Atalanta berpeluang menjadi tim pertama di Liga Italia yang bisa mencetak 100 gol atau lebih selama satu musim sejak musim 1950-1951. Mereka butuh dua gol lagi pada laga terakhir untuk membuat sejarah besar ini.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
PARMA, RABU — Mesin gol Atalanta masih tetap panas menjelang akhir musim ini. Mereka terus menambah koleksi gol dengan mengalahkan Parma, 2-1, di Stadion Ennio Tardini, Rabu (29/7/2020) dini hari WIB. Saat ini Atalanta sudah mengemas 98 gol dan masih punya satu laga tersisa untuk membuat sejarah baru, yaitu mengakhiri musim dengan koleksi 100 gol atau lebih.
Jika bisa menambah minimal dua gol lagi pada laga terakhir nanti, Atalanta akan menjadi tim pertama di Liga Italia yang bisa mengemas 100 gol atau lebih selama satu musim. Mereka akan mereplika kemampuan tim-tim papan atas Liga Italia yang pernah muncul lebih dari setengah abad silam.
Pada musim 1950-1951, tiga tim papan atas Liga Italia mengakhiri musim dengan mencetak lebih dari 100 gol. AC Milan sebagai juara mengoleksi 107 gol, sama dengan gol yang dikoleksi Inter Milan yang berada di peringkat kedua. Sementara Juventus yang finis di peringkat ketiga mencetak 103 gol.
Saat itu Liga Italia juga diikuti 20 tim sehingga setiap tim menjalani 38 laga dan hingga saat ini tidak ada lagi tim yang mampu mengemas 100 gol per musim. Apalagi ketika jumlah peserta liga menyusut menjadi 18 tim pada musim 1952-1953 dan setiap tim hanya menjalani 34 laga. Jumlah laga berkurang, kesempatan tim untuk mencetak lebih banyak gol juga ikut berkurang.
Namun, Atalanta pada musim ini tampil sebagai pembeda dengan memaksimalkan efektivitas serangan. Praktis selama 32 laga terakhir di semua kompetisi, Atalanta selalu mencetak gol pada setiap laga dan bahkan ketika mereka kalah. Laga terakhir ketika Atalanta tidak bisa mencetak gol sama sekali terjadi pada pertengahan November 2019.
Laga kontra Parma sekali lagi membuktikan Atalanta tidak pernah kehabisan cara untuk membobol gawang lawan. Mereka bisa membalikkan keadaan ketika Parma unggul lebih dulu melalui gol Dejan Kulusevski pada babak kedua.
Ketika laga sudah berjalan 70 menit, Atalanta mulai membalikkan keadaan. Atalanta bisa menyamakan gol melalui tendangan bebas Ruslan Malinovskyi yang membuat kiper Parma, Luigi Sepe, kesal. Sepe tidak menyangka Malinovskyi menendang bola secara mendatar melewati pagar manusia yang dibangun Parma.
Gol kedua juga menunjukkan kualitas pemain Atalanta yang dingin saat menyerang. Pada menit ke-84, Papu Gomez mendapat bola dan membawanya maju. Dengan tenang, ia melewatkan bola itu di sela kaki gelandang Parma, Jasmin Kurtic, sebelum menendangnya ke arah gawang.
Gomez membuat Parma sangat menyesal. ”Saya dengar Atalanta biasanya tidak membiarkan lawannya menciptakan peluang gol, tetapi kami sebenarnya bisa menciptakan banyak peluang gol,” kata Pelatih Parma Roberto D’Aversa dikutip Football-Italia.
Meski kalah, D’Aversa terhibur dengan penampilan Kulusevski yang terus membaik. ”Bek lawan biasanya takut untuk menekel di dalam kotak penalti. Maka, jika ia (Kulusevski) menyadari hal itu, ia bisa tampil lebih baik lagi,” katanya.
Parma kini berada di peringkat ke-11 dengan 46 poin. Mereka tinggal menjalani satu laga melawan Lecce.
Tanpa Ilicic
Sementara Atalanta akan melanjutkan laga-laga krusial. Mereka akan menghadapi Inter Milan pada laga terakhir Liga Italia dan menghadapi Paris Saint-Germain pada laga perempat final Liga Champions. Namun, mereka bakal bermain tanpa Josip Ilicic, gelandang serang andalan yang masih berjuang pulih dari cedera pergelangan kaki.
Laga kontra Inter akan sangat krusial untuk menentukan posisi kedua di klasemen. Atalanta saat ini berada di peringkat ketiga dengan 78 poin, sedangkan Inter berada di peringkat kedua dengan 79 poin. Jika memenangi laga itu, Atalanta akan finis di peringkat kedua, posisi terbaik sepanjang sejarah klub.
”Sangat disayangkan dalam momen-momen menentukan seperti ini, kami harus berlaga tanpa pemain kunci (seperti Ilicic),” kata Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini. Kehilangan Ilicic, kata Gasperini, sama halnya Juventus kehilangan Paulo Dybala, Lazio kehilangan Ciro Immobile, atau Inter kehilangan Romelu Lukaku.
Di sisi lain, Gasperini tertantang untuk tetap menjaga keseimbangan tim dengan pemain yang ada. Ia sudah bisa melakukan itu ketika penyerangnya, Duvan Zapata, absen. Kemampuan taktik Gasperini bakal diuji hingga batas maksimal. (AFP/REUTERS)