Mampukah Mike Tyson Bertahan Delapan Ronde?
Pertarungan di atas enam ronde merupakan mimpi buruk dalam karier profesional Mike Tyson. Kembali bertinju usai pensiun 15 tahun, teka-teki itu tertuju lagi ke Tyson yang akan berlaga delapan ronde versus Roy Jones Jr.
Beberapa hari lalu, Mike Tyson (54), sang mantan juara dunia tinju sejati kelas berat, memastikan bertarung dengan Roy Jones Jr (51) dalam partai persahabatan pada 12 September 2020. Ada yang menarik dari pengumuman itu selain kembalinya ”Si Leher Beton” setelah 15 tahun pensiun. Dua petarung lanjut usia ini akan saling hantam selama delapan ronde.
Kembali sejenak ke Maret 2020, yaitu saat Tyson mengumumkan akan bertinju lagi. Dia berkata akan kembali dari pensiun, tetapi hanya untuk sebuah partai ekshibisi yang memainkan sekitar 3-4 ronde saja.
Artinya, duel di depan matanya dua kali lipat lebih berat dari yang diharapkan. Tentu ini menjadi tanda tanya besar bagi petinju ”nakal” itu yang baru memulai latihan intens dalam empat bulan terakhir.
Tyson, dalam wawancara terbarunya, tidak khawatir sama sekali harus bertarung delapan ronde. ”Hanya karena berusia 54 tahun, itu tidak berarti hidup kita sepenuhnya berakhir. Saya merasa kembali dengan tubuh dan pikiran lebih baik dibandingkan kebanyakan petinju yang kembali dari pensiun sebelum saya,” ucapnya.
Petinju dengan wajah intimidatif itu boleh percaya diri. Namun, catatan sejarah tidak berpihak padanya. Masalahnya, pertarungan panjang di atas enam ronde sudah menjadi momok bagi Tyson selama karier profesionalnya. Kekalahan pertamanya, setelah rekor menang 37-0, terjadi pada ronde ke-10 dari ”Si Orang Kecil”, James Buster Douglas.
Kelemahan itu semakin terekspos dalam periode kedua perjalanan kariernya (1995-2005) seusai keluar dari penjara. Dalam empat pertarungan yang melewati separuh dari total ronde, Tyson hanya sekali membawa pulang kemenangan. Sisanya, dia terkulai tak berdaya di atas ring alias kalah knock out (KO).
Bak keledai tua
Di tiga kekalahan tersebut, Tyson tampak seperti ”keledai tua” ketika memasuki pertengahan laga. Salah satu dari kekalahan itu adalah duel yang membuatnya memutuskan pensiun pada 2005. Kala itu, dia menyerah di pergantian ronde ke-6 menuju ke-7 dari petinju tak ternama asal Irlandia, Kevin McBride.
McBride, dalam sebuah wawancara ESPN pada Juni 2020, mengaku sangat ketakutan ketika dihadapkan dengan Tyson. Saat awal duel, dia melihat Tyson seperti singa kelaparan yang menghantamnya dengan pukulan kombinasi tanpa henti. Namun, tiba-tiba ledakan besar dari pukulan lawan semakin menghilang seiring bertambahnya ronde.
Sangat logis petinju yang memiliki leher tebal nan kokoh bak beton itu tak kuat dalam pertarungan panjang. Hal itu disebabkan oleh akumulasi dari efek ledakan pukulan, pengaturan emosi, hingga strategi lawan. Semua itu tecermin dalam laga Tyson versus McBride.
Kombinasi pukulan hook dan uppercut Tyson sangatlah keras dan cepat. Paket pukulan bertubi-tubi itu bisa menggetarkan rahang lawan hanya dalam hitungan detik. Namun, pukulan itu pun menghabiskan tenaga yang sangat banyak.
Kejatuhan kulkas
Tinju dari ”Tangan Besi” Tyson berasal dari pembebanan bobot tubuhnya. Bayangkan saja, berapa tenaga yang keluar dalam sekali pukul untuk menghasilkan daya ledak yang diperkirakan setara dengan kejatuhan kulkas dari lantai dua. Pukulan itu memaksa detak jantungnya bekerja ekstra.
Ketika pukulan berhasil membongkar pertahanan, sang lawan hampir pasti tertidur pulas di atas ring. Statistik membuktikan, sebanyak 36 dari 50 (72 persen) lawannya terkapar sebelum ronde ketiga berakhir.
Sebaliknya, saat bisa diredam lawan, akan sulit baginya bertahan di atas ronde ke-6 karena kondisi fisiknya yang menurun drastis. Tyson ibarat sebuah shotgun. Tembakan shotgun begitu dahsyat sampai bisa menghancurkan dinding. Namun, jumlah peluru yang bisa diisi ke dalamnya sangat terbatas.
Lalu, rasa lelah petinju setinggi 1,78 meter itu akan dimanfaatkan dengan mudah oleh sang lawan yang rata-rata bertubuh lebih tinggi, termasuk McBride (1,98 meter). Tanpa ancaman pukulan kombinasi, lawannya tinggal bersandar ke Tyson dengan membawa beban tubuh. Strategi itu dilakukan untuk membuatnya benar-benar kehabisan tenaga.
