Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo pada 2021 menghadapi tantangan baru setelah mulai melewati masa krisis akibat pandemi. Tantangan itu berpotensi membatalkan Olimpiade.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
TOKYO, RABU — Tiga bulan setelah mengumumkan penundaan, Olimpiade Tokyo 2020 yang dijadwalkan berlangsung 23 Juli-8 Agustus 2021 masih penuh dengan teka-teki. Meskipun kondisi di ibu kota Jepang itu mulai kembali normal, banyak tantangan baru yang bisa menjegal keberlangsungan Olimpiade, mulai dari faktor persiapan, ekonomi, hingga politik.
Kabar baik disampaikan Presiden Komite Olimpiade Jepang (JOC) Yasuhiro Yamashita. Dia mengabarkan kepada federasi olahraga internasional dan komite olimpiade nasional negara lain bahwa Tokyo berangsur pulih dari pandemi Covid-19 yang membuat Olimpiade ditunda setahun.
”Kami perlahan melangkah keluar untuk mulai kembali kehidupan sosial kami, menyeimbangkan langkah pencegahan untuk Covid-19 dengan kegiatan sehari-hari. Komunitas olahraga juga sudah berjalan dengan sangat hati-hati,” kata Yamashita pada Selasa (23/6/2020), seperti dikutip Kyodo News.
Pusat Pelatihan Nasional di Tokyo yang digunakan atlet top Jepang telah dibuka kembali pada 27 Mei. Liga bisbol profesional berlangsung tanpa penonton, disusul liga sepak bola profesional yang akan berlangsung Juli. JOC dan Panitia Penyelenggara Tokyo 2020 melihat ini sebagai langkah maju penyelenggaraan Olimpiade.
Di sisi lain, situasi Tokyo yang mulai membaik tidak serta-merta membuat tuan rumah bisa menatap Olimpiade dengan tenang. Pekan lalu, anggota Dewan Eksekutif Tokyo 2020, Haruyuki Takahashi, menyatakan, waktu persiapan tidak akan cukup untuk menyelenggarakan ajang pada musim panas tahun depan.
”Prioritas utama saat ini adalah menyatukan upaya agar Olimpiade pada musim panas 2021 bisa ditunda. Kami harus memulai aksi sekali lagi untuk mendapatkan penundaan itu,” kata Takahashi kepada Japan Today, pekan lalu.
Pertimbangannya, dengan setahun tersisa, masih sangat kompleks untuk menyelenggarakan multiajang sebesar Olimpiade. Salah satunya mengumpulkan belasan ribu orang di perkampungan atlet dengan aman. Kondisi akan jauh lebih sulit bila vaksin belum ditemukan.
Tokyo akan berubah menjadi cawan petri dengan orang yang datang dari seluruh dunia. Tidak ada jaminan ajang ini akan berlangsung dengan aman di Tokyo.
Hal itu pun memicu ketidakpastian antara Olimpiade tetap berlangsung sesuai jadwal baru, ditunda lagi, atau justru batal. Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach menyatakan tidak menyiapkan opsi lain. Penyelenggaraan pada musim panas 2021 adalah pilihan terakhir.
Pemilihan Gubernur
Olimpiade pun menghadapi musuh lain, yaitu pemilihan umum gubernur Jepang pada 5 Juli nanti. Sang petahana Yuriko Koike merupakan pendukung besar terwujudnya Olimpiade. Namun, tidak dengan empat kandidat lain.
Taro Yamamoto, aktor terkenal yang terjun menjadi politisi, menyatakan Olimpiade harus dibatalkan. Pembatalan bisa mengurangi biaya yang harus ditanggung Tokyo. Biaya itu bisa dialihkan untuk membantu warga ibu kota yang menghadapi kejatuhan ekonomi akibat pandemi.
”Olimpiade harus dibatalkan. Tokyo akan berubah menjadi cawan petri dengan orang yang datang dari seluruh dunia. Tidak ada jaminan ajang ini akan berlangsung dengan aman di Tokyo. Dan, (sampai sekarang) kami tidak memiliki vaksin untuk Covid-19,” kata Yamamoto.
Calon gubernur lain, pengacara senior Kenji Utsunomiya, juga meminta Olimpiade dibatalkan dengan pertimbangan medis dari ahli penyakit infeksi. Sementara itu, dua kandidat lain melihat ajang multicabang tersebut perlu ditunda hingga 2-4 tahun.
Dari sisi ekonomi, memaksakan Olimpiade berlangsung sama dengan bencana ekonomi bagi ”Negeri Matahari Terbit”. Ekonom dari Universitas Dokkyo, Takuro Morinaga, memperkirakan penyelenggaraan membutuhkan biaya ekstra hingga lebih dari Rp 50 triliun. Biaya itu termasuk untuk menyiapkan protokol kesehatan dan keselamatan yang tidak murah.
Masalahnya, ekonomi Jepang sedang terguncang akibat pandemi. Menurut para ekonomi, dibutuhkan setidaknya tiga tahun bagi Jepang untuk bisa pulih. ”Tetap menyelenggarakan Olimpiade akan menjadi kehilangan besar. Membatalkan Olimpiade bisa mengurangi kehilangan itu bagi Jepang,” kata Morinaga.
Koike menyadari, Olimpiade memang tidak mudah diwujudkan. Terutama ketika berbicara tentang anggaran besar di tengah kesulitan ekonomi warga. ”Kita harus bisa menjelaskan kepada masyarakat Tokyo dan mendapat pengertian dari mereka,” katanya.
Meski begitu, petahana yang diunggulkan kembali terpilih itu meyakini masyarakat akan mendukung penuh saat Olimpiade berlangsung. Seperti yang disampaikan IOC, Olimpiade akan menjadi selebrasi masyarakat setelah berjibaku dengan pandemi.
”Masih banyak persoalan yang harus diselesaikan. Namun, ketika ini menjadi tujuan utama dunia, yang menjadi pembuktian kemenangan atas Covid-19 tentu akan menjadi sangat berarti. Sekarang, kami sedang berlomba dengan waktu,” tutur Koike. (AP)