Inter Milan mengembalikan gengsinya, baik di Italia maupun Eropa, berkat kehadiran pelatih Antonio Conte musim ini. Mereka tinggal dua langkah untuk meraih trofi Liga Europa dan kembali menjadi tim elite di ”Benua Biru”.
Oleh
yulvianus harjono
·4 menit baca
DUESSELDORF, SELASA — Setidaknya delapan pelatih ternama, seperti Gian Piero Gasperini, Claudio Ranieri, Frank De Boer, dan Stefano Pioli, bertubi-tubi gagal mengangkat prestasi dan trofi bersama Inter Milan dalam satu dekade terakhir. Rekor buruk Inter itu tampaknya bakal berakhir seiring kehadiran manajer ”meledak-ledak”, Antonio Conte, pada musim ini.
Keberhasilan Inter lolos ke semifinal Liga Europa musim ini, seusai menaklukkan Bayer Leverkusen 2-1 di Duesseldorf, Jerman, Selasa (11/8/2020) dini hari WIB, menjadi pembuktian terbaru kepiawaian Conte, pelatih berpredikat ”spesialis trofi”. Sejak membangunkan kembali Juventus, klub di Italia lainnya dari kehancurannya pascaskandal calciopoli (pengaturan skor) pada 2011, Conte tidak semusim pun pernah gagal memberikan trofi ke klub-klub yang ditanganinya.
Sebagian trofi-trofi itu bahkan diraihnya pada musim debut, seperti gelar juara Liga Italia dan Piala Super Italia bersama Juve pada 2012, lalu trofi Liga Inggris bersama Chelsea pada 2017. Pendukung Inter pun kini mengharapkan berkah serupa dari mantan pelatih tim nasional sepak bola Italia itu. Inter meraih semifinal kompetisi di Eropa pertamanya sejak musim 2009-2010, yaitu ketika meraih trofi Liga Champions dan dua trofi domestik lainnya bersama Pelatih Jose Mourinho.
”Inter terbang. (Laga kontra Leverkusen) adalah ekshibisi kekuatannya. I Nerazzurri bisa menjadi juara (Liga Europa),” bunyi ulasan koran olahraga ternama Italia, La Gazzetta dello Sport, memuji keberhasilan Inter menembus semifinal.
Keberhasilan menembus semifinal Liga Europa tidak hanya mengembalikan gengsi Inter, klub besar yang sempat terpuruk beberapa tahun terakhir, tetapi juga mengangkat harkat sepak bola Italia. Bersama Atalanta di Liga Champions, Inter menjadi duta Italia tersisa di kompetisi Eropa musim ini.
Setelah Inter Milan dengan raihan treble gelar pada 2010, tiada lagi klub Italia yang mampu menduduki takhta di Eropa, baik pada kasta tertinggi (Liga Champions) maupun kasta kedua (Liga Europa) pada dekade ini. Khusus di Liga Europa, penantian juara itu bahkan lebih panjang. Klub Italia yang terakhir kali menjuarai Liga Europa (dulu Piala UEFA) adalah Parma, yaitu pada 1999 atau sebelum pergantian milenium baru.
Klub Italia yang terakhir kali menjuarai Liga Europa (dulu Piala UEFA) adalah Parma, yaitu pada 1999 atau sebelum pergantian milenium baru.
Bagi Conte, trofi Liga Europa adalah penebusannya untuk Inter Milan setelah gagal meraih trofi Liga Italia pada musim ini. Inter finis kedua dengan terpaut hanya satu poin dari Juve yang menjuarai Liga Italia. Finis kedua itu adalah pencapaian terbaik Inter sejak musim 2010-2011. Itulah musim terakhir ”La Beneamata” meraih trofi, yaitu Piala Italia.
”Anak-anak tampil lapar dan penuh tekad. Kami kini berada di semifinal dan boleh gembira dengan (capaian) itu. Namun, kami ingin meraih hasil semaksimal mungkin (juara),” tutur Conte dikutip Sky Sport Italia seusai laga itu.
Namun, perjalanan Inter dan Conte mewujudkan ambisi itu tidak akan mudah. Pada semifinal, pekan depan, mereka akan bertemu Shaktar Donetsk atau FC Basel. Lalu, di final, mereka berpeluang bertemu raksasa Inggris, Manchester United, yang juga lolos ke semifinal seusai menyingkirkan Kopenhagen FC, kemarin dini hari WIB.
Meskipun demikian, bek Inter, Diego Godin, optimistis Inter bisa menutup musim ini dengan trofi yang lama didamba. Ia berkata, sejak dipegang Conte, timnya mengalami peningkatan performa maupun motivasi. Conte, ungkapnya, meminta para pemain rela mengorbankan kepentingan individu demi target bersama dan kolektivitas.
Kami mampu mengerahkan penampilan individual yang lebih baik karena bermain kolektif. (Diego Godin)
”Sungguh cara bermain yang sangat berbeda (di era Conte). Kami banyak menekan dan berlari kembali ke belakang. Saya kini dalam kondisi bagus. Jika pelatih meminta, saya bersedia bermain di mana saja, entah itu di depan, (sayap) kanan atau kiri. Kami mampu mengerahkan penampilan individual yang lebih baik karena bermain kolektif,” ujar Godin seperti dikutip Football-Italia seusai laga di Jerman itu.
Kolektivitas dan pengorbanan
Semangat kolektivitas dan pengorbanan yang disampaikan Godin itu kini memang sangat terlihat di Inter. Striker Romelu Lukaku, yang menyumbang satu gol di laga itu dan mencetak sejarah sebagai manusia pertama yang selalu mencetak gol di sembilan laga beruntun Liga Europa, memilih memuji pemain lain.
”Pemain terbaik di laga ini, menurut saya, (Nicolo) Barella (gelandang muda Inter). Dalam beberapa pekan terakhir, ia fantastis. Ada di mana-mana,” puji Lukaku.
Jika mampu menjadi juara Liga Europa, Inter akan berada di jajaran tim-tim elite atau pot satu dalam pembagian undian penyisihan grup Liga Champions musim depan. Pot paling bergengsi itu diisi klub-klub juara, seperti Liverpool, Real Madrid, Juventus, Bayern Muenchen, dan Paris Saint-Germain. Dengan demikian, di penyisihan grup musim depan, mereka terhindar dari pertemuan para raksasa itu.
Sedikit berbeda dengan Inter, faktor individu masih kental terlihat di MU saat ini. Mereka sempat kesulitan mencetak gol ke gawang Kopenhagen terlepas kiper Karl-Johan Johnsson tampil gemilang dengan melakukan 13 penyelamatan. Mereka baru bisa menang di waktu ekstra berkat umpan jeli gelandang veteran, Juan Mata, yang berbuah penalti. (REUTERS)