Masalah koordinasi antar PB Perpani dan pengurus daerahnya kembali terulang. Kali ini, koordinasi yang buruk antara PB Perpani dan Perpani Jawa Timur memakan korban dicoretnya tiga pemanah Jatim dari pelatnas Olimpiade.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Masalah koordinasi antara Pengurus Besar Persatuan Panahan Indonesia dan pengurus daerah kembali terulang. Koordinasi yang buruk antara PB Perpani dan Perpani Jawa Timur menyebabkan tiga atlet Jatim dicoret dari pelatnas Olimpiade Tokyo. Ketiga atlet itu adalah pemanah putra Riau Ega Agata Salsabila serta dua pemanah putri, Diananda Choirunisa dan Asiefa Nur Haenza.
Ketua Umum PB Perpani Illiza Sa’aduddin Djamal dalam webinar, Kamis (13/8/2020), mengatakan, pencoretan itu disebabkan Ega, Diananda, dan Asiefa tidak memenuhi panggilan pelatnas di Jakarta yang dimulai 2 Agustus. Surat PB Perpani memanggil mereka dikirim pada 16 Juli 2020.
Karena tidak diindahkan, PB Perpani berkomunikasi langsung dengan ketiga atlet, Perpani Jatim, dan KONI Jatim. Upaya itu tidak ditanggapi positif sehingga PB Perpani meminta bantuan Kemenpora dan KONI Pusat
Karena menemui jalan buntu, PB Perpani akhirnya memberikan surat teguran dan peringatan pertama kepada ketiga atlet pada 2 Agustus sisusul sanksi pencoretan dari pelatnas pada 8 Agustus.
”Komisi Disiplin PB Perpani sedang mengkaji sanksi berikut sesuai AD/ART dan kebijakan organisasi. Tetapi, kalau mereka beritikad baik, kami tetap terbuka memanggil mereka kembali ke pelatnas,” ujarnya.
Akibat pelatih
Menurut Illiza, alasan utama ketiga atlet itu adalah pelatnas tidak melibatkan pelatih mereka di Jatim, Denny Trisyanto, yang juga Ketua Perpani Jatim. Ega mengatakan, Denny adalah pelatih terbaik mereka di pelatnas. Ega ingin Denny turut melatih mereka ke pelatnas.
Namun, permintaan itu tidak bisa dipenuhi PB Perpani karena Denny tidak lolos seleksi pelatih pelatnas. Seleksi yang turut diusulkan Denny pada 2018 itu dilakukan tim independen dari luar PB Perpani, terdiri atas akademisi dan praktisi panahan. Dari 12 pelatih yang diseleksi, Denny berada di urutan kelima.
Tiga pelatih yang terpilih di pelatnas adalah Permadi S Wibowo, Budi Widayanto, dan Nurfitriyana. ”Kami tidak mungkin mendatangkan Denny walaupun dengan biaya mandiri (ditanggung oleh KONI Jatim) di pelatnas. Hal itu tidak sesuai aturan dan akan berdampak negatif untuk atlet serta pelatih lain,” katanya.
Illiza menuturkan, kondisi itu adalah pengulangan masalah serupa pada pelatnas Asian Games 2018 dan SEA Games 2019. Ketika itu, para atlet baru masuk ke pelatnas setelah mendapat surat peringatan pertama.
Maka dari itu, pencoretan Ega, Diananda, dan Asiefa adalah bentuk ketegasan PB Perpani agar masalah serupa tidak lagi terulang, dan tidak diikuti atlet dan pengurus Perpani di daerah lain. ”Bahkan, kami sedang mempertimbangkan untuk mengevaluasi kepemimpinan Denny di Perpani Jawa Timur. Tidak menutup kemungkinan, dia diganti agar masalah ini tidak terus berlanjut,” tutur Wakil Ketua IV PB Perpani Bidang Hukum dan Promosi Ikhsan Ingratubun.
Pelatih berjasa
Di tempat terpisah, Ega menerangkan, Denny adalah pelatih yang berjasa menanganinya sejak 2011, hingga lolos Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Berkat polesan Denny pula, Ega dan Diananda merebut tiket nomor recurve individu putra dan putri pada Olimpiade Tokyo 2020.
Ega meyakini Denny bisa membantunya mempersiapkan diri untuk memenuhi target di Tokyo tahun depan. ”Saya punya target meraih medali di Tokyo. Namun, program pelatnas sekarang masih untuk mencari tiket tambahan sehingga tidak sejalan dengan program yang telah saya susun dan jalani selama ini,” ujarnya.
Lagi pula, menurut Ega dirinya harus menghormati Perpani Jatim dan KONI Jatim. Selama ini, dia mengandalkan uang saku pemusatan latihan daerah dan gaji sebagai calon pegawai negeri sipil untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga hingga latihan untuk persiapan ke Tokyo. ”Selama status saya tidak pasti di pelatnas, kehidupan saya ditanggung oleh daerah. Kalau sekarang saya ke pelatnas, bisa-bisa hidup saya tidak pasti sekembalinya ke daerah,” katanya.
Masalah komunikasi
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menilai, masalah antara PB Perpani dan Perpani Jatim adalah masalah komunikasi yang tak jalan dengan baik. Kedua pihak punya niat baik mengharumkan Indonesia di Olimpiade Tokyo, atlet Jatim ingin program latihan mengejar medali di Tokyo dan PB Perpani memiliki cita-cita menambah tiket ke Tokyo.
Akan tetapi, kedua pihak sama-sama ngotot. Kemenpora dan KONI Pusat berupaya menengahi kedua pihak tetapi menemui jalan buntu. Untuk itu, mereka berharap kedua pihak bisa mengintropeksi diri, para atlet Jatim yang dicoret berlatih lebih baik agar kembali dilirik pelatnas dan PB Perpani bisa mengelola organisasi lebih baik agar masalah serupa tidak terulang.
Kemenpora menyerahkan sepenuhnya hak promosi-degradasi, termasuk pencoretan atlet kepada pengurus cabang terkait. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional memberikan wewenang cabang olahraga melakukan promosi-degradasi atlet. ”Saya harap PB Perpani sudah mempertimbangkan pula plus dan minus dari keputusan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Menpora Zainudin Amali mengingatkan agar pengurus PB Perpani 2018-2022 menjaga persatuan. Apalagi dinamika perselisihan internal di tubuh PB Perpani beberapa kali terjadi.
”Saya ingatkan kepada pengurus PB Perpani. Perpani ini kepanjangan dari Persatuan Panahan Indonesia. Jadi, di Perpani itu ada kata persatuan. Kita melihat di berbagai organisasi olahraga, walaupun ada kata persatuan tetapi dinamika perselisihan internalnya juga luar biasa. Karena itu, saya berharap kata persatuan ini tetap dijaga dan diimplementasikan dalam kehidupan berorganisasi sehari-hari. Jadi, pengurus Perpani jangan sampai persatuan berganti pertengkaran,” katanya di laman Kemenpora.go.id, 20 Mei lalu.