Wabah Covid-19 Belum Berakhir, Pengelolaan Mental Petembak Berlanjut
Penguatan mental atlet menembak menjadi perhatian utama pelatih selama masa pandemi Covid-19. Selain untuk menghindari kejenuhan, pelatih punya banyak waktu karena tidak ada kejuaraan yang harus diikuti.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kunci utama peningkatan grafik petembak adalah memacu mental agar selalu melakukan tembakan terbaik selama latihan, apalagi pertandingan. Hal itu menjadi fokus utama PB Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Seluruh Indonesia atau Perbakin kepada para petembak pelatnas di masa wabah Covid-19. Karena wabah belum berakhir dan memicu tidak adanya perlombaan reguler, PB Perbakin pun akan terus melanjutkan program tersebut.
Petembak spesialis 10 meter air rifle pelatnas Fathur Gustafian di Jakarta, Kamis (18/6/2020), mengatakan, selama tiga bulan ini, tim pelatih pelatnas nomor senapan, terutama pelatih asal Iran, Ebrahim Inanlou atau Ali Reza, berusaha lebih meningkatkan mental atlet. Mereka didorong melakukan tembakan terbaik di setiap kesempatan melepaskan peluru. Hal itu harus menjadi kebiasaan agar terus dipraktikan saat latihan dan pertandingan.
”Selama wabah Covid-19 ini, pelatih tidak terlalu banyak menggenjot teknik dan fisik. Mereka lebih banyak membina mental. Sebab, kalau terlalu fokus ke teknik, pelatih khawatir atlet terlalu cepat mencapai puncak performa. Padahal, dalam waktu dekat tidak ada perlombaan reguler. Kalau itu terjadi, dampaknya akan negatif ke atlet. Sebab, atlet tidak ada tempat (perlombaan) untuk melepas adrenalin setelah mencapai puncak performa,” ujar petembak yang bersama petembak putri Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba itu meraih emas 10 m air rifle ganda campuran pada SEA Games 2019.
Program pembinaan mental itu dilakukan lewat sejumlah variasi latihan. Salah satunya melalui mini games, yakni atlet diwajibkan menembak skor 10,7 dari total skor 10,9 poin sebanyak lima kali beruntun sebelum mengakhiri latihan. Kalau belum bisa melakukan kewajiban itu, enam atlet putri dan lima atlet putra pelatnas nomor senapan angin belum bisa berhenti menembak.
Walau terkesan sederhana, mini games itu sangat melelahkan. Setelah berlatih normal dari pukul 08.00-13.30 per hari selama Senin-Jumat, tugas mereka bertambah menyelesaikan games tersebut. Padahal, menembak 10,7 poin itu cukup sulit, apalagi lima kali beruntun.
Biasanya, mini games itu tuntas dalam waktu 30 menit. ”Pelatih tak segan memberikan hadiah jika ada atlet berhasil menembak skor 10,9 poin atau skor sempurna di setiap tembakan. Menembak skor itu tak gampang, peluangnya hanya 1 persen per tembakan,” kata Fathur.
Berkat cara itu, lanjut Fathur, kemampuan para petembak pelatnas nomor senapan angin kian berkembang. Fathur contohnya, rata-rata skor menembaknya meningkat dari 10,2-10,3 poin menjadi 10,4-10,5 poin selama tiga bulan terakhir. Puncaknya, dia bisa mencapai skor 631,7 poin pada latihan dan kejuaraan menembak daring pertama di awal Mei lalu.
Skor itu melampaui rekor pribadinya yang juga rekor nasional 626 poin pada Kejuaraan Nasional Menembak Piala Sintong Panjaitan, September 2019 di Jakarta. ”Karena dibiasakan untuk menembak skor tertinggi, lama-lama skor tembakan kami pun meningkat dan stabil di skor lebih tinggi dari sebelumnya,” tutur Fathur.
Efek positif pembinaan mental itu dirasakan juga oleh Vidya. Rata-rata skor menembak atlet peraih emas 10 m air rifle putri SEA Games 2019 itu meningkat dari 10,3 poin menjadi 10,4 poin. Karena itu pula, dia bisa mencapai skor menembak 628 poin pada latihan dan kejuaraan menembak daring ketiga pada Minggu (14/6).
Skor itu melampaui rekor pribadi Vidya, 625 poin, saat memastikan tiket ke Olimpiade Tokyo 2020 pada Kejuaraan Dunia Menembak 2019 di Doha, Qatar. ”Tetapi, saya belum puas. Skor itu hanya tercapai di latihan dan kejuaraan daring yang bukan kejuaraan resmi. Saya berharap bisa mencapai skor seperti itu pada kejuaraan reguler. Di kejuaraan normal, kita bertatap muka langsung dengan lawan dan ada tekanan penonton. Kalau bisa mencapai skor seperti itu pada kejuaraan normal, baru saya percaya diri sudah berkembang,” ujarnya.
Harus kreatif
Ketua Komisi Kepelatihan dan Pendidikan Bidang Target PB Perbakin Glenn C Apfel menuturkan, di masa pandemi Covid-19, tim pelatih pelatnas menembak harus kreatif membuat program yang tidak menjenuhkan, juga bisa meningkatkan kemampuan para atlet. Apalagi petembak nomor senapan angin hanya statis pada satu posisi dan menguras konsentrasi. ”Kalau tidak ada program yang segar, atlet cepat bosan dan kemampuan menembaknya pasti akan mentok, bahkan bisa turun,” katanya.
Tak hanya meningkatkan mental, sasaran tim pelatih juga pada pengembangan teknik atau skill dan fisik atlet. Selain mini games di pengujung latihan, tim pelatih beberapa kali membuat program penyegaran. Sebelum bulan Ramadhan, para atlet diajak berburu di kawasan Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.
Tiga pekan terakhir, para petembak nomor senapan angina itu beralih latihan ke nomor senapan api. Beberapa kali pula mereka berekreasi bersama dengan memancing. Selain menjaga mental, program itu juga secara tidak langsung mengasah skill dan fisik para atlet.
”Saat berburu, secara tidak langsung, fisik dan konsentrasi atlet terlatih karena harus memanggul senjata lebih berat dan mengejar buruan. Saat berlatih senapan api, otot tubuh lain kian terbina karena posisi menembak senapan angin dan senapan api sangat berbeda. Saat memancing, kesabaran yang kian terasah. Semua itu dibutuhkan dalam perlombaan menembak senapan angin,” tutur Glenn.
Dalam waktu dekat, Glenn menyampaikan, tim pelatih berencana memindahkan tempat latihan pelatnas senapan angin dari Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, ke Bandungagar atlet tidak jenuh dan mental mereka terjaga. ”Selama wabah Covid-19 ini, tim pelatih harus pandai menjaga psikologis atlet karena kemungkinan tidak ada kejuaraan reguler sampai akhir tahun ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Ali Reza mengutarakan, mental adalah kunci prestasi petembak. Pada dasarnya, skill para petembak Indonesia tidak kalah dengan petembak negara lain. Yang menjadi pembeda adalah mental petembak Indonesia belum terlatih.
”Karena wabah Covid-19 ini, kita punya banyak waktu untuk membenahi kekurangan para atlet. Lagi pula, tidak ada kejuaraan reguler yang harus dikejar. Untuk itu, kami berupaya untuk meningkatkan mental menembak para atlet di masa yang longgar ini,” kata mantan pelatih senapan tim nasional menembak Iran tersebut.