Tolok Ukur Gregoria dan Putri Menuju Turnamen Resmi
Dua pemain tunggal putri bulu tangkis, Gregoria Tunjung dan Putri Kusuma Wardani, memetik pengalaman berharga dari Mola TV PBSI Home Tournament. Keduanya bertemu pada final yang dimenangi Gregoria, Jumat (24/7/2020).
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gregoria Mariska Tunjung mengukuhkan dirinya sebagai tunggal putri terbaik di Tanah Air saat ini dengan menjuarai Mola TV PBSI Home Tournament. Penampilannya saat menghadapi rekan-rekan yang juga teman latihannya di pelatnas bulu tangkis Indonesia di Cipayung, Jakarta, itu jadi tolok ukur untuk menghadapi turnamen resmi.
Gregoria, tunggal putri berperingkat ke-21 dunia, mengalahkan Putri Kusuma Wardani, 21-17, 21-10, pada final yang berlangsung Jumat (24/7/2020). Memiliki lebih banyak pengalaman bersaing dengan pemain elite dunia, dibandingkan Putri yang masih tampil di arena yunior, membuat Gregoria bisa memperbaiki kesalahannya saat dikalahkan Putri pada penyisihan grup. Sehari sebelumnya, Gregoria kalah, 23-25, 22-20, 11-21, dalam pertandingan selama 1 jam 20 menit.
Kematangan itu diakui Putri yang kali ini kesulitan mengembangkan pola main menyerang. Gregoria jeli dalam memilih pukulan dan menempatkan bola agar Putri tak banyak mendapat kesempatan menyerang.
Meski tak bisa mengeluarkan kemampuannya secara maksimal saat final, Putri tampil baik di sepanjang turnamen internal pelatnas bulu tangkis Indonesia tersebut. Tunggal putri menjadi nomor terakhir yang dipertandingkan di turnamen yang rutin digelar setiap Rabu-Jumat sejak 24 Juni lalu itu.
Sebelum kalah dari Gregoria pada final, Putri tak terkalahkan dalam lima pertandingan sejak penyisihan grup. Dia menjuarai Grup M, salah satunya berkat kemenangan atas Gregoria yang merupakan seniornya.
Jarang dimiliki
Putri, peringkat kelima dunia kategori yunior, punya karakter permainan menyerang yang jarang dimiliki para pemain tunggal putri. Dia punya senjata berupa smes dan drop shot silang.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti menilai, pemain dari PB Exist Jakarta itu memiliki banyak hal positif sebagai atlet muda, seperti semangat tinggi dan mau bekerja keras.
Dari sisi teknis, Putri memiliki kelebihan dengan pukulan yang bervariasi dan serangan akurat. Namun, lanjut Susy, masih banyak faktor yang harus dikembangkan dari dirinya, seperti kepercayaan diri, kelincahan, dan daya tahan.
Dari turnamen Mola TV PBSI ini, Putri pun mendapat pelajaran menghadapi pemain-pemain senior, pesaing yang akan lebih banyak dia hadapi tahun depan. Tahun 2020 menjadi tahun terakhir Putri, kelahiran 20 Juli 2002, bersaing di arena yunior.
Sesuai ketentuan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF), pemain yang bersaing di arena yunior adalah yang berusia di bawah 19 tahun. Namun, untuk Kejuaraan Dunia Yunior 2020, yang ditunda pada 11-24 Januari 2021 di Selandia Baru, Putri seharusnya masih bisa ikut serta. Kejuaraan Dunia ini mundur dari jadwal semula, yaitu 28 September-11 Oktober.
”Di turnamen ini, saya belajar menghadapi lawan-lawan yang lebih senior. Dari pertandingan melawan mereka, saya belajar bahwa harus bisa beradaptasi dengan cepat menghadapi pola main lawan. Mereka mainnya lebih cepat,” tutur Putri.
Bermain dua kali sehari di turnamen ini mungkin sama seperti bertanding sekali melawan pemain top dunia.
Gregoria juga menjadikan turnamen internal itu sebagai tolok ukur kemampuannya meski lawan yang dihadapi memiliki jejak prestasi lebih rendah darinya.
”Bagi saya, faktor fisik menjadi ukuran menghadapi turnamen resmi saat dimulai lagi. Bermain dua kali sehari di turnamen ini mungkin sama seperti bertanding sekali melawan pemain top dunia. Saya harus mengembalikan kondisi fisik agar siap melawan pemain top dan itu tidak mudah,” tutur Gregoria yang mengakui sangat lelah dengan jadwal bertanding dua kali sehari.
Semangat juang
Pemain dari PB Mutiara Cardinal Bandung itu juga memberi catatan pada penampilan para pemain muda yang telah mempersulit senior seperti dirinya. Selain Putri, pemain yunior lain yang tampil baik di antaranya Saifi Rizka Nur Hidayah (17), Komang Ayu Cahya Dewi (17), dan Ester Nurumi Tri Wardoyo (15). Komang dan Ester menembus perempat final, sementara Saifi bertahan hingga babak semifinal sebelum kalah dari Gregoria.
”Semangat juang mereka bagus semua. Ada pemain-pemain yang punya potensi menembus level elite dunia. Tetapi, perjalanan mereka masih panjang. Banyak faktor yang harus dikembangkan, di antaranya jam terbang di turnamen internasional,” kata Gregoria, juara dunia yunior 2017.
Susy pun berpendapat serupa. ”Pemain muda banyak yang lumayan. Sesuai prediksi, banyak kejutan dari mereka di turnamen ini. Tetapi, mereka memang butuh banyak jam terbang untuk mematangkan kemampuannya. Mereka juga harus punya motivasi tinggi untuk bersaing di level dunia ke depannya,” katanya.