Gelar juara Formula 1 berpotensi besar diraih oleh pebalap dengan performa mobil paling konsisten dalam jadwal yang padat selama pandemi Covid-19. Kondisi ini menjadi ujian sempurna bagi Ferrari dengan mobil baru SF1000.
Oleh
Agung Setyahadi
·6 menit baca
LONDON, SENIN — Balapan di masa pandemi Covid-19 membuat tantangan meraih gelar juara semakin berat. Jumlah balapan yang sedikit tetapi dalam waktu singkat akan membuat para pebalap lebih ngotot sehingga membutuhkan mobil yang mampu bertahan saat dipacu habis-habisan. Kondisi ini menuntut kerja sama solid dan efisien dari tim di sirkuit, pusat kendali jarak jauh, dan bagian manufaktur untuk menyediakan mobil yang andal dan cepat.
Faktor keandalan mobil sebagai penentu gelar juara terlihat jelas musim lalu, yaitu saat Mercedes W10 lebih tangguh dibandingkan dengan Ferrari SF90. Padahal, W10 kalah cepat dibandingkan dengan SF90. Namun, masalah keandalan mesin SF90 di awal musim 2019 membuat Charles Leclerc gagal memenangi seri Bahrain. Podium pertama akhirnya diraih pebalap Mercedes, Lewis Hamilton, yang mengakui W10 yang dia pacu kalah cepat dari mobil Leclerc.
Pada masa pandemi ini, dengan jadwal sementara delapan balapan dalam rentang 10 pekan, menuntut tidak ada masalah keandalan di awal musim. Sekali mereka kehilangan poin, atau gagal meraih podium, peluang juara akan meredup. Tantangan ini menuntut tim-tim meracik strategi antisipasi yang jitu dan bekerja efisien untuk menemukan setelan terbaik mobil sebelum balapan bergulir pada 5 Juli mendatang di Red Bull Ring, Spielberg, Austria.
Musim ini, Ferrari belum menunjukkan kemampuan sesungguhnya dari mobil SF1000 yang diklaim Kepala Tim Ferrari F1 Mattia Binotto sebagai evolusi SF90 dengan konsep desain ekstrem di beberapa bagian. Mobil baru tim ”Kuda Jingkrak” itu diklaim memiliki downforce lebih baik. Efek downforce meningkatkan kecepatan Leclerc dan Sebastian Vettel saat melewati tikungan selama tes pramusim kedua pada Februari. SF1000 lebih seimbang antara kecepatan di trek lurus dan tikungan dibandingkan dengan SF90.
Namun, SF1000 juga sempat mengalami masalah, yaitu kehilangan tenaga, sehingga memaksa Vettel berhenti di tepi sirkuit saat tes pramusim. Masalah hidrolik pada mesin diperkirakan menjadi penyebab masalah itu.
Perubahan ekstrem SF1000 ini diharapkan bisa mengalahkan W11 milik Mercedes yang mengenalkan terobosan kemudi dua sumbu atau dual-axis steering (DAS). Inovasi itu membuat pebalap Mercedes bisa mengubah sudut toe roda depan. Sudut toe diperlukan supaya mobil bisa menikung dengan lebih stabil, tetapi tidak diperlukan saat melesat di trek lurus.
Mercedes W11 juga memiliki kecepatan saat dipacu oleh Hamilton dan rekan setimnya, Valtteri Bottas. Namun, Mercedes memiliki masalah dalam sistem pendingin unit pembangkit tenaga. Direktur Teknik Mercedes James Allison menyatakan, W11 kekurangan cairan radiator sehingga berpotensi mengalami masalah di sirkuit-sirkuit dengan temperatur udara tinggi, seperti di Red Bull Ring.
Bagian penting
Namun, dia yakin, masalah ini bisa diselesaikan oleh timnya sebelum balapan. Pada 2018, Hamilton dan Bottas secara mengejutkan gagal finis di sirkuit itu karena mobilnya rusak.
”Kalender baru dan virus korona memberi sejumlah tantangan baru pada kami. Menurut saya, keandalan akan menjadi bagian yang sangat penting di beberapa balapan pembuka,” kata Kepala Tim Mercedes Toto Wolff dikutip Crash, Senin (11/6/2020).
Pengurangan jadwal balapan menjadi tantangan bagi semua orang. Tim yang memiliki mobil tercepat dan paket paling andal akan memenangi kejuaraan. (Toto Wolff)
Mercedes tidak memiliki waktu leluasa untuk menemukan setting mobil yang terbaik karena pembatasan pengembangan selama pandemi. Mobil W11 juga masih dalam peti kemas sejak pengiriman dari Australia, yaitu seri pembuka yang telah dibatalkan. Tes dyno untuk mengumpulkan data juga tidak bisa dilakukan dengan maksimal. Karena itu, Mercedes akan memanfaatkan setiap sesi sebelum balapan untuk mendapatkan setelan terbaik pada W11.
