Para petenis di ruang ganti Wimbledon 2010 menjadi saksi laga terlama dalam sejarah tenis, antara John Isner melawan Nicolas Mahut. Laga selama lebih dari 11 jam itu menjadikan kedua petenis itu bersahabat.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Memainkan satu laga selama 11 jam 5 menit dalam tiga hari, pada babak pertama Wimbledon 2010, tak hanya menguras fisik John Isner. Mentalnya turut lelah hingga petenis Amerika Serikat itu pun meracau ketika berbicara kepada pelatihnya, Craig Boynton. Laga yang dimenangi Isner atas Nicolas Mahut itu tak hanya menjadi laga terpanjang dalam Wimbledon, tetapi juga yang terlama dalam sejarah tenis.
”Untuk beberapa saat, sekitar satu hingga dua menit, omongannya tak masuk akal. Dia hanya meracau. Itu mengagetkan saya. John bermain melewati limit kemampuannya. Dia melewati rasa sakit dan saya tak pernah melihat itu sebelumnya,” tutur Boynton, dalam laman ATP.
Pria yang pernah melatih mantan petenis nomor satu dunia, Jim Courier, itu mengenang momen ketika dia mendampingi Isner melawan Mahut. Pertandingan tersebut dua kali ditunda oleh wasit Mohamed Lahyani karena tak juga selesai meski terang telah berganti gelapnya malam. Isner akhirnya menang, 6-4, 3-6, 6-7 (7-9), 7-6 (7-3), 70-68, pada 22-24 Juni 2010.
Setelah laga hari kedua dihentikan pada skor 59-59 di set kelima, Boynton bertemu petenis AS lainnya, Andy Roddick, di sekitar All England Club. Roddick menawarkan bantuan.
”CB apa yang kamu perlukan? Kamu perlu fisioterapis untuk malam ini? Apa yang kamu butuhkan? Apa yang kamu butuhkan?” tanya Roddick.
Kebingungan dengan situasi itu, Boynton hanya menjawab tak tahu. ”Oke, kamu butuh makanan,” kata Roddick.
Petenis nomor satu dunia pada 2003 tersebut memang tak asing dengan laga panjang di Wimbledon. Pada final setahun sebelumnya, dia kalah 7-5, 6-7 (6-8), 6-7 (5-7), 6-3, 14-16, dari Roger Federer dalam 4 jam 17 menit. Maka, Roddick pun memberi perhatian kepada rekan senegaranya meski dia baru menjalani pertandingan babak pertama.
Roddick akhirnya mengirim sekitar 12 kantong makanan berisi parmigiana ayam, piza, dan pasta dari restoran Italia San Lorenzo, sekitar 1,5 kilometer dari All England Club. Berdasarkan pengalaman Roddick, Isner perlu tenaga untuk melanjutkan pertandingan hari ketiga. Laga hari kedua dijalani Isner dan Mahut selama 7 jam 4 menit dan pada hari pertama 2 jam 54 menit.
”Pastikan John untuk makan, termasuk jika dia bangun pukul 03.00. Pokoknya, John harus makan, makan, dan makan,” kata Roddick. Boynton akhirnya berterima kasih atas saran itu karena Isner bisa bertahan esok harinya.
Bertahan atau kalah
Selesai dengan berbagi dua set kemenangan pada hari pertama, pertandingan Isner melawan Mahut tampak seperti laga biasa. Pada hari yang sama, Andy Murray dan Rafael Nadal lolos ke babak kedua dengan cukup mudah.
Pada hari itu juga, petenis AS, Michael Russell, untuk pertama kalinya lolos dari babak pertama dalam empat penampilan pada babak utama. Russell bertemu Isner di ruang ganti saat akan berendam air es untuk memulihkan tubuh.
”Saya pikir Isner telah menyelesaikan pertandingan dan dia jawab belum selesai. Kami lalu berbincang beberapa saat, saya mengatakan, ’Sukses untuk besok, kita berjumpa di hari berikutnya’,” tutur Russell, yang baru bertemu Isner lagi tiga hari kemudian.
Pertandingan hari kedua berlangsung dengan situasi Mahut lebih banyak bertahan saat servis, dimulai ketika dia tertinggal, 4-5. Aturannya sederhana, mempertahankan servis berarti bertahan, kehilangan servis artinya kalah.
Mahut menggagalkan match point Isner untuk pertama kalinya pada skor 9-10 melalui servis as ke area T, lalu dua kali saat tertinggal 32-33. Kedua petenis akhirnya mempertahankan servis masing-masing hingga papan skor berhenti pada 47-47.
Pada laga di Lapangan 18, salah satu Lapangan Luar (lapangan selain Lapangan Utama dan Lapangan 1) All England Club, skor memang diset hingga maksimal, 47-47. IBM, sebagai rekanan penyedia teknologi, pun harus mengeset ulang untuk hari berikutnya.
Saat hari mulai gelap, Isner mendapat match point keempat saat unggul, 59-58. Mahut merespons dengan as ke-95. Laga pun kembali ditunda.
”Kami berjuang seperti yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Salah satu di antara kami harus menang,” kata Mahut saat diwawancara sebelum meninggalkan lapangan.
Rodney Marshall, pelatih fisik Isner, bercerita, semua pemain di ruang ganti petenis unggulan menonton laga tersebut melalui televisi, termasuk Roger Federer. ”Semua merasa itu momen tak nyata,” kata Marshall.
Saat membantu memulihkan diri dengan berendam air es dan pijat, Marshall dan Roddick melihat jari kaki Isner memerah seperti terbakar.
Isner dan timnya meninggalkan stadion pada 24 Juni pukul 01.00 dan kembali ke All England Club untuk ”episode ketiga” melawan Mahut, mulai pukul 15.40. Akhirnya, sejak dimulai pada 22 Juni pukul 16.13, pertandingan pun berakhir pada 24 Juni pukul 16.47. Hari ketiga, Isner dan Mahut hanya bermain 1 jam 7 menit.
”Saya lelah. Tetapi, saat Anda harus bermain dalam atmosfer seperti ini, rasa lelah itu hilang,” komentar Isner di depan penonton.
Pertandingan itu akhirnya mendekatkan Isner dan Mahut yang biasanya hanya menyapa dengan kata ”hai” saat bertemu. Apalagi, setahun berikutnya, mereka kembali dipertemukan pada babak yang sama di Wimbledon. Kali ini, Isner menang lebih cepat, 7-6 (7-4), 6-2, 7-6 (8-6).
”Kami sekarang menjadi sahabat. Kami saling menghormati setelah pertandingan itu. Saya yakin, suatu saat, kami akan duduk dan tertawa saat mengingat momen tersebut,” kata Isner.