Grand Slam AS Terbuka terancam berlangsung tanpa bintang. Sebagian petenis khawatir dengan keselamatan mereka, sebagian lain justru mempermasalahkan protokol kesehatan yang dinilai terlalu ketat.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
BELGRADE, SABTU — Turnamen tenis Amerika Serikat Terbuka tak hanya berkutat dengan masalah protokol kesehatan. Kalaupun jadi diselenggarakan sesuai jadwal, 31 Agustus-13 September, di New York, Grand Slam di lapangan keras tersebut terancam kehilangan petenis-petenis bintang.
Selain Roger Federer, yang telah memastikan tak akan bertanding hingga akhir 2020 karena cedera lutut kanan, keraguan tampil di Flushing Meadows dinyatakan pemain-pemain top, seperti Novak Djokovic, Rafael Nadal, Simona Halep, Dominic Thiem, Alexander Zverev, dan Grigor Dimitrov.
Tak terlalu fokus pada tenis, Nadal lebih menaruh perhatian pada pandemi Covid-19 yang pertama kali muncul pada Desember 2019 di Wuhan, China. Prioritasnya saat ini adalah kesehatan dan keselamatan dibandingkan dengan mempersiapkan diri untuk kompetisi yang telah terhenti sejak pertengahan Maret dan direncanakan bergulir kembali pada Agustus. Pekan lalu, Nadal menyatakan tak siap tampil di AS Terbuka jika situasi masih seperti saat ini.
Petenis Australia, Nick Kyrgios dan John Millman, bahkan menyatakan, petenis berada dalam situasi yang tak aman jika AS Terbuka diselenggarakan meski panitia telah menyiapkan berbagai protokol kesehatan yang sangat ketat. Protokol yang disiapkan USTA antara lain petenis mengikuti tes Covid-19 di negara asal, karantina setelah tiba di New York, hanya didampingi satu orang dari tim, pembatasan menggunakan ruang ganti pemain, hingga berlaga tanpa penonton.
Jika ini bisa dijalankan, AS Terbuka akan menjadi Grand Slam pertama yang digelar di masa pandemi setelah dibatalkannya Wimbledon. Grand Slam lapangan rumput, yang seharusnya berlangsung 29 Juni-12 Juli, dibatalkan pada April lalu. Pembatalan ini menjadi yang pertama bagi turnamen klasik tersebut sejak 1945.
Kami punya skenario ketiga, yaitu membatalkan AS Terbuka 2020. Kami tak menginginkan itu.
Djokovic dan Zverev menilai, peraturan yang disiapkan USTA terlalu ekstrem bagi peserta. “Semua petenis tentu ingin tampil di Grand Slam jika memungkinkan. ”Tetapi, dengan kewajiban mengikuti karantina dua pekan di bandara, hanya boleh didampingi satu orang, tak boleh mandi di lokasi pertandingan, dan tak boleh ada makanan akan membuat suasana yang tak nyaman,” tutur Zverev saat mengikuti turnamen ekshibisi Adria Tour di Belgrade, Serbia, Sabtu (13/6/2020).
Petenis Bulgaria, Grigor Dimitrov, meyakini panitia berusaha keras membuat suasana yang aman bagi semua partisipan. Namun, semifinalis Australia Terbuka 2017 itu mengatakan, peraturannya harus masuk akal untuk diikuti petenis.
Atas dasar itu, Djokovic memilih menyiapkan diri untuk Perancis Terbuka yang tahun ini akan digelar setelah AS Terbuka. Grand Slam tanah liat itu dimundurkan dari 24 Mei-7 Juni menjadi 20 September-4 Oktober.
Halep, petenis putri peringkat kedua dunia, juga tampaknya lebih memilih bersiap tampil di Roland Garros. Di kediamannya, di Romania, Halep berlatih di lapangan tanah liat.
”Transisi dari kondisi sebelumnya menjadi seperti sekarang tentu tak akan mudah. Saya mengerti bahwa USTA dan sponsor menginginkan turnamen berlangsung, banyak petenis juga butuh untuk bertanding dengan alasan finansial. Tetapi, keikutsertaan di AS Terbuka akan bersifat personal, setiap orang memiliki pertimbangan berbeda,” ujar juara Perancis Terbuka 2018 dan Wimbledon 2019 itu.
Berbeda
Sejumlah petenis peringkat rendah memiliki pandangan berbeda dengan Djokovic dan kawan-kawan. Mereka membutuhkan turnamen karena telah kehilangan sumber penghasilan. Berbeda dengan petenis top dunia yang memiliki pendapatan besar dari sponsor, petenis-petenis peringkat rendah, terutama di luar 100 besar dunia, sangat mengandalkan pendapatan dari hadiah turnamen.
”Pencapaian Djokovic telah membuatnya memperoleh dukungan yang stabil, termasuk tim yang lengkap. Sebagian besar petenis tidak memiliki keistimewaan itu. Kami membutuhkan turnamen. Saya sendiri tak berkeberatan jika turnamen harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ujar petenis putri AS peringkat ke-51 dunia, Danielle Collins.
Direktur Humas USTA Eric Butorac mengatakan, petenis tak perlu khawatir terhadap ketentuan karantina ketika tiba di AS. Menurut dia, AS tak akan memberlakukan peraturan tersebut kepada peserta turnamen.
”Situasinya memang tak ideal. Tetapi, kami percaya ini adalah rencana terbaik. Ini baik untuk kondisi ekonomi tenis, membuka peluang pekerjaan untuk pelatih, komentator, dan banyak orang,” ujar Butorac seperti dikutip The New York Times.
Untuk memastikan penyelenggaraan turnamen yang aman, USTA berkonsultasi dan bekerja sama dengan para ahli dari pemerintah New York. Juru bicara pemerintah kota New York, Olivia Lapeyrolerie, menegaskan, prioritas pihaknya adalah menjamin kesehatan dan keamanan bagi warga New York.
USTA direncanakan membuat keputusan penyelenggaraan AS Terbuka sekitar pertengahan Juni. Jika tak dapat menggelar turnamen dengan skenario ideal, yaitu dengan penonton, USTA akan menyelenggarakannya dengan protokol ketat tanpa penonton.
”Kami punya skenario ketiga, yaitu membatalkan AS Terbuka 2020. Kami tak menginginkan itu,” kata Presiden USTA Patrick Galbraith. (AFP/REUTERS)