Operator Serie A akan menghadapi sejumlah tantangan setelah liga dipastikan akan bergulir lagi, antara lain jadwa laga yang padat dan waktu pelaksanaan laga di puncak musim panas, yakni Juni-Juli.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·5 menit baca
ROMA, SENIN — Liga sepak bola kasta utama Italia atau Serie A musim ini resmi bisa berlanjut kembali setelah pemerintah memberikan izin pada Kamis (28/5/2020). Namun, itu bukan berarti liga bisa serta-merta berlanjut. Operator Serie A sekarang harus memutar otak karena akan menghadapi sejumlah tantangan, antara lain jadwa laga yang padat dan waktu pelaksanaan di puncak musim panas ”Negeri Spageti”, yakni Juni-Juli.
Setelah melalui perdebatan panjang selama satu bulan terakhir, Pemerintah Italia, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), dan operator Serie A pun berhasil menemukan kesepakatan untuk memulai kembali Serie A musim ini dalam pertemuan Kamis. Adapun Serie A sudah dihentikan sejak 10 Maret atau sejak pekan ke-26 dari total 38 pekan yang ada atau setelah pemerintah menerapkan masa penguncian untuk antisipasi wabah Covid-19 per 9 Maret.
Keputusan itu memberikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, hal itu menjadi pelepas dahaga kompetisi bagi para pemain ataupun klub peserta Serie A hingga menjadi oasis hiburan untuk masyarakat seusai melalui masa penguncian yang cukup panjang. Di sisi lain, hal itu juga bisa menjadi neraka bagi para pemain ataupun klub. Pasalnya, jadwal laga akan sangat padat dan laga berlangsung di tengah puncak musim panas.
Saat ini, menurut laporan Corriere dello Sport, Sabtu (30/5/2020), Serie A masih menyisakan 124 laga dari 12 pekan tersisa. Kelanjutan musim ini dijadwalkan dimulai pada 19 atau 20 Juni dan berakhir pada 2 atau 3 Agustus. Dengan waktu yang amat singkat itu, artinya klub bisa memainkan laga 2-3 kali per pekan. Belum lagi, beberapa klub masih harus menjalankan sisa laga di kompetisi Eropa mulai Agustus.
Kondisi kian pelik karena jadwal pertandingan itu dilangsungkan pada puncak musim panas Italia, yakni Juni-Juli. Biasanya, Mei-Juni adalah masa libur para pemain, sedangkan Juli merupakan jadwal pemain melakukan latihan pramusim, dengan intensitas latihan dimulai dari ringan, sedang, ke tinggi.
Atas dasar itu, operator Serie A diminta untuk melakukan persiapan yang benar-benar matang agar kelanjutan kompetisi musim ini tidak menjadi pemicu badai cedera pemain. Pemilik Udinese, Giampaolo Pozzo, dikutip Football-Italia beberapa waktu lalu, mengatakan, operator Serie A harus berkaca pada Liga Jerman yang dimulai lagi sejak dua pekan lalu.
Karena memulai lagi kompetisi saat tim ataupun pemain tidak melakukan latihan reguler yang cukup, kelanjutan Liga Jerman itu justru jadi pemicu badai cedera. Delapan pemain mengalami cedera pada laga perdana setelah kompetisi itu ditunda. ”Ini bukti bahwa jika Anda tidak mempersiapkan dengan benar, Anda harus membayar mahal,” ujarnya.
Salah satu usulan utama adalah meminta operator liga meniadakan jadwal laga pada siang dan sore hari. Semua laga diharapkan berlangsung pada malam hari. Sebelumnya, jadwal laga sisa Serie A musim ini direncanakan berlangsung pada pukul 12.30, 14.00, 16.30, 18.00, 18.45, 20.45, dan 21.00. Belakangan, opsi jadwal itu menyusut menjadi sekitar pukul 16.30, 18.45, dan 21.00.
”Bermain pukul 16.30 di puncak musim panas, Juni dan Juli, itu tidak mungkin. Presiden atau pemilik klub harus memperhatikan itu demi kesehatan dan keselamatan para pemainnya. Mereka jangan hanya memikirkan hak mereka, antara lain siaran televisi. Kami terbuka untuk melakukan laga pada pukul 18.45 dan 21.00,” kata Wakil Presiden AIC Umberto Calcagno, dikutip Football-Italia, Sabtu.
Konsekuensi kelanjutan kompetisi
Presiden FIGC Gabriele Gravina, dikutip Sky Sport, Sabtu, menuturkan, algoritma jadwal laga sisa musim ini memang rumit. Dengan waktu yang singkat, operator liga dituntut untuk menuntaskan sisa musim ini baik di Serie A, Serie B, maupun Serie C. Namun, itu adalah konsekuensi yang harus diterima jika ingin melanjutkan musim ini.
Apalagi, musim baru atau musim 2020/2021 liga Italia, terutama Serie A, direncanakan paling lambat dimulai pada 12 September. Sementara itu, jendela transfer pemain musim panas untuk musim baru itu akan berlangsung mulai dari 1 September hingga 5 Oktober.
Beberapa tim juga menyadari konsekuensi tersebut. Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini, dikutip La Gazzetta dello Sport, Minggu (31/5/2020), mengutarakan, pihaknya tidak melihat jadwal padat sisa musim ini sebagai masalah. Justru itu menjadi oasis yang telah ditunggu-tunggu para pemain klub asal kota Bergamo tersebut. ”Sekarang, para pemain lapar. Mereka ingin bermain sepak bola,” ucapnya.
Gasperini menyampaikan, timnya telah menyiapkan diri dengan matang untuk mengarungi sisa musim ini. Para pemain sangat bersemangat menjalani latihan. Kondisi fisik mereka pun sangat prima atau siap untuk berkompetisi kembali. ”Kami sangat siap. Bahkan, kami bisa bermain mulai besok (Senin, 1/6/2020). Aspek paling positif, tim ini semangat dan tidak ingin berhenti,” katanya.
Atalanta telah menjalani musim ini dengan fenomenal. Setidaknya, di Serie A, mereka bertengger di peringkat keempat dengan 48 poin dari 25 laga. Di Liga Champions, mereka berhasil lolos ke babak perempat final setelah menang agregat 8-4 (4-1, 4-3) atas Valencia pada babak 16 besar.
”Sekarang, kami fokus mengejar Inter Milan (di peringkat ketiga dengan 54 poin dari 25 laga). Untuk Liga Champions, sulit bagi kami memenanginya walau kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi nanti,” kata Gasperini.
Selain dari sisi kompetisi, beberapa tim juga coba mengoptimalkan sisi positif lain dari kelanjutan musim ini. Presiden Juventus Andrea Agnelli mengatakan, ini adalah kesempatan klub untuk menghidupkan lagi perekonomian. Setidaknya, klub bisa membuka kembali stan penjualan klub, bahkan mengizinkan penggemar masuk ke stadion dengan pembatasan jumlah dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.