Pembuka Turnamen ATP Batal, AS Terbuka Masih dalam Jadwal
Larangan perjalanan dan aturan karantina menjadi salah satu alasan pembatalan turnamen tenis ATP Washington, yang sedianya membuka turnamen tenis profesional di masa pandemi. Namun, AS Terbuka tetap percaya diri digelar.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
WASHINTON DC, SELASA — Pembatalan ATP 500 Washington, yang seharusnya menjadi pembuka turnamen tenis putra dalam masa pandemi Covid-19, memunculkan keraguan untuk penyelenggaraan Amerika Serikat Terbuka. Namun, Asosiasi Tenis Amerika Serikat (USTA) optimistis turnamen Grand Slam tersebut bisa digelar sesuai jadwal, 31 Agustus-13 Septemper, di Flushing Meadows, New York.
Setelah kompetisi tenis internasional dihentikan sejak pertengahan Maret, turnamen bagi para petenis elite dunia seharusnya bergulir lagi pada Agustus. Asosiasi Tenis Profesional (ATP), sebagai penanggung jawab tenis putra, akan memulai kompetisi dengan menggelar ATP 500 Washington, 14-21 Agustus.
Adapun turnamen putri, di bawah Asosiasi Tenis Putri (WTA), akan dimulai di Palermo, Italia, 3-9 Agustus. Jadwal ini disusul dengan turnamen tanah liat di Praha, Ceko, dan turnamen baru di Lexington, Kentucky, AS, 10-16 Agustus. Turnamen Lexington ini akan diikuti petenis top, seperti Serena dan Venus Williams, Sloane Stephens, Victoria Azarenka, serta Cori ”Coco” Gauff.
Namun, banyaknya kendala yang tak terpecahkan membuat ATP Washington 2020 pada akhirnya batal digelar. ”Kami sebenarnya berkomitmen menyelenggarakan turnamen dan telah bekerja keras untuk menyiapkannya, tetapi kami kehabisan waktu. Dengan sisa sedikit waktu, sedangkan banyak kendala tak terpecahkan, lebih baik membuat keputusan dengan cepat untuk semua yang terlibat daripada memutuskannya pada menit akhir,” ujar Ketua Panitia Penyelenggara ATP Washington Mark Ein kepada The New York Times, Selasa (21/7/2020).
Ein mengatakan, pembatalan tersebut dilakukan karena masih banyak negara memberlakukan larangan perjalanan internasional di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir. AS menjadi negara dengan kasus terbesar. Hingga Selasa, terdapat 4 juta kasus infeksi di negara tersebut, dengan lebih dari 140.000 kematian.
Faktor itulah yang membuat petenis elite dunia, sebagian besar di antaranya berasal dari Eropa, ragu untuk mengikuti rangkaian turnamen lapangan keras di AS dengan Grand Slam AS Terbuka sebagai puncaknya. Juara bertahan Rafael Nadal, Novak Djokovic, Stan Wawrinka, dan Petra Kvitova menyatakan keraguan mereka tampil di AS Terbuka.
Mereka tampaknya lebih memilih tampil dalam rangkaian turnamen tanah liat di Eropa yang akan berlangsung setelah AS Terbuka. Nadal dan Wawrinka, melalui akun media sosial masing-masing, memperlihatkan latihan intens di lapangan tanah liat. Akan ada turnamen di Kitzbuhel, Madrid, dan Roma sebelum penyelenggaraan Grand Slam Perancis Terbuka di Roland Garros, Paris, 27 September-11 Oktober.
Percaya diri
Meski dihadapkan pada berbagai situasi yang memberatkan penyelenggaraan AS Terbuka, USTA percaya diri turnamen tersebut akan berlangsung tepat waktu. ”Kami akan tetap menyelenggarakan AS Terbuka,” ujar Direktur Turnamen AS Terbuka Stacey Allaster.
USTA, bahkan, memindahkan turnamen ATP/WTA Cincinnati, 22-28 Agustus, ke tempat yang sama dengan penyelenggaraan AS Terbuka. Mengikuti jejak NBA, yang menggelar kompetisi dan memindahkan semua pihak yang terlibat ke Disneyland, ATP/WTA Cincinnati dan AS Terbuka direncanakan digelar dalam gelembung (bubble) lingkungan yang sama dan aman.
”Keputusan pembatalan ATP Washington tak berpengaruh pada Cincinnati dan AS Terbuka. USTA akan membuat lingkungan yang aman untuk pemain dan semua yang terlibat dalam dua turnamen itu. Berdasarkan tiga prinsip yang kami penuhi, kami percaya diri turnamen itu akan digelar sesuai jadwal,” demikian pernyataan resmi USTA.
Ketiga prinsip yang menjadi pedoman dalam menyelenggarkan turnamen itu adalah terjaminnya kesehatan dan keselamatan, menjadi ajang olahraga yang menarik untuk diselenggarakan, serta memenuhi syarat dalam anggaran.
Di antara beberapa protokol kesehatan yang akan diterapkan USTA adalah menggelar tes kesehatan saat petenis tiba di hotel dan selama turnamen, menempatkan mereka pada hotel yang telah dipilih, mengurangi jumlah anggota tim dan panitia di arena turnamen, serta digelar tanpa penonton.
Namun, menurut Ein, masalah yang dihadapi untuk menggelar turnamen bukan pada rencana membuat lingkungan yang terkontrol. ”Masalah besarnya adalah imigrasi serta peraturan karantina saat datang dan keluar Amerika. Belum ada kejelasan mengenai itu,” ujarnya.
Kedatangan dan kembalinya petenis dari satu negara menjadi masalah krusial dalam karena kompetisi tenis melibatkan peserta dari negara, juga diselenggarakan di banyak negara pada benua berbeda. Karantina selama dua pekan, sekembali dari AS, menjadi kekhawatiran banyak petenis Eropa.
Dijelaskan dalam The New York Times, tingginya kasus Covid-19 di AS membuat Uni Eropa tak mengizinkan warganya melakukan perjalanan ke negara tersebut. Meski AS mengizinkan kedatangan atlet internasional, hingga saat ini tak ada kejelasan tentang peraturan karantina saat atlet tiba.
Selain itu, terdapat pula peraturan yang berlaku regional. Pemerintah Negara Bagian New York, misalnya, memberlakukan peraturan karantina bagi mereka yang datang dari negara bagian lain. Di antara mereka terdapat petenis profesional dari Florida dan California yang menjalani karantina 14 hari ketika mereka tiba di New York.
Meski kecewa dengan pembatalan ATP Washington, Ein berharap kasus ini bisa memperjelas masalah yang belum terpecahkan, yaitu mendatangkan dan memulangkan atlet internasional agar AS dan Perancis Terbuka bisa diselenggarakan. (REUTERS)