Pandangan para pemain NBA terbelah terkait kelanjutan musim 2019-2020 di tengah pandemi Covid-19 dan isu rasial. Sejumlah pemain meminta kompetisi musim ini diakhiri, sedangkan sisanya berharap itu tetap dilanjutkan.
Oleh
kelvin hianusa
·3 menit baca
ORLANDO, MINGGU — Setelah memastikan kelanjutan kompetisi musim ini, Liga Basket Amerika Serikat (NBA) kembali menghadapi dilema. Sejumlah pemain yang dipimpin bintang Brooklyn Nets, Kryrie Irving, menolak melanjutkan liga yang tengah terhenti itu. Alasannya, kompetisi akan mengusik perjuangan kesetaraan ras yang sedang mereka gaungkan.
Persoalan itu muncul saat telekonferensi bersama sekitar 80 pemain NBA, akhir pekan lalu. Irving, yang juga Wakil Presiden Asosiasi Pemain (NBPA), mengusulkan pemboikotan musim 2019/2020 yang dijadwalkan bergulir kembali 31 Juli di Disney World Orlando.
Irving mewakili pemain lainnya yang meyakini kelanjutan musim ini akan berlawanan dengan upaya perjuangan mereka terkait kesetaraan ras. Para pemain dikhawatirkan justru sibuk bermain basket ketika seharusnya ikut turun ke jalan menyuarakan masalah rasial.
Apalagi, NBA yang mayoritas berisikan pemain dan pelatih berkulit hitam akan mempertaruhkan keselamatan mereka untuk bermain di tengah pandemi. ”Saya tidak mendukung pergi ke Orlando. Saya mencium ada yang aneh di sini. Kami sebagai pria kulit hitam selalu menjadi target," kata Irving, juara NBA pada 2016, seperti dikutip The Athletic.
Namun, Irving bisa dibilang kurang obyektif. Dia tidak punya kepentingan soal kelanjutan NBA. Pemain berposisi point guard itu sudah dipastikan tidak bisa tampil hingga akhir musim ini akibat cedera.
Meski begitu, Irving mendapat dukungan dari banyak pemain, salah satunya center Los Angeles Lakers, Dwight Howard. Ia menepikan ego ingin merasakan juara NBA pertama kali dalam 16 tahun kariernya.
Menurut Howard, basket tidak dibutuhkan dalam momen saat ini. Sebab, kehadiran NBA bisa membuat perhatian warga akan persoalan rasial yang lebih penting menjadi teralihkan.
”Saya setuju dengan Kyrie. Persatuan orang-orang kami (kulit hitam) lebih penting daripada gelar juara. Saatnya fokus ke hal itu,” ujar Howard yang membawa Lakers bertengger di puncak klasemen Wilayah Barat.
Pemain dan pelatih NBA merupakan yang paling lantang dalam menyuarakan kampanye ”Black Lives Matter”. Kampanye itu hadir akibat kasus George Floyd, warga kulit hitam, yang tewas akibat tindakan represif dari polisi kulit putih.
Penolakan dari sejumlah pemain kulit hitam, seperti Irving dan Howard, mengancam kelanjutan NBA musim ini. Meskipun demikian, masih ada pemain yang menentang ancaman boikot itu, salah satunya juara NBA tiga kali, LeBron James.
Bintang LA Lakers itu menilai, NBA justru bisa menjadi katalis perubahan dalam upaya memerangi rasialisme. ”Inilah saat yang tepat untuk membuat perubahan sebenarnya (melalui kompetisi NBA),” kata James, pemain terbaik NBA dekade ini, kepada New York Times.
Berdampak pada gaji
Pemboikotan kompetisi NBA akan berdampak besar pada penghasilan pemain. Para pemain NBA, menurut ESPN, telah kehilangan sekitar 300 juta dollar AS atau Rp 4,2 triliun menyusul terhentinya kompetisi akibat pandemi Covid-19. Gaji pemain akan dipotong lagi 25 persen jika musim ini tak bisa tuntas.
Perubahan memang dibutuhkan karena ketidakadilan (ras) telah berlangsung lama. Namun, 99 persen pemain butuh gaji. (Austin Rivers)
Oleh karena itu, guard Houston Rockets, Austin Rivers, menilai boikot bukanlah jalan yang tepat. Perjuangan melawan rasialisme bisa berjalan beriringan dengan bermain basket. Justru, ia menilai, perjuangan itu bakal melemah jika pemain kehilangan pendapatannya.
”Perubahan memang dibutuhkan karena ketidakadilan (ras) telah berlangsung lama. Namun, 99 persen pemain butuh gaji. Tidak semuanya dari kami punya (banyak) uang seperti Kyrie,” tutur anak kandung Pelatih La Clippers, Doc Rivers. (AP)