Liga sepak bola Serie A menjadi simbol harapan dan pelipur lara rakyat Italia yang sempat terpukul pandemi Covid-19. Liga ternama itu dipastikan bergulir kembali mulai 20 Juni mendatang.
Oleh
m ikhsan mahar
·5 menit baca
ROMA, JUMAT — John Carlin, penulis asal Inggris, pernah berkata, bangsa Italia akan berperilaku seperti filsuf tersohornya, Niccolo Machiavelli, saat dihadapkan dengan sepak bola. Mereka akan bersikap pragmatis dan melakukan cara apa pun demi olahraga yang telah mendarah-daging di negeri itu.
”Pragmatisme ini muncul dalam wajah sepak bola Italia, termasuk catenaccio (sepak bola pertahanan gerendel),” ujar Carlin dalam buku dokumenter Becoming Champions (2018).
Maka itu, pandemi Covid-19 tidak menghambat mereka untuk mengutamakan sepak bola. Padahal, Italia sempat menjadi negara terparah yang terdampak pandemi, yaitu total 33.142 orang meninggal.
Pada Kamis (28/2/2020) malam waktu setempat, Pemerintah Italia memberikan lampu hijau digelarnya kembali liga Serie A mulai 20 Juni. Bersamaan digelarnya liga yang ditargetkan selesai 2 Agustus itu, juga bakal dibuka kembali Serie B dan Piala Italia.
Seperti halnya catenaccio, proses dilanjutkannya kembali seluruh kompetisi itu tidak elok dilihat, penuh lika-liku. Perdebatan hebat, bahkan panas, soal perlu tidaknya liga itu dilanjutkan sempat muncul dua bulan terakhir.
Pengelola Liga Italia pun sampai harus bolak-balik merevisi rancangan protokol kesehatan di ranah sepak bola sebelum akhirnya disetujui Komite Ilmiah Teknis bentukan Pemerintah Italia, pekan lalu.
Namun, tujuan akhirnya tercapai. Pada satu titik, para pihak, termasuk yang kontra, akhirnya setuju liga itu perlu digulirkan kembali. Padahal, ”perang” melawan wabah virus korona belum menemui titik akhir. Saat ini tercatat 47.896 kasus aktif positif Covid-19 di Italia, tetapi tidak ada kasus baru, setidaknya sepanjang Jumat (29/5/2020).
Pesan harapan
Bagi sebagian pihak di Italia, Serie A adalah simbol harapan akan kebangkitan di masa sulit. ”Dilangsungkannya kembali sepak bola (Serie A) menjadi pesan harapan bagi seluruh negeri ini,” ujar Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) Gabriele Gravina dikutip Football-Italia.
Vincenzo Spadafora, Menteri Olahraga Italia yang mengawal proses bergulirnya kembali liga-liga di Italia, mengakui, sepak bola menjadi elemen kekuatan di negara itu. ”Semua bersatu ketika kelanjutan kompetisi sepak bola kami umumkan. Keputusan itu memang bukan yang terbaik, tetapi setidaknya kami memiliki tujuan yang lebih jelas,” ujarnya.
Pengumuman izin kompetisi sepak bola di Italia oleh Spadafora itu penuh catatan historis. Pasalnya, hampir di saat yang sama, warga sepak bola di Italia juga mengenang 35 tahun Tragedi Heysel, laga final Liga Champions Eropa 1985 antara Juventus dan Liverpool yang menewaskan 39 orang. Sebanyak 32 korban dari Italia.
Dilangsungkannya kembali sepak bola (Serie A) menjadi pesan harapan bagi semua warga Italia.
Tragedi itu pernah menjadi salah satu noktah hitam sepak bola di Italia serta Inggris. Namun, sepak bola Italia lalu bangkit dan menjadi yang terpopuler sejagat setelah masa itu hingga akhir 1990-an.
”Kami berjuang melanjutkan kompetisi ini semata-mata untuk pelayanan publik. Ini keputusan terbaik bagi sepak bola Italia sekaligus mempertahankan masa depan liga ini yang merupakan salah satu liga terindah di dunia. Ini juga cara kita membalas gairah dan antusiasme jutaan penggemar yang mengikuti Serie A,” kata Dal Pino, Presiden Serie A.
Sejarah berkata, sepak bola Italia selalu bangkit meskipun telah berkali-kali digoyang bencana, mulai dari pandemi flu Spanyol (1918) hingga Perang Dunia. Misalnya, kehidupan penuh tekanan di rezim fasisme menghadirkan gelar Piala Dunia 1934 dan 1938. Skandal judi yang melibatkan pemain profesional Italia dilupakan dengan trofi Piala Dunia 1982.
Terakhir, skandal calciopoli atau pengaturan skor dijawab dengan trofi Piala Dunia 2006 di Jerman. Lagi-lagi, trofi sepak bola paling bergengsi sejagat itu diraih lewat pragmatisme tim ”Gli Azzurri” yang ditebalkan solidaritas antarpemain mengatasi kesulitan dan tekanan publik saat itu.
Ibarat obat
Presiden Asosiasi Wasit Italia (AIA) Marcello Nicchi menilai sepak bola ibarat obat bagi Italia. ”Di masa sulit ini, setiap orang akan memiliki beberapa jam ketenangan berkat sepak bola. Memikirkan hal lainnya di luar wabah, seperti gol, penalti, dan sepak pojok, adalah penting dari sudut pandang psikologis,” kata Nicchi.
Untuk melanjutkan liga, FIGC juga telah menyiapkan dua rencana cadangan apabila kasus Covid-19 kembali tinggi di tengah berlangsungnya kompetisi. Pertama, pelaksanaan play off untuk menentukan juara dan jatah kompetisi Eropa musim depan serta play out guna mencari tim yang pantas turun kasta. Kedua, klasemen akhir akan