Pandemi Covid-19 membuat perkembangan sebagian besar tim terhenti, bahkan mundur. Tidak terkecuali Liverpool yang sudah mendekati trofi Liga Inggris.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·5 menit baca
LIVERPOOL, SENIN - Upaya Liverpool untuk segera mengunci gelar juara Liga Inggris pada pekan ini ternyata lebih sulit dari yang mereka bayangkan. “Si Merah” masih harus mencari irama permainan yang pernah mereka miliki selama paruh pertama musim ini.
Laga derbi Merseyside melawan Everton di Stadion Goodison Park, Senin (22/6/2020) dini hari WIB, memperlihatkan Liverpool yang masih canggung di lapangan. Mereka tetap punya energi yang besar dan kemampuan untuk mendominasi permainan seperti pada lagasebelumnya, tetapi tidak bisa membobol gawang tetangganya itu. Laga pun berakhir 0-0.
”Saya suka intensitas yang diberikan pemain, bagaimana mereka menekan. Namun, saya tidak melihat irama (seperti biasanya) dan kami tidak bisa memaksakan itu,” ujar manajer Liverpool, Juergen Klopp. Para pemain sudah mampu bertahan dengan baik, tetapi tim masih harus mencari irama yang pas saat menyerang.
Klopp menyadari pengaruh pandemi Covid-19 terhadap timnya begitu besar. Setelah tidak bertanding selama sekitar 3,5 bulan, para pemain harus beradaptasi lagi. Padahal, sebelum kompetisi dihentikan karena pandemi, performa Liverpool sudah mulai memburuk.
Kembali ke awal Maret lalu, Si Merah menelan kekalahan pertama di Liga Inggris musim ini dari Watford. Tiga hari kemudian mereka disingkirkan Chelsea pada babak 16 besar Piala FA. Peluang mempertahankan gelar juara Liga Champions pun lenyap setelah disingkirkan Atletico Madrid, juga pada babak 16 besar.
Pandemi praktis menambah berat pekerjaan Klopp dalam mengembalikan performa tim sejak laga terakhir melawan Atletico itu. Alih-alih bisa berlatih lebih keras untuk memperbaiki kesalahan, tim justru dipaksa berada di rumah dan berlatih sebisanya. Akibatnya bisa terlihat di Goodison Park.
”Everton jelas ingin memberi kami tambahan masalah dan mereka melakukannya,” kata Klopp. Pada laga derbi Merseyside yang ke-236 itu, Everton tampil dengan pertahanan solid dan berhasil mematahkan setiap serangan yang dibangun Liverpool.
Bek Everton, Seamus Coleman, menjadi sosok sentral keberhasilan lini belakang tim. Bek asal Republik Irlandia itu melakukan empat tekel dan mengembalikan penguasaan bola tim sebanyak delapan kali. Peran penting Coleman malam itu adalah membungkam sayap serang Liverpool, Sadio Mane.
Everton beruntung karena daya serang Liverpool pada laga itu berkurang dengan absennya Mohamed Salah dan Andy Robertson. Salah hanya duduk di bangku cadangan selama laga dan Robertson sama sekali tidak masuk skuad. Klopp mendapat pesan dari departemen kesehatan klub bahwa fisik kedua pemain itu belum siap.
Posisi Salah digantikan Takumi Minamino, sedangkan posisi Robertson ditempati James Milner. Perubahan ini membuat Liverpool kehilangan kecepatan dan akselerasi yang dibutuhkan tim saat menyerang.
Minamino, pemain asal Jepang, sebenarnya sudah mampu memberi tekanan dari sisi kanan. Namun, ia kurang beruntung karena Klopp terlalu cepat menggantinya dengan Alex Oxlade-Chamberlain pada menit ke-46.
Klopp menegaskan, pergantian itu bukan karena Minamino tampil buruk, tetapi caranya memanfaatkan aturan pergantian lima pemain per laga. Ia tidak ingin menunggu pemain lelah sebelum menggantinya, tetapi ia punya ide untuk menghidupkan permainan. Chamberlain berhasil memenuhi tanggung jawab itu.
Adapun tanpa Robertson, Liverpool kehilangan ”motor” untuk membawa bola maupun menghidupkan serangan dari sisi kiri. Jose Mourinho, ketika masih melatih Manchester United, pernah terkesan dengan energi yang dimiliki Robertson. ”Saya lelah hanya melihat Robertson. Dia melakukan sprint setiap menit. Luar biasa,” kata Mourinho pada akhir 2018.
Praktis, dengan pemain yang ada dan irama yang belum terbangun, LIverpool hanya berhasil menguasai bola. Mereka melakukan total 10 tembakan dan hanya tiga tendangan tepat mengarah ke gawang Everton. ”Kami jelas kecewa karena kami datang ke sini untuk mendapatkan tiga poin,” ujar kapten Liverpool, Jordan Henderson.
Pesta bisa tertunda
Kekecewaan itu terutama karena Liverpool terancam menunda pesta perayaan gelar juara Liga Inggris yang telah mereka nantikan selama 30 tahun. Awalnya mereka berharap bisa mengalahkan Everton lalu mengunci gelar juara dengan mengalahkan Crystal Palace di Stadion Anfield, Kamis (25/6/2020) dini hari WIB.
Hasil imbang di Goodison Park membuat Liverpool baru bisa mengunci gelar juara liga jika mengalahkan Palace dan satu syarat tambahan, yaitu City gagal mengalahkan Burnley pada laga Selasa (23/6) dini hari WIB. Saat ini Liverpool memiliki 83 poin di puncak klasemen dan City sebelum menghadapi Burnley memiliki 60 poin.
Sebelum menghadapi Burnley, City masih berpeluang mengumpulkan total 87 poin jika memenangi 9 laga tersisa. Jika City selalu menang hingga akhir musim, Liverpool butuh lima poin dari delapan laga tersisa untuk mengumpulkan total 88 poin dan memastikan gelar juara. Skenario terakhir, ketika Liverpool dan City selalu meraih kemenangan, kedua tim akan bertemu pada laga penentuan pada awal Juli.
Meski skenario pesta bisa berubah, bek Liverpool Virgil Van Dijk, tetap berpikir positif. ”Tentu kami ingin menang tetapi kami tetap bisa mendekati trofi (dengan tambahan satu poin),” ujar bek asal Belanda ini.
Van Dijk, Henderson, dan Klopp tetap bersyukur mereka memiliki Alisson Becker yang menjaga gawang dengan baik. Alisson berhasil melakukan penyelamatan penting pada babak kedua ketika Everton memiliki peluang dari Dominic Calvert-Lewin dan Tom Davies. Jika saat itu Alisson gagal, Everton akan menikmati kemenangan pertama atas Liverpool dalam satu dekade terakhir.
Jika Liverpool kecewa, manajer Everton Carlo Ancelotti mengaku sangat bangga melihat hasil laga ini. “Kami kurang beruntung. Tetapi jujur saja, hasil imbang ini sangat pantas. Penampilan tim kami sangat bagus dan ini menjadi alasan kami untuk merasa puas,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)