RB Leipzig hanya membutuhkan 11 tahun sejak dilahirkan untuk menembus semifinal Liga Champions Eropa. Lesatan prestasi itu tidak dimiliki klub ambisius Paris Saint-Germain yang menjadi lawan mereka, Rabu dini hari WIB.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LISABON, SENIN — Klub Jerman, RB Leipzig, mengusung mimpi terliar saat berhadapan dengan Paris Saint-Germain pada laga semifinal Liga Champions Eropa di Stadion da Luz, Lisabon, Portugal, Rabu (19/8/2020) pukul 02.00 WIB. Leipzig, klub ”belia” karena baru berusia 11 tahun, bermimpi bisa mencapai final dengan mengalahkan klub paling ambisius di Perancis itu.
Setali tiga uang, Julian Nagelsmann, pelatih RB Leipzig yang baru berusia 33 tahun, bertekad mengalahkan mentor yang telah menuntunnya menekuni karier pelatih sepak bola. Mentornya itu adalah Thomas Tuchel, pelatih PSG yang dulu pernah melatih Nagelsmann saat menjadi bek tengah di tim cadangan Augsburg.
Dua belas tahun lalu, Tuchel melihat Nagelsmann sebagai pemain berusia 20 tahun yang patah harapan karena masa depannya suram akibat cedera. Tuchel lantas meminta Nagelsmann membantunya memata-matai kekuatan tim lawan. Dari pengalaman itu, Nagelsmann mulai banyak belajar tentang taktik dan berpikir untuk menjadi pelatih sepak bola.
Bakat Nagelsmann dalam melatih membuat kariernya langsung melesat. Empat tahun lalu, ia masih menjalani debut sebagai pelatih Hoffenheim di Bundesliga Jerman. Kini, ia mencapai babak semifinal Liga Champions dalam musim pertamanya bersama Leipzig.
Capaian semifinal ini banyak didamba para pelatih lainnya, termasuk Pep Guardiola, yang untuk kesekian kali gagal membawa Manchester City ke babak empat besar Liga Champions. Takdir lantas mempertemukan kembali Nagelsmann dengan Tuechel, mantan mentornya.
Rasa sungkan
Namun, dalam duel mereka nanti, tidak akan ada rasa sungkan. Leipzig berambisi menembus final, serupa PSG. ”Tentu saja saya adalah bekas pemainnya (dilatih Tuchel), Akan tetapi, hal itu sudah lama terjadi. Sekarang, pekerjaan saya adalah melatih, sama seperti Tuchel,” ujar Nagelsmann dikutip laman Bundesliga.
Pada laga di Stadion da Luz nanti, Nagelsmann seperti biasa bakal meneror PSG dengan permainan intensitas tinggi seperti yang diperlihatkan saat mengalahkan Atletico Madrid, 2-1, pada laga perempat final lalu.
Jika mengalahkan PSG, Nagelsmann bisa membuat karier Tuchel terancam. Kontras dengan Tuchel dan PSG, Leipzig ataupun Nagelsmann merasa tidak memiliki beban yang begitu berat karena pencapaian mereka saat ini pun sudah sangat fenomenal. Tekanan pada setiap pelatih itulah yang bakal menjadi perbedaan mendasar di laga ini.
Leipzig baru terbentuk pada Mei 2009 dan perlahan naik ke level tertinggi melalui setiap jenjang kompetisi di Jerman. Pada 2016, mereka berhasil naik ke Bundesliga dan langsung finis di peringkat kedua klasemen pada debutnya di liga itu, musim 2016-2017. Dalam empat tahun terakhir, saat ini adalah musim kedua mereka tampil di Liga Champions dan langsung menembus semifinal.
Dalam waktu 11 tahun sejak terbentuk, Leipzig mampu meraih pencapaian yang sulit dilakukan tim-tim lain yang lebih tua seperti PSG. Tim yang sudah berusia setengah abad itu baru bisa mencapai semifinal lagi setelah menanti 25 tahun.
Kali terakhir PSG sebelumnya tampil di semifinal Liga Champions adalah pada musim 1994-1995. Kala itu, mereka disingkirkan klub raksasa Italia, AC Milan, dengan agregat gol 0-3 pada babak itu.
Musim ini, PSG tidak seperti Leipzig yang tampil tanpa beban. PSG kian berambisi menjuarai Liga Champions setelah dibeli Qatar Sport Investment. Dana setidaknya 1,2 miliar euro atau sekitar Rp 21,8 triliun telah dihabiskan guna meraihnya.
Mereka sudah membeli Neymar Junior dan menjadikannya pemain termahal, tetapi selalu kecewa pada akhir musim. Dominasi mereka di Liga Perancis belum berlaku di Eropa.
Perbedaan usia dan pengalaman itulah yang membuat mimpi Leipzig kali ini menjadi sangat liar. Namun, tiada yang mustahil bagi Leipzig mengingat Liga Champions musim ini telah menciptakan banyak kejutan. Tim-tim besar, seperti Real Madrid, Barcelona, Juventus, dan bahkan sang juara bertahan Liverpool, telah lebih dulu tumbang di fase gugur.
”Kami akan melakukan apa pun agar bisa ke final. Kami ingin ke final dengan seluruh kekuatan,” ujar Direktur Olahraga RB Leipzig Markus Kroesche dilansir laman RB Leipzig.
Melupakan masa lalu
Di lain pihak, PSG ingin lolos ke final dengan cara melupakan masa lalu menyakitkan maupun tekanan di belakang mereka. ”Kami sedang menikmati mimpi yang sudah terwujud (tampil di semifinal). Kami tidak ingin bicara soal tekanan,” kata gelandang PSG, Ander Herrera.
Tuchel pun mengingatkan, tim PSG kali ini berbeda dengan musim-musim lalu. Mereka telah belajar dari banyak kesalahan. Faktor lain yang menjadi keuntungan PSG adalah kondisi Neymar yang bugar dan Kylian Mbappe yang sudah pulih dari cederanya. Pada dua musim sebelumnya, Neymar selalu cedera ketika PSG masuk ke fase gugur Liga Champions.
Kami berada di sini karena memang pantas. Kami bermain bagus musim ini dan telah berlatih keras. Kami tidak mau bicara soal masa lalu.
”Kami berada di sini karena memang pantas. Kami bermain bagus musim ini dan telah berlatih keras. Kami tidak mau bicara soal masa lalu. Kami sangat haus kemenangan,” ujar Tuchel dikutip UEFA.com.
Tuchel pun lantas mewaspadai Leipzig, tim atraktif seperti Atalanta yang mereka kalahkan sebelumnya. ”Anda akan melihat kecintaan Nagelsmann pada taktik dan detail (di laga ini),” ujarnya. (AP/AFP/REUTERS)