Bom bunuh diri
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketidakstabilan emosinya. Dia akan marah ketika tak mampu mendominasi. Padahal, bagi petinju, emosi berlebihan adalah bom bunuh diri. Saat itu terjadi, mereka akan kehilangan fokus dan membuang tenaga dengan gerakan yang tidak penting.
Saat dia memukul pada ronde ke-6, saya memeluknya, lalu mengatakan, hanya itu yang kamu punya? Lalu dia semakin marah dan ingin mematahkan tangan saya, juga menggigit puting saya. (Kevin McBride)
Menurut McBride, Tyson terpancing emosi saat tahu nama besarnya akan dikalahkan. ”Saat dia memukul pada ronde ke-6, saya memeluknya, lalu mengatakan, hanya itu yang kamu punya? Lalu dia semakin marah dan ingin mematahkan tangan saya, juga menggigit puting saya,” katanya.
Setelah tindakan emosional itu, Tyson hanya bisa memeluk tubuh McBride untuk melindungi dirinya dari pukulan. Saat bel penanda akhir ronde berbunyi, dia menggelayut di tali ring karena tidak punya tenaga lagi. Tyson pun memutuskan tidak melanjutkan ronde selanjutnya karena tangki tenaganya sudah kosong.
Baca juga: Enigma Kembalinya Mike Tyson
Itulah pertarungan terakhir petinju paling kontroversial di bumi tersebut. Masa lalu itu seperti bisa menjawab pertanyaan penting, mungkinkah Tyson bertahan selama delapan ronde?
Jika dia menyerah pada 15 tahun lalu, kondisinya tentu semakin meragukan sekarang. Apalagi, masa-masa pensiun aktor pemeran ”The Hangover” itu dilalui dengan gaya hidup glamor ala Holywood.
Pengamat tinju asal AS, Cameron Wolfe, menilai duel ini tidak bagus bagi Tyson ataupun Jones Jr yang sudah terlalu tua untuk bertinju. ”Saya masih ingat perasaan mengerikan saat menonton McBride membuat Tyson pensiun. Dan, faktanya, itu sudah 15 tahun lalu. Saya tidak tahu sekarang seperti apa, tetapi mereka akan kehabisan tenaga di ronde ke-3 atau ke-4,” ucapnya.
Kamuflase ronde
Meski demikian, Tyson kembali dari pensiun bukan untuk mempermalukan dirinya. Apalagi, hanya untuk memperlihatkan dia tidak berdaya di ronde-ronde akhir. Hal itu bisa terlihat jelas dari pemilihan lawan.
Mantan juara dunia termuda itu memilih Jones Jr dibandingkan rival bebuyutannya, Evander Holyfield, yang sudah mengirim sinyal untuk pertarungan jilid ketiga. Padahal, dari sisi finansial, laga melawan Holyfield akan jauh lebih menguntungkan.
Baca juga: Holyfield Mengejar Tyson
Duel Tyson versus Holyfield III bisa dipastikan akan menjadi ladang emas. Partai trilogi tersebut sangat ditunggu-tunggu pencinta tinju. Terutama setelah pertandingan terakhir yang berujung kontroversial dengan gigitan Tyson ke kuping Holyfield pada 1997 silam.
Alasan pemilihan Jones Jr lebih karena gaya bertarung yang mirip. Petinju yang pernah juara di empat kelas itu juga eksplosif, tidak seperti Holyfield yang lebih sabar. Jones Jr eksplosif dengan mengandalkan kecepatannya.
Pembunuh instan
Jones Jr, yang baru pensiun pada 2018, juga merupakan ”pembunuh instan”. Statistik mencatat, kemenangan KO petinju asal AS itu mencapai 72 persen. Dari jumlah itu, 24 dari 47 menang KO dibuat di bawah ronde ke-3.
Artinya, kemungkinan besar pertarungan Tyson versus Jones Jr akan berlangsung cepat dan tidak perlu delapan ronde. Mereka akan eksplosif menyerang satu sama lain sejak awal.
Faktor lainnya, laga ini sangat ”dijaga” karena melibatkan dua mantan atlet tua. Menurut Komisi Atletik Negara Bagian California, pemberi izin duel, jika ada petinju yang sobek wajahnya atau terlihat akan kalah, wasit boleh langsung menghentikan.
Pilihannya, duel dihentikan atau laga imbang. Sebab, tidak akan ada penilaian juri setelah ronde ke-8 karena ini merupakan laga persahabatan. ”Jika ada hal yang melewati batas sebuah duel persahabatan, pertarungan akan langsung dihentikan. Mereka berada di sana bukan untuk saling melepaskan kepala lawannya,” kata Direktur Eksekutif Komisi Atletik California Andy Foster.
Pengajuan delapan ronde bisa dibilang hanya sebagai kamuflase untuk menjual paket pertarungan ini kepada penonton. Tentunya, duel di Los Angeles itu akan kurang menarik jika hanya berlangsung empat ronde atau tiga kali lebih singkat dari pertarungan perebutan gelar.
Tidak bisa dimungkiri, kembalinya Si Leher Beton merupakan magnet besar bagi tinju dunia. Namun, duel ini tampaknya hanya akan berakhir dengan dua cerita penutup.
Mereka akan saling mengalahkan di ronde awal. Atau, keduanya akan melewati ronde-ronde akhir dengan saling memeluk, seperti reuni petinju lansia di sebuah acara dansa, yang berujung tanpa pemenang. (AP)