Pendukung Kecewa, Pangeran Arab Saudi Batal Akuisisi Newcastle United
Pendukung Newcastle United harus memupus harapan untuk kehadiran pemilik baru klub. Premier League, operator Liga Inggris, diharapkan memberikan penjelasan terkait pembatalan akusisi ”The Magpies”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
NEWCASTLE, JUMAT — Mayoritas pendukung kecewa dengan pembatalan rencana Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman mengakuisisi kepemilikan klub Liga Inggris, Newcastle United, setelah memberikan penawaran resmi sejak April lalu, akibat proses negosiasi yang panjang dan situasi ekonomi global yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19, Dana Investasi Publik Arab Saudi (PIF) yang dipimpin Mohammed menarik diri untuk menguasai klub berusia 127 tahun itu.
Ketika Grup Investasi yang dijalankan PIF, PCP Capital Partners, serta dua pengusaha bersaudara, David dan Simon Reuben, menawarkan dana 300 juta poundsterling (Rp 5,68 triliun) kepada pemilik Newcastle Mike Ashley, pendukungklub antusias menyambut era baru ”The Magpies”. Pasalnya, sejak Ashley menguasai saham mayoritas klub pada Juni 2007, Newcastle memasuki masa kelam.
Dalam kurun waktu 13 tahun terakhir, Newcastle dua kali turun kasta ke Divisi Championship pada musim 2009/2010 dan 2016/2017. Padahal, di awal era Primer League pada dekade 1990-an, ”The Magpies” pernah dua musim beruntun menduduki peringkat kedua di musim 1995/1996 dan 1996/1997. Kemudian, Newcastle juga sempat berlaga di Liga Champions pada awal millennium baru di musim 2002/2003 dan 2003/2004.
Setelah Ashley menduduki kursi kepemilikan klub, Newcastle hanya tiga musim masuk posisi 10 besar, yakni pada musim 2011/2012, 2013/2014, dan 2017/2018. Pada akhir musim ini, Newcastle hanya duduk di peringkat ke-13. Posisi yang sama ketika mengakhiri musim 2018/2019.
Salah satu ”Toon Army”, sebutan untuk pendukung Newcastle, Michelle George, menyatakan, mayoritas pendukung merasa hancur. Harapan mereka untuk melihat tim kesayangan kembali berprestasi terasa sirna akibat keputusan PIF membatalkan rencana pembelian saham klub.
”Sebagai pendukung, kami patah hati. Itu terdengar dramatis, tetapi kami telah menderita selama 13 tahun di bawah Ashley yang kurang minat dan berinvestasi kepada klub,” ujar George kepada BBC, Kamis (30/7/2020).
Hal serupa juga disampaikan Greg Tomlinson, perwakilan Newcastle United Supporters Trust. Menurut Tomlinson, para pendukung ”The Magpies” merasa dihina oleh sebagian besar media, organisasi, dan Premier League, operator Liga Utama Inggris, yang telah menghadirkan citra buruk terhadap rencana pengambilalihan saham klub itu.
”Akibat keputusan (pembatalan akuisisi) itu, kami para pendukung Newcastle United menjadi pihak yang paling menderita. Kami membutuhkan jawaban resmi dari Premier League,” kata Tomlinson.
Kekecewaan para pendukung ”The Magpies” juga disuarakan oleh Anggota Parlemen Inggris dari wilayah Newcastle, Chi Onwurah. Atas berbagai bentuk protes itu, Onwurah akan meminta Premier League untuk segera memberikan penjelasan kepada pendukung klub.
”Saya tahu banyak konstituen yang kecewa dan frustrasi dari penarikan tawaran pengambilalihan NUFC (Newcastle United FC). Saya akan bersurat kepada Premier League untuk menanyakan, mengapa mereka sangat lama untuk memberikan penjelasan terkait permasalahan ini kepada pendukung NUFC,” cuit Onwurah di akun Twitter miliknya.