”Pengurangan jadwal balapan menjadi tantangan bagi semua orang. Sekali lagi, menurut saya, tim yang memiliki mobil tercepat dan paket paling andal akan memenangi kejuaraan,” ujar Wolff.
”Tahun lalu, pembangkit tenaga Ferrari jauh lebih kuat, tetapi kami belum melihat itu (saat ini). Hanya di dalam sesi kualifikasi dan balapan semua orang akan menunjukkan dirinya. Dan kami belum melihat itu,” lanjut Wolff.
Wolff selalu menerapkan prinsip pesimistis dalam memimpin timnya. Dia selalu menggugat data dan analisis performa mobil untuk menjadi semakin baik. ”Saya selalu pesimistis, kami perlu mengejar ketertinggalan, kami perlu menghasilkan mesin yang andal dan bertenaga, serta bisa dikendalikan, saya harap itu cukup (untuk juara),” tegasnya.
Selain menjadikan Ferrari sebagai pesaing utama Mercedes, Wolff juga tidak mengecilkan tim lainnya, seperti Red Bull yang didukung mesin Honda, serta tim pabrikan Perancis, Renault. ”Saya pikir, saat ini, setiap pemasok unit pembangkit tenaga (mesin) jauh lebih seimbang,” ujarnya.
Tantangan fisik
Paket mesin yang andal memang menjadi impian setiap pebalap untuk bisa meraih podium. Namun, mereka juga memiliki tantangan personal yang tak kalah penting, yaitu menguatkan mental sekaligus fisik. Delapan awal balapan musim ini akan menghadirkan dua hingga tiga kali balapan beruntun dalam tiga pekan.
Pertama adalah tiga seri awal pada 5 dan 12 Juli di Red Bull Ring serta 19 Juli di Hongaroring, Hongaria. Setelah jeda sepekan, mereka akan menjalani tiga balapan beruntun, yaitu pada 2 dan 9 Agustus di Silverstone, Inggris, serta 16 Agustus di Barcelona-Catalunya, Spanyol. Setelah jeda sepekan, dua seri berikutnya di Spa-Francorchamps, Belgia; dan Monza, Italia; juga berlangsung beruntun pada 30 Agustus dan 6 September.
Pebalap tim McLaren, Lando Norris, menilai, kondisi ini melahirkan tantangan yang tidak mudah bagi semua pebalap. Namun, dia yakin para pebalap tidak akan perlu waktu lama untuk menemukan kembali feeling mengemudi. ”Mungkin hanya beberapa putaran,” ujarnya kepada Motorsport.
”Namun, membuat tubuh langsung menghadapi tiga balapan beruntun, secara fisik, mungkin akan menjadi tantangan yang lebih besar dibandingkan kembali menemukan kecepatan dengan mobil,” kata Norris.
Pebalap berusia 20 tahun itu menegaskan, kekuatan fisik sangat penting untuk mengimbangi tekanan gravitasi akibat tenaga mobil yang sangat besar. Sebanyak apa pun latihan yang dilakukan oleh para pebalap, termasuk dirinya, selalu sulit mengatasi tekanan gaya gravitasi itu.
”Anda tidak bisa melakukan semua latihan yang diinginkan. Akan tetapi, ini tetap tidak wajar bagi tubuh untuk melawan lima hingga enam G-Force (gaya gravitasi) di tikungan dan saat melewati gundukan (batas lintasan). Saya pikir, ini akan menjadi sebuah tantangan,” kata Norris.
Pebalap muda Inggris itu mempersiapkan dirinya dengan terus berlatih fisik, juga mengemudi mobil Euroformula One, pekan lalu, di Silverstone. Dia bertahap beradaptasi dengan mobil balap untuk menemukan kecepatan terbaiknya saat kembali dengan mobil Formula 1. Meskipun mobil Euroformula berbeda dengan F1, dia menilai, latihan itu memberi efek yang sangat bagus.
”Pada awalnya, sedikit aneh dengan suara dan feeling serta getaran dari semuanya. Setelah sangat banyak mengemudi di simulator, ini terasa aneh kembali ke mobil sesungguhnya. Akan tetapi, setelah dua atau tiga lap, mulai terasa lebih normal dan senang bisa kembali (memacu mobil),” pungkas Norris.
Pekan lalu, Hamilton dan Bottas juga menjalani tes dengan mobil 2018, Mercedes W09, di Silverstone. Dia merasakan kesegaran, lonjakan motivasi, dan kepercayaan diri setelah menjalani tes itu.
”Saya tidak merasa seperti saya penah meninggalkan air (tidak nyaman). Jadi, itu positif. Setiap kali Anda menjalani jeda panjang—seingat saya sekitar 103 hari—Anda selalu bertanya-tanya apakah masih bisa membalap. Jadi, ini perasaan yang bagus mengetahui bahwa tentu saja saya bisa, siap, dan merasa bugar,” kata peraih enam gelar juara Formula 1 itu.