Petenis bintang yang akan menjadi peserta turnamen AS Terbuka di New York masih tanda tanya. Sejumlah petenis bintang masih ragu mengikuti salah satu dari empat turnamen Grand Slam tersebut dengan berbagai alasan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
NEW YORK, SELASA — Izin dari Pemerintah New York untuk penyelenggaraan Amerika Serikat Terbuka bisa menjadi pengobat rindu petenis pada turnamen profesional. Namun, perbedaan pendapat tentang salah satu dari empat Grand Slam itu membuat peserta AS Terbuka masih menjadi tanda tanya.
”AS Terbuka akan digelar di Queens, New York, tanpa penonton pada 31 Agustus-13 September. USTA akan mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi pemain dan staf, termasuk melakukan tes, menambah aktivitas pembersihan lapangan, menambah loker, serta menyiapkan penginapan dan transportasi. Penonton tetap bisa menyaksikannya melalui TV. Saya juga akan melakukan itu,” ujar Gubernur New York Andrew Cuomo dalam akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020).
Sementara itu, Direktur Turnamen USTA Stacey Allaster, Rabu (17/6/2020) malam WIB, telah resmi mengumumkan penyelenggaraan turnamen AS Terbuka. Tidak ada perubahan tanggal penyelenggaraan turnamen AS Terbuka, yaitu pada 31 Agustus -13 September.
Dengan dihentikannya semua turnamen sejak pertengahan Maret, AS Terbuka pun akan menjadi Grand Slam pertama yang digelar pada masa pandemi Covid-19. Wimbledon dibatalkan untuk pertama kalinya sejak 1945, sementara Perancis Terbuka dimundurkan dari 24 Mei-7 Juni menjadi 20 September-4 Oktober.
Meski akan menjadi ajang besar tenis pertama sejak Australia Terbuka, Januari, peserta untuk turnamen yang akan digelar di Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, Flushing Meadows, New York, itu akan berbeda dengan sebelumnya. Sejumlah petenis bintang tak akan hadir.
Roger Federer dipastikan absen karena cedera lutut kanan yang membuatnya harus menjalani operasi kedua pada tahun ini. Rafael Nadal, Nick Kyrgios, Ashleigh Barty, dan Simona Halep khawatir dengan penyelenggaraan di tengah pandemi Covid-19. Adapun Novak Djokovic keberatan dengan peraturan ketat yang akan diterapkan Asosiasi Tenis Amerika Serikat (USTA).
Di sisi lain, petenis putri Kroasia, Donna Vekic, menyambut baik penyelenggaraan AS Terbuka. Vekic, bahkan, mengatakan tak keberatan jika harus tampil dalam turnamen yang dipenuhi penonton.
”Jujur, saya tak takut dengan virus. Saya tak keberatan main di stadion yang penuh penonton. Jadi, dengan senang hati, saya akan berangkat dan bermain. Saya tak takut,” katanya.
Petenis AS peringkat ke-48 dunia, Jennifer Brady, juga siap tampil di AS Terbuka meski akan digelar tanpa penonton. ”Saya lebih memilih bertanding dalam turnamen tanpa penonton dibandingkan tidak bermain sama sekali. Petenis yang akan merasakan perbedaan besar tampil tanpa penonton adalah petenis-petenis top yang biasa tampil di lapangan utama. Bagi petenis peringkat rendah, yang terbiasa bertanding tak disaksikan penonton, rasanya akan diuntungkan oleh peraturan USTA,” kata Brady.
Petenis lain, seperti Caroline Garcia, masih ragu memutuskan tampil di Flushing Meadows. ”Tentu saja kami ingin bertanding lagi, tetapi situasinya sangat rumit. Untuk saat ini, saya tak tahu harus berbuat apa,” ujar Garcia.
Garcia merasakan sulitnya menjalani karantina, yang diwacanakan menjadi syarat untuk peserta AS Terbuka, terutama pada masa-masa awal diberlakukannya peraturan tersebut oleh Pemerintah Spanyol. Meski berasal dari Perancis, Garcia menjalani latihan di Akademi Rafa Nadal, Mallorca, Spanyol.
Pada fase pertama karantina, Maret, Garcia hanya bisa tinggal di apartemen di dalam kawasan akademi. Dia diizinkan keluar hanya untuk ke toko makanan, apotik, dan bank. Latihan pun hanya bisa dilakukan di apartemen dengan ruang terbatas. Setelah dilakukan pelonggaran karantina, barulah Garcia dan petenis lainnya bisa berlatih di lapangan.
Apa yang dialami Garcia berbeda dengan pengalaman Vekic dan Djokovic. Keduanya merasakan situasi berbeda, yaitu kembali ke fase normal, masing-masing di Kroasia dan Serbia.
Vekic bisa menyelenggarakan turnamen empat hari tanpa penonton untuk petenis putri Kroasia pada awal Juni. Djokovic membuat Adria Tour, turnamen yang diselenggarakan setiap akhir pekan di Serbia, Kroasia, dan Bosnia.
Pada seri pertama, di Belgrade, Serbia, 13-14 Juni, turnamen diselenggarakan tanpa protokol kesehatan. Stadion dipenuhi penonton yang duduk berdekatan tanpa menggunakan masker. Usai bertanding, petenis pun bersalaman dan berangkulan. Djokovic mengatakan, situasi di setiap negara berbeda dan pihaknya telah mengikuti peraturan Pemerintah Serbia.
Beda persiapan
Perbedaan situasi inilah yang membuat persiapan setiap petenis, juga, berbeda. Dua petenis putri AS, Coco Vandeweghe dan Bethanie Mattek-Sands, mengalami itu karena tinggal di wilayah berbeda.
Vandeweghe, yang tinggal di San Diego, harus berlatih di rumahnya ketika berbagai faslitas olahraga masih ditutup. Adapun di Arizona, Mattek-Sands bisa berlatih konsisten di lapangan.
”Dengan situasi seperti saat ini, saya tidak siap berada dalam level pertandingan. Beberapa negara bagian atau negara masih melarang beraktivitas kecuali ke toko makanan atau apotik, sementara di beberapa tempat lainnya, orang sudah bisa berolahraga di tempat latihan kebugaran atau di lapangan,” kata Vandeweghe dalam ESPN.
Atas dasar itu, semifinalis Australia dan AS Terbuka 2017 itu berpendapat, kompetisi tenis seharusnya dimulai dengan turnamen kecil, seperti turnamen invitasi Charleston, 23-28 Juni. Turnamen yang akan diikuti 16 petenis, termasuk Sofia Kenin, Bianca Andreescu, Victoria Azarenka, dan Sloane Stephens, ini digelar tanpa penonton.
Untuk meminimalkan penularan virus, petenis akan menjalani tes kesehatan sebelum dan saat tiba di lokasi turnamen. Pengukuran suhu tubuh akan dilakukan setiap hari.
Di lapangan, hanya akan ada satu wasit dan satu pemungut bola. Penentuan posisi jatuhnya bola akan ditentukan sendiri oleh petenis.
”Saya setuju jika turnamen profesional dimulai dengan turnamen kecil. Ini akan menjadi uji coba untuk hal-hal detail pada turnamen besar,” kata Mattek-Sands. (REUTERS)