Manchester City selamat dari kerugian yang sangat besar setelah dinyatakan tidak melanggar aturan ”financial fair play”. Mereka tetap bisa tampil di kompetisi Eropa dan menjaga reputasi.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LAUSANNE, SENIN — Manchester City musim ini gagal mempertahankan gelar juara Liga Inggris, tetapi meraih kemenangan besar pada ”laga” melawan UEFA. Masa depan dan reputasi City terselamatkan setelah pengajuan banding terhadap kasus pelanggaran financial fair play dikabulkan oleh Pengadilan Arbitrase Olahraga atau CAS, Senin (13/7/2020).
Putusan CAS itu menggugurkan sanksi yang dijatuhkan UEFA terhadap City pada 14 Februari 2020 berupa larangan tampil di Liga Champions (atau kompetisi Eropa lainnya) dua musim ke depan dan denda 30 juta euro (Rp 490 miliar). Padahal, UEFA menuduh City melakukan pelanggaran serius.
Kasus ini terungkap ketika majalan Der Spiegel di Jerman memublikasikan dokumen City yang bocor pada November 2018. Dokumen itu mengungkap dugaan City menyiasati aturan financial fair play (FFP) yang dibuat UEFA untuk mengendalikan pengeluaran klub anggota UEFA.
Berdasarkan dokumen yang kemudian menjadi pertimbangan UEFA menjatuhkan sanksi itu, City berupaya merekayasa angka kesepakatan dengan sponsor periode 2012-2016. City terus membantah tuduhan tersebut dan mengajukan banding ke CAS.
Dalam putusannya, CAS menyatakan, tuduhan terhadap City itu tidak terbukti dan kedaluwarsa. Aturan FFP UEFA meliputi ketentuan bahwa penuntutan terhadap suatu kasus tidak bisa dilakukan untuk kasus yang terjadi lebih dari lima tahun. CAS hanya menyatakan City bersalah karena tak bekerja sama dengan pihak UEFA.
Selain memperbolehkan City tampil di Liga Champions, CAS juga mengurangi denda yang harus dibayar City menjadi 10 juta euro atau Rp 163 miliar. Mendiang penyelidik UEFA, Jean-Luc Dehaene, seperti ditulis The Independent, pernah mengatakan sanksi larangan tampil di Liga Champions bagi sebuah klub ibarat bom atom karena kerugian yang dialami klub tersebut sangat besar. City, dalam hal ini, telah berhasil melumpuhkan bom tersebut.
Pakar keuangan sepak bola dari Universitas Sheffield Hallam, Rob Wilson, mengatakan kepada BBC, City berpotensi kehilangan hingga 230 juta euro (Rp 3,7 triliun) jika dilarang tampil di Liga Champions selama dua musim. ”Dampaknya sangat besar sehingga City selama ini bersikeras tidak bersalah,” kata Wilson.
Sanksi itu juga berpeluang menciptakan eksodus karena beberapa pemain pilar City, seperti Kevin De Bruyne dan Raheem Sterling, sempat galau. ”Saya akan berpikir kembali ketika putusan ini keluar. (Hukuman) dua tahun sangat lama, tetapi jika hanya satu tahun, saya masih sanggup,” kata De Bruyne pada Mei lalu, seperti dikutip The Guardian.
Kredibilitas UEFA
Sebaliknya, putusan CAS ini menampar wajah UEFA dan aturan FFP yang mereka bangun sebelas tahun silam. Dengan lolosnya City dari hukuman berat, kredibilitas sistem FFP itu kemudian kembali dipertanyakan efektivitasnya.
Di media sosial, tagar #RIPFFP bergema. Putusan CAS ini justru menimbulkan sentimen bahwa City sebagai klub yang didukung dana besar dari Uni Emirat Arab bisa ”mengatasi” segala masalah. Aturan FFP dinilai tunduk terhadap klub-klub kaya. ”Sulit melihat aturan FFP ini bisa bertahan,” tulis mantan pemain sepak bola Inggris, Gary Lineker di Twitter.
Sesaat setelah CAS mengeluarkan keputusan tersebut, UEFA mengunggah pernyataan resmi untuk menegaskan pentingnya peran FPP.
”Selama beberapa tahun terakhir, FFP telah memainkan peran penting dalam melindungi klub dan membantu keuangan mereka menjadi stabil. UEFA dan Asosiasi Klub Eropa (ECA) tetap berkomitmen pada prinsip ini,” tulis UEFA.
Sementara Presiden La Liga (Liga Spanyol) Javier Tebas mengkritik CAS dan mengatakan badan tersebut perlu diperiksa ulang. ”Swiss (tempat CAS berada) merupakan negara dengan sejarah arbitrase terbaik. Namun, CAS tidak mampu memenuhi standar,” ujar Tebas dikutip ESPN.
Pada Maret lalu, Presiden UEFA Aleksander Ceferin memberi sinyal bahwa aturan FPP berpeluang diperbaiki. ”Tim ahli sedang mendiskusikannya, tetapi saya rasa perubahan itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat,” katanya.
Persaingan ketat
Di Liga Inggris, keputusan CAS ini membuat perebutan tiket Liga Champions bertambah ketat. Jika City tetap tampil di Liga Champions, mereka untuk sementara menggenggam satu tiket yang didapat dari posisi kedua klasemen. Masih tersisa dua tiket lainnya bagi tim peringkat ketiga dan keempat.
Jika City tetap mendapat hukuman larangan tampil di Eropa dan mereka tetap berada di posisi kedua klasemen, tim peringkat keempat dan kelima berhak mendapat tiket Liga Champions. Begitu pun dengan pembagian jatah tiket Liga Europa bisa sampai ke tim peringkat ke-9 dengan skenario tertentu.
Keputusan CAS ini pun menjadi kabar buruk bagi tim-tim yang masih kesulitan menembus peringkat empat besar. Tim besar, seperti Manchester United yang kini berada di peringkat kelima, juga otomatis merasa tidak aman. (AP/AFP/REUTERS)