Akhir Kelam Era Pallotta di AS Roma
Tersingkirnya AS Roma dari Liga Europa setelah ditaklukkan Sevilla 0-2 di babak 16 besar, Jumat dini hari WIB, menandai akhir era kelam klub Italia itu. Pendukungnya kini berharap banyak pada pemilik baru, Dan Friedkin.
DUISBURG, JUMAT — AS Roma tersingkir dari Liga Europa musim ini setelah takluk 0-2 dari Sevilla dalam laga babak 16 besar di arena Schauinsland Reisen Arena, Duisburg, Jerman, yang berakhir Jumat (7/8/2020) dini hari WIB. Tidak hanya penutup musim yang buruk, hasil itu pun menjadi akhir kelam era pebisnis Amerika Serikat, James Pallotta, selama memimpin klub itu pada 2012-2020.
Laga itu seolah menandai akhir era kelam AS Roma bersama Pallotta. Klub ibu kota Italia itu telah dijual dan akan berganti kepemimpinan ke pebisnis AS lainnya, yaitu Dan Friedkin.
Pelatih AS Roma Paulo Fonseca juga mengakui keunggulan Sevilla. ”Kami pantas kalah. Sevilla bermain jauh lebih baik saat ini. Kami harus menerima superioritas mereka (Sevilla). Kami telah melakukan segalanya, tetapi sulit untuk menekan mereka,” katanya dikutip Corriere dello Sport seusai laga itu.
Kekalahan itu membuat Roma tersingkir dari Liga Europa musim ini walaupun kedua tim baru memainkan satu laga di lokasi netral. Sejak terjadi pandemi Covid-19, format laga Liga Europa pun berubah. Klub-klub yang belum memainkan laga pertama babak 16 besar akhirnya hanya memainkan satu laga dari seharusnya dua laga, yaitu tandang dan kandang.
Tersingkir dari Liga Europa musim ini membuat AS Roma kembali gagal meraih gelar resmi apa pun sejak musim 2007-2008 atau ketika terakhir kalinya mereka merengkuh gelar Piala Italia.
Sejak mengambil alih AS Roma dari pebisnis Amerika Serikat-Italia, Thomas R DiBenedetto, James Pallotta diharapkan memberikan angin segar untuk klub yang berdiri sejak 7 Juni 1927 itu. Kehadirannya didambakan menjadi ”dewa” penolong klub agar bisa kembali membawa dan mengisi lemari koleksi gelar di markas klub yang berada di Trigoria, Roma, itu.
Nyatanya, setelah delapan tahun menjadi Presiden AS Roma, Pallotta harus meninggalkan klub tanpa meninggalkan jejak prestasi. Ia datang dan pergi dengan tangan hampa. Tak hanya gagal secara prestasi, pebisnis berusia 62 tahun itu juga meninggalkan kenangan tak harmonis dengan sejumlah pihak mulai dari mantan pemain, staf, hingga fans klub.
Pallotta dikenal tidak memiliki hubungan harmonis dengan legenda AS Roma, seperti Francesco Totti dan Daniele De Rossi. Hal itu yang membuat Totti mengundurkan diri sebagai salah satu direktur klub pada Juni 2019. Di saat bersamaan, De Rossi tidak mau menerima tawaran menjadi direksi klub dan memilih memulai petualangan baru bermain di klub Argentina, Boca Juniors.
Ladang uang
Salah satu penyebab Pallotta tak disukai adalah kebijakan transfernya yang tidak mendukung upaya peningkatan kekuatan klub. Pebisnis kelahiran Stoneham, Massachusetts, AS, 13 Maret 1958, itu dikenal hanya menjadikan AS Roma sebagai ladang uang sehingga memunculkan istilah di kalangan fans klub yang kecewa, yaitu ”Roma Mart” atau ”Swalayan Roma”.
Paling tidak, sejak menjadi pemimpin AS Roma, Pallotta telah membeli sejumlah pemain dengan harga murah dan menjualnya kembali dengan harga selangit. Mereka antara lain penyerang Mohamed Salah, gelandang Miralem Pjanic dan Radja Nainggolan, bek Antonio Rudiger, hingga penjaga gawang Alisson Becker.
Karena itu pula, Pallotta bersitegang dengan Direktur Olahraga AS Roma Gianluca Petrachi. Pallotta, yang ingin menjual sejumlah pemain, ditentang oleh Petrachi yang getol mempertahankan sejumlah pemain bintang. Namun, dengan kekuasaannya, Pallotta pun menyingkirkan Petrachi sebelum Liga Italia Serie A musim ini bergulir kembali di tengah pandemi per 20 Juni.
