Potensi ”Bom Waktu” di Liga 1 Indonesia
Selain protokol kesehatan, penyelenggaraan kembali Liga 1 2020 juga perlu memperhatikan aspek finansial. Dengan aturan laga tanpa penonton, klub-klub kini sangat menggantungkan sumber pendapatannya dari subsidi PT LIB.
Rencana PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) menyelenggarakan kembali Liga 1 2020 mulai 1 Oktober mendatang ibarat menyalakan bom waktu. Liga memang diperlukan untuk pembinaan pemain dan menghidupkan kembali ekonomi sepak bola nasional. Namun, di sisi lain, digelarnya kembali Liga 1 berpotensi menjerumuskan klub peserta ke krisis finansial.
Untuk memulai kembali Liga 1, PSSI telah menyiapkan sejumlah hal, terutama dari aspek kesehatan. PSSI telah menyiapkan protokol kesehatan yang mengatur hal-hal mulai dari latihan tim, persiapan jelang pertandingan, hingga pelaksanaan setiap laga. Selain itu, PSSI dan PT LIB juga telah menerapkan sejumlah aturan baru.
Pertama, PSSI mempersilakan klub melakukan negosiasi ulang kontrak dengan para pelatih dan pemain. Bahkan, klub dianjurkan memberikan gaji maksimal 50 persen dari nilai kontrak yang telah disepakati pada awal tahun ini. Kedua, PSSI juga memastikan Liga 1 2020 tidak menerapkan degradasi.
Ketiga, PT LIB telah menetapkan jadwal laga Liga 1, yaitu mulai 1 Oktober 2020 hingga 28 Februari 2021. Keempat, lanjutan liga dimulai dari laga pekan keempat dan dipusatkan di Pulau Jawa. Alhasil, tim dari luar Jawa, yaitu Bali United FC, PSM Makassar, Persipura Jayapura, Borneo FC, Barito Putera, dan Persiraja Banda Aceh, harus hijrah untuk bermukim dan menggelar laga kandang sementara di Yogyakarta.
Dari sisi ekonomi, PSSI dan PT LIB sepakat memberikan tambahan subsidi Rp 800 juta untuk setiap klub. Sebelumnya, PT LIB telah berkomitmen memberikan subsidi Rp 5,2 miliar kepada 16 klub Liga 1. Khusus Persiraja dan Persipura, yang melakukan perjalanan laga tandang terjauh, akan menerima Rp 5,7 miliar.
Kepastian bergulirnya kembali Liga 1, yang terhenti sejak Maret lalu akibat pandemi Covid-19, disambut baik mayoritas klub. Persiraja Banda Aceh, yang awalnya berharap Liga 1 bisa berlangsung dengan kehadiran penonton dan bisa tetap berlaga di Aceh, lantas legawa dengan keputusan tersebut.
Sekretaris Umum Persiraja Rahmat Djailani menuturkan, pihaknya siap menjadi tim musafir di Yogyakarta karena Pemerintah Provinsi Aceh belum mengizinkan adanya kegiatan massal. Kondisi itu, tambahnya, dipastikan menutup pemasukan utama Persiraja, yaitu tiket pertandingan dan dana sponsor dari lembaga-lembaga di Aceh.
Maka itu, Rahmat mengatakan, pihaknya telah menyampaikan sejumlah permintaan kepada PSSI dalam rapat virtual dengan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, bulan lalu. Persiraja meminta uang subsidi tambahan dari yang direncanakan Rp 800 juta menjadi Rp 1,2 miliar-Rp 1,5 miliar. Sebab, dana hak komersial dari PT LIB menjadi satu-satunya pemasukan Persiraja untuk menjalani kompetisi, terutama membayar gaji pemain dan pelatih.
Bisa bangkrut
Lalu, tim ”Laskar Rencong” juga berharap PSSI menepati komitmennya menanggung biaya penginapan klub dari luar Jawa selama di Yogyakarta. Selain itu, lanjut Rahmat, pihaknya berharap tidak perlu membayar sewa stadion selama laga kandang di Yogyakarta. Adapun Persiraja akan mengajukan Stadion Maguwoharjo di Sleman sebagai markas sementara tim.
Kalau kami harus sewa stadion dan menanggung biaya hotel selama empat bulan di Yogyakarta, kami akan bangkrut di tengah jalan.(Rahmat Djailani)
”Kalau kami harus sewa stadion dan menanggung biaya hotel selama empat bulan di Yogyakarta, kami akan bangkrut di tengah jalan. Pemilik klub tentu telah berkorban selama ini. Namun, sulit bagi kami melanjutkan liga jika uang yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan pemasukan,” ucap Rahmat yang dihubungi di Jakarta, Minggu (12/7/2020).
Presiden Borneo FC Nabil Husien meminta PT LIB segera melunasi tiga bulan dana subsidi, yaitu April-Juni. Menurut Nabil, PT LIB baru melunasi dana subsidi tahap pertama Rp 520 juta pada Mei lalu. Padahal, jadwal pembayaran subsidi tahap pertama itu adalah Maret 2020.
”Sebelum membahas subsidi baru di lanjutan Liga 1, saya berharap subsidi lama diselesaikan terlebih dahulu. Klub telah mengikuti arahan PSSI untuk membayar gaji maksimal 25 persen pada Maret hingga Juni. Maka, saya berharap PT LIB juga segera menunaikan tanggung jawabnya,” kata Nabil.
