprestasi di Liga Perancis karena hanya finis ketujuh akhir musim ini.
”Kami menentangnya karena penampilan tim yang buruk di liga (Perancis). Ternyata, dia mampu membuktikan dirinya di Liga Champions,” ujar salah satu penggemar Lyon, Jeremy Lopez, dikutip surat kabar Perancis, L’Equipe.
Direktur Olahraga Lyon Juninho Pernambucano mengungkapkan rahasia penampilan luar biasa timnya di Liga Champions. Ia mengatakan, di masa jeda kompetisi selama lima bulan akibat pandemi Covid-19, seluruh pemain dan tim pelatih di Lyon melakukan intropeksi diri terhadap sejumlah kegagalan musim ini.
Hal itu membuat para pemain Lyon bermain lebih dewasa secara mental dan energi. Maka itu, Juninho yakin Lyon bisa membalaskan dendam ketika kalah agregat skor 0-4 dari Bayern di babak semifinal Liga Champions, satu dekade lalu.
”Di setiap laga, mental yang baik akan membuat persiapan tim menjadi lebih mudah. Bayern telah memberikan pelajaran sepak bola ketika mengalahkan Barcelona. Maka, kami harus melakukan hal yang lebih baik, berjuang bersama untuk merebut bola dan menyiapkan fisik maksimal agar siap bertarung di lapangan,” tutur Juninho, legenda Lyon dan tim nasional Brasil.(AFP/AP)