Selain itu, surat kabar lokal Newcastle, The Chronicle, secara khusus membuat surat protes kepada Premier League yang ditampilkan di salah satu halaman pada edisi Jumat (31/7/2020). Premier League dianggap telah merebut masa depan klub yang lebih baik.
”Premier League telah memblokir investasi sekali seumur hidup untuk klub, kota, dan pengembangan sepak bola di Newcastle. Ini adalah permasalahan serius yang butuh penjelasan, sebab pendukung Newcastle terasa ditinggal di lorong kegelapan,” tulis The Chronicle.
Terlalu panjang
Dalam pernyataan resmi, Grup Investasi mengaku berat harus mengambil keputusan untuk membatalkan rencana akuisisi kepemilikan Newcastle United. Menurut Grup Investasi, proses pengambilalihan yang terlalu panjang menjadi salah satu alasan mereka menarik diri.
“Kami menyesal membatalkan pengambialihan karena kami telah bersemangat dan berkomitmen penuh untuk berinvestasi besar untuk Kota Newcastle serta percaya mampu mengembalikan tradisi dan prestasi klub. Sayangnya, proses yang berkepanjangan dalam situasi saat ini dan ketidakpastiaan global menjadikan potensi investasi ini tidak lagi layak dari sisi komersial,” tulis pernyataan resmi bersama PIF, PCP Capital Partners, dan Reuben Bersaudara.
Grup Investasi telah mengajukan tawaran resmi kepada Mike Ashley pada April lalu. Tawaran nilai akuisisi sebesar 300 juta poundsterling telah dimasukin ke Companies House, agen perdagangan Pemerintah Kerajaan Inggris. Ashley pun telah sepakat dengan nilai uang itu dan tinggal merampungkan pembahasan detail, termasuk persoalan legal klub.
Dana 300 juta poundsterling mayoritas atau 80 persen berasal dari PIF yang dipimpin Pangeran Mohammed. Sebanyak 20 persen dana berasal dari patungan PCP Capital Partners dan Reuben Bersaudara.
Meski begitu, proses pengambilalihan klub Liga Utama Inggris harus memenuhi sejumlah tahapan yang diterapkan Premier League. Aturan pengambialihan klub telah dikeluarkan Premier League pada 2017.
Pertama, calon pemilik baru harus bertemu dengan anggota Dewan Premier League untuk menyampaikan sumber dana dan kecukupan dana untuk investasi di klub. Kedua, calon pemilik baru harus menyampaikan rencana bisnis minimal dalam 12 bulan setelah proses akuisisi diresmikan. Ketiga, Premier League akan melakukan Tes Pemilik dan Para Direktur yang akan mengecek riwayat hidup calon petinggi baru klub, termasuk memeriksa apakah ada individu itu pernah terlibat kasus pidana. Keempat, calon pemilik baru harus memberikan laporan kepada Premier League setiap tiga bulan terkait pembayaran pajak para pekerja.
Pelanggaran HAM
Adapun proses pembelian saham mayoritas Newcastle dikecam oleh sejumlah pihak, seperti Amnesty Internasional dan Hatice Cengiz, tunangan mendiang jurnalis Jamal Khashoggi. Mereka meminta seluruh pihak di Inggris dan Premier League memperhatikan secara serius catatan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Pangeran Mohammed.
“Kegagalan pengambilalihan Newcastle adalah kemenangan bagi HAM, sekaligus menjadi kekalahan bagi Mohammed Bin Salman atas upayanya untuk mencuci tangan dari catatan buruk pelanggaran HAM,” kata Cengiz.
Selain itu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga telah memutuskan bahwa Arab Saudi gagal melindungi hak kekayaan intelektual siaran sepak bola milik BeIN Sport dari Qatar. Hal itu disebabkan sejumlah situs asal Arab Saudi melakukan pembajakan hak siar pertandingan olahraga, termasuk tayangan langsung sepak bola. BeIN Sport adalah pemilik hak siar sejumlah kompetisi akbar Eropa, misalnya Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, dan Liga Champions, di Timur Tengah. (AFP/REUTERS)