Dengan rentetan kontroversi itu, Pallotta pun mendapat cap buruk di mata fans AS Roma. Bahkan, pendukung garis keras klub yang disebut Ultras Roma beberapa kali melakukan demonstrasi dan membuat sejumlah spanduk protes untuk meminta Pallotta segera angkat kaki dari Roma.
Baca juga : Wolverhampton Menjaga Ambisi di Eropa
Dibeli pengusaha AS lainnya
Hari yang dinanti fans AS Roma pun tiba. Pallotta akhirnya melakukan kesepakatan menjual saham mayoritasnya senilai 591 juta euro atau Rp 10,2 triliun kepada pebisnis AS lainnya, Dan Friedkin, pada Rabu (5/8/2020). Lewat kesepakatan itu, keluarga Friedkin akan menjadi pemilik baru klub berstadion di Olimpico, Roma, itu. Putra Friedkin, Ryan, dikabarkan akan mengisi bangku presiden klub.
Transaksi itu diharapkan selesai pada akhir Agustus 2020. Masing-masing pihak berhak menghentikan proses jual-beli jika transaksi itu tidak selesai hingga 31 Agustus.
”Saya senang mengonfirmasi bahwa kami telah mencapai kesepakatan dengan The Friedkin Group untuk penjualan AS Roma. Kami telah menandatangani kontrak malam ini. Dalam beberapa hari mendatang, kami akan bekerja sama menyelesaikan proses formal dan hukum agar klub resmi berpindah tangan,” ujar Pallotta di laman resmi AS Roma.
Friedkin diimpikan menjadi secercah harapan baru AS Roma yang telah lama rindu gelar juara. Dirinya pun antusias untuk segera memimpin klub dan membuat perubahan.
Friedkin diimpikan menjadi secercah harapan baru AS Roma yang telah lama rindu gelar juara. Dirinya pun antusias untuk segera memimpin klub dan membuat perubahan. ”Kami semua di The Friedkin Group sangat senang telah mengambil langkah-langkah untuk menjadi bagian dari kota dan klub ikonik ini. Kami berharap dapat menutup pembelian sesegera mungkin dan membenamkan diri dalam keluarga (besar) AS Roma,” ujar Friedkin.
Jalannya laga
Hadirnya Friedkin diharapkan bisa kembali meningkatkan permainan atau setidaknya mengangkat motivasi para pemain yang tampil buruk menghadapi Sevilla, pemilik rekor juara Liga Europa dengan lima trofi. Mereka nyaris tidak bisa memegang kendali permainan sejak awal laga. Sebaliknya, Sevilla bermain penuh energi dan terus berusaha menekan pertahanan klub ”Serigala” itu dengan permainan cepat, taktis, dan efisien.
Digempur habis-habisan sejak wasit meniup peluit tanda laga dimulai, pertahanan Roma pun porak-poranda. Setelah berulang kali melakukan kesalahan sendiri dan nyaris kebobolan, akhirnya klub berjersi merah-oranye itu kebobolan di menit ke-21 lewat sepakan bek sayap kiri Sevilla, Sergio Reguilon, dari dalam kotak penalti AS Roma.
Setelah kebobolan, permainan AS Roma tak kunjung membaik. Tak pelak, gol selanjutnya dari lawan hanya menunggu waktu. Terbukti juara tiga kali Liga Italia itu kebobolan lagi di menit ke-44 yang kali ini melalui sontekan penyerang Sevilla, Youssef En-Nesyri, dari dalam kotak penalti AS Roma.
Memasuki babak kedua, Sevilla bermain lebih pasif. Mereka lebih banyak menjaga area pertahanan dan sesekali melakukan serangan balik cepat. Di lain pihak, karena pola permainan yang mudah terbaca, serangan AS Roma selalu menemui jalan buntu. Keunggulan Sevilla pun terus bertahan hingga akhir laga.
”Kami belum sempat bermain, mereka (Sevilla) sudah memakan kami dalam segala hal, kecepatan, teknik, dan persiapan untuk pertandingan. Mereka melakukan dua operan dan kemudian memainkan bola panjang. Adapun kami selalu bermain dari belakang, tetapi tidak pernah berhasil menembak ke gawang,” ujar penyerang AS Roma, Edin Dzeko.