Baca juga: Mayoritas Klub Bersiap Lanjutkan Kompetisi
Nabil pun memastikan manajemen ”Pesut Etam” telah sepakat dengan semua pemain dan pelatih terkait arahan PSSI soal renegosiasi kontrak 50 persen dari nilai kontrak yang ditandatangani jelang Liga 1, awal tahun ini. Gaji hasil negosiasi ulang itu akan mulai diberikan September 2020.
Ketiadaan kompetisi sejak Maret lalu telah berimbas besar bagi seluruh pihak yang terlibat. PSSI dan PT LIB dipastikan tidak menerima pemasukan dari sejumlah sponsor Liga 1 2020. Total nilai kontrak sponsor dan hak siar dari Liga 1 2020 mencapai sekitar Rp 410 miliar. Namun, pembayaran kontrak itu dilakukan beberapa tahap berdasarkan durasi pelaksanaannya. Adapun liga itu baru berjalan tiga pekan sejauh ini.
Menurut Iriawan, Liga 1 2020 digulirkan kembali dengan tiga pertimbangan, yaitu untuk mendukung kampanye normal baru pemerintah, menyiapkan tim nasional agar bisa kompetitif jelang turnamen internasional, dan menggerakkan roda perekonomian.
”Dengan bergulirnya kembali liga, maka pelatih, pemain, dan komponen lain di klub akan mendapat pemasukan. Sponsor pun akan mengucurkan kembali dana,” kata Iriawan.
Menurut Kepala Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Mohamad D Revindo, kompetisi memberikan dampak masif bagi perputaran roda ekonomi di ekosistem sepak bola nasional. Ketika kompetisi berjalan, lanjutnya, pertandingan di stadion dan siaran laga di televisi menjadi dua sumber utama aktivitas perekonomian.
Apabila kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia tidak berjalan dalam kurun waktu satu tahun, potensi kehilangan ekonomi mencapai sekitar Rp 2,6 triliun. Jumlah paling banyak bersumber dari jasa penyiaran dan pemrograman sebesar Rp 423 miliar, perdagangan di luar kendaraan Rp 383 miliar, dan jasa telekomunikasi Rp 210 miliar.
Kepastian jadwal
Bagi klub besar seperti Persib Bandung, kepastian jadwal baru Liga 1 memberikan kelegaan. Sebab, jadwal baru liga sangat berpengaruh terhadap kelanjutan kerja sama dengan sponsor.
Teddy Tjahjono, Direktur PT Persib Bandung Bermartabat, mengatakan, pihaknya akan berkomunikasi kembali dengan 12 sponsor yang telah mendukung ”Maung Bandung” pada musim ini. Ia optimistis semua sponsor bisa memahami situasi sulit akibat pandemi dan bisa melanjutkan kerja sama dengan Persib pada sisa musim ini.
Aturan lanjutan liga yang tanpa penonton, lanjut Teddy, akan mengurangi pemasukan klub. Hal itu membuat Persib akan menggantungkan pemasukannya dari dana sponsor, penjualan cendera mata, dan subsidi PT LIB.
”Di sisi lain, pengeluaran kami juga bertambah, salah satunya karena harus melaksanakan tes usap Covid-19 kepada pemain dan pelatih sesuai aturan protokol kesehatan. Maka itu, kami akan berkreasi untuk mendapatkan sumber penghasilan tambahan,” ujar Teddy.
Kondisi finansial menjadi salah satu poin yang membuat Persebaya Surabaya keberatan Liga 1 digelar kembali pada masa pandemi. Presiden Persebaya Azrul Ananda berkata, PT LIB memiliki kewajiban membicarakan masalah finansial itu secara detail kepada klub sebelum menyelenggarakan kembali Liga 1 2020. Pasalnya, klub-klub Liga 1 adalah pemilik mayoritas atau 99 persen saham PT LIB.
Penalti finansial
Ia mengungkapkan, pelaksanaan kompetisi yang dipusatkan di Pulau Jawa belum tentu menjadi solusi ideal bagi klub, terutama dari luar Pulau Jawa. ”Jangan sampai pelaksanaan kelanjutan kompetisi tidak disiapkan secara matang sehingga bergulirnya liga mengakibatkan penalti finansial bagi klub,” tutur Azrul kemudian.
Hasani Abdulgani, pakar pemasaran olahraga, mengatakan, subsidi akan menjadi sumber utama pemasukan klub, khususnya yang sangat bergantung pada pemasukan tiket penonton. ”PT LIB harus terbuka dan jujur di awal sebelum liga dimulai kembali untuk memastikan jumlah subsidi yang sanggup diberikan kepada 18 klub. Dengan demikian, klub-klub bisa menghitung dampak finansial dari keterlibatan mereka di liga. Kalau tidak, hal itu akan menjadi bumerang bagi PT LIB dan klub,” ujar Hasani yang juga menjabat anggota Komite Eksekutif PSSI.
Hasani menilai, PT LIB juga harus memberikan jaminan kepada klub untuk kembali menjalani kompetisi secara normal, yaitu membolehkan kehadiran penonton dan pulangnya klub dari luar Jawa ke daerahnya jika pandemi telah mereda.