Satu dekade lalu, Mohamed Lahyani menjadi pelaku sejarah saat memimpin laga tenis babak pertama Wimbledon antara John Isner dan Nicolas Mahut, yang kemudian tercatat sebagai pertandingan tenis terlama di dunia.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Saat mengawali tugasnya pada Wimbledon 2010 dengan memimpin laga babak pertama tunggal putra John Isner melawan Nicolas Mahut, Mohamed Lahyani tak pernah berpikir akan menjadi bagian dari sejarah tenis. Ternyata laga itu akan tercatat sebagai pertandingan tenis terlama di dunia, berlangsung 11 jam 5 menit dalam tiga hari!
”Pada hari pertama, saat laga dimulai, tak ada yang spesial, layaknya pertandingan biasa. Di Wimbledon banyak laga ditunda karena belum selesai saat suasana gelap,” kata Lahyani dalam laman ATP.
Karena tak tergolong istimewa, duel Isner lawan Mahut ditempatkan di salah satu lapangan luar, yakni Lapangan 18, All England Club, London, Inggris. Lapangan luar adalah sebutan untuk arena selain Lapangan Utama dan Lapangan 1, dua lapangan sentral di All England Club.
Laga yang menjadi pertemuan kedua Isner dan Mahut itu dimulai 22 Juni 2010, pukul 18.13 waktu setempat. Dua jam 54 menit kemudian, Lahyani menghentikan laga karena langit mulai gelap. Isner dan Mahut berbagi dua set kemenangan, 6-4, 3-6, 6-7 (7-9), 7-6 (7-3).
”Saya belum berpikir apa-apa saat memulai hari kedua. Di tengah pertandingan, barulah terpikir, ’Ini luar biasa’,” kata Lahyani. Hal itu muncul karena laga set kelima yang harus diselesaikan dengan keunggulan dua gim tanpa tie break, pada 23 Juni, tak juga melahirkan pemenang meski telah berlangsung 7 jam 4 menit. Laga pun kembali ditunda pada skor 59-59.
Di tengah tugas panjangnya, Lahyani mendapat kejutan dari istrinya, Mariam, yang meneleponnya dari Tangier, Maroko. Telepon itu diterimanya hanya 15 menit sebelum laga Isner-Mahut hari ketiga.
”Istri saya mengabarkan hal istimewa, kami akan mempunyai anak laki-laki. Saya pun menjawab, ’Saya akan menyelesaikan tugas dalam satu jam. Setelah itu, kita akan bicara’. Tak dapat dipercaya, dia akhirnya harus menanti tujuh jam lebih lama dari yang saya janjikan,” tutur Lahyani.
Di Tangier, yang berjarak 2.400 kilometer dari London, Mariam tak menyadari bahwa suaminya telah menjadi bagian dari sejarah besar tenis. Setelah berjalan 1 jam 7 menit pada hari ketiga, 24 Juni, laga itu akhirnya melahirkan Isner sebagai pemenang. Momen itu diabadikan dengan sesi foto bersama Isner, Mahut, dan Lahyani di depan papan skor yang menunjukkan angka 6-4, 3-6, 6-7 (7-9), 7-6 (7-3), 70-68.
Lahyani adalah wasit berkebangsaan Swedia kelahiran Maroko yang memiliki sertifikat Gold Badge, kategori tertinggi Federasi Tenis Internasional (ITF) bagi pemimpin pertandingan (chair umpire). Wasit kategori itu berhak memimpin turnamen Tur ATP dan WTA serta Grand Slam.
Di kalangan petenis elite, Lahyani juga dikenal sebagai wasit terbaik. Penglihatannya tajam, hingga tak jarang bisa menilai dengan tepat posisi jatuhnya bola di garis lapangan yang berada jauh darinya.
Dari momen laga terlama itulah, dia berbagi pesan kepada rekan seprofesi yang lebih muda. Dia mengingatkan, pada tahap apa pun tugas memimpin pertandingan, wasit tak boleh menganggap remeh, termasuk jika berlangsung di lapangan paling kecil sekalipun.
”Jangan berpikir bahwa memimpin final adalah yang terbaik, terkadang bertugas pada final justru yang termudah. Pertandingan terbaik saya justru ada pada babak pertama. Maka, perlakukanlah setiap laga dengan sikap profesional yang sama. Setiap pertandingan adalah penting,” pesannya.
Hal itu dicontohkan dengan berusaha keras menjaga fokus saat memimpin laga Isner-Mahut. Lahyani tak ingin tugas panjangnya dirusak oleh kesalahan konyol. Baginya, ketika konsentrasi wasit hilang, meski hanya sepersekian detik, pertandingan pun akan rusak.
Momen unik
Bertugas dalam satu laga selama 11 jam 5 menit tak luput dari kejadian unik dan lucu. Salah satunya adalah saat penonton memberikan tepuk tangan sambil berdiri (standing ovation) ketika Mahut menyamakan skor, 50-50, menjelang akhir hari kedua.
Saat tepuk tangan itu tak juga berhenti, meski Lahyani telah meminta penonton untuk diam, pemain pun harus ikut menenangkan mereka.
Laga ini juga diwarnai insiden papan skor yang terhenti pada skor 47-47 di hari kedua. IBM, sebagai rekanan penyedia teknologi Wimbledon, hanya mengeset hingga skor tersebut untuk lapangan luar. Setelah panitia meminta perubahan, kru IBM mengubah sistem skor pada 23 Juni hingga pukul 23.45.
Hal lain yang juga diingat Lahyani adalah ketika Isner bertanya, ”Mohamed, kau tak merasa ingin pergi ke toilet?”
Selama memimpin laga Isner-Mahut, Lahyani memang tak sekali pun meminta izin ke toilet. Selama set kelima, yang berlangsung 8 jam 11 menit, dia hanya memijat leher atau meregangkan lengan dan kaki untuk mengurangi kekakuan. Suaranya pun sempat serak.
”Saya sangat berkonsentrasi hingga tak punya waktu lagi untuk berpikir tentang makan, minum, ke toilet, dan yang lainnya,” katanya.
Lahyani mengatakan, terciptanya rekor dari laga Isner-Mahut adalah juga kerja keras hakim garis dan pemungut bola. ”Ini berkat kerja sama semua yang terlibat,” katanya. (Bersambung)