Perbedaan 30 tahun mengubah sikap Michael Jordan terhadap isu rasial. Jordan yang terlihat acuh saat itu kini telah mengambil langkah besar mendukung perlawanan rasial.
Oleh
Kelvin Hianusa
·4 menit baca
”Republikan juga membeli sepatu,” kata Michael Jordan yang menjawab pertanyaan mengapa tidak mendeklarasikan dukungan terhadap calon senator kulit hitam Carolina Utara dari Demokrat, Harvey Gantt, pada 1990.
Ucapan Jordan pada tiga dekade lalu itu menuai banyak kecaman, terutama dari warga keturunan Afrika-Amerika. Tidak sedikit pendukung Chicago Bulls yang kehilangan rasa hormat kepada Jordan yang sedang berada pada performa terbaiknya.
Gantt, kala itu, akan menjadi Senator Carolina Utara pertama yang berkulit hitam jika terpilih. Yang lebih penting dari itu, lawannya, Jesse Helms, merupakan petahana dari Republikan yang memiliki rekam jejak pro terhadap kebijakan yang rasial.
Setelah Gantt kalah, kekecawaan begitu besar karena Jordan terlihat tidak peduli dengan perjuangan untuk kesetaraan ras. Alih-alih menjadi bagian dari perjuangan, dia dengan pernyataannya justru terpaku dengan penjualan merek sepatunya, Air Jordan, yang sedang menggila waktu itu.
Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama dalam salah satu episode serial dokumenter The Last Dance pun sempat mengutarakan kekecewaannya. Sebagai pendukung Bulls dan warga Chicago berkulit hitam, ia berharap lebih terhadap Jordan. ”Anda pasti ingin melihat Jordan melakukan lebih dari itu,” katanya.
MJ, panggilan Jordan, berdalih tidak mau ikut campur dalam urusan politik. Sebagai atlet, dia hanya ingin fokus tentang apa yang ada di dalam lapangan. Meski tidak mendeklarasikan dukungan, dia mengaku telah berdonasi untuk Gantt.
Berbalik arah
Tiga puluh tahun berselang, tepatnya pada Sabtu (6/6/2020), Jordan secara mengejutkan mengumumkan donasi sekitar Rp 1,4 triliun untuk mendukung perlawanan terhadap ketidakadilan rasial. Uniknya, donasi itu diberikan dengan menggandeng merek perusahaan sepatunya.
Sang legenda basket mengumumkan donasi itu akan diberikan selama sepuluh tahun ke depan kepada organisasi yang berhubungan dengan isu tersebut. ”Kita harus menghadapi persoalan rasisme sampai bisa diterima ke dalam lingkaran. Kita perlu memahaminya dari usia dini bahwa itu tidak bisa ditoleransi. Edukasi menjadi kuncinya,” kata pria berusia 57 tahun tersebut ke Charlotte Observer.
Donasi diberikan sebagai dukungan moral terhadap kasus George Floyd, warga kulit hitam yang tewas akibat tindakan represif dari polisi kulit putih. Kematian Floyd memicu kemarahan warga AS yang diikuti dengan gelombang demonstrasi.
”Kami telah terpukul (sebagai Afrika-Amerika) selama bertahun-tahun. Itu mengganggu jiwa Anda. Anda tidak bisa menerima ini lagi. Kami perlu membuat sikap untuk bisa berada dalam kondisi masyarakat yang lebih baik,” kata MJ.
Meski terlambat 30 tahun, sikap dari MJ bisa dibilang berada pada saat yang paling tepat. Pada 1990, di tahun ketujuh ia bermain, dia mungkin masih terlalu dini untuk terlibat. Apalagi, isunya terbilang kecil, hanya bagian wilayah Carolina Utara.
Beda dengan sekarang, Jordan sedang menjadi sorotan dunia. Dengan status legenda NBA, seluruh mata tertuju kepadanya setelah kesuksesan The Last Dance. Serial itu membawanya kembali diingat dan lebih dikenal oleh generasi muda.
Isu yang dibahas pun jauh lebih besar. Kasus Floyd bukan lagi sebatas tentang masyarakat kulit hitam ataupun keturunan Afrika-Amerika. Hal itu sudah merembet ke seluruh belahan dunia dengan inti memperjuangkan kesetaraan ras.
Uniknya, Jordan dikecam tidak peduli isu rasial karena sepatu. Sekarang, sepatu itu justru menjadi harapan terbesar. Selain karena donasi, merek sepatu Jordan yang lebih dikenal dengan tipe Air Jordan sudah menjadi budaya pop dunia.
Air Jordan telah menjadi ikon fashion, bahkan bagi generasi Z (kelahiran 1998-2010), yang baru lahir saat MJ mencapai puncak kariernya. Dengan sepatu yang telah menjadi budaya, perubahan pandangan terhadap isu rasial bisa digerakkan lebih mudah.
Di lain sisi, sosok Jordan sebagai legenda NBA dan pemilik tim Charlotte Hornets sangat tepat menjadi cermin dari perlawanan rasial. Dengan pembuktian bahwa NBA sebagai kompetisi yang didominasi pemain dari warga kulit hitam, selalu bisa mengesampingkan masalah ras.
Dari tidak peduli menjadi peduli. Dari akibat sepatu menjadi berkat sepatu. Sikap ini seperti menjadi pembalasan Jordan terhadap masa lalunya soal isu rasial. Seperti pesan yang ada dalam video singkat dari merek sepatu Jordan, ”Jadilah bagian dalam perubahan, jangan hanya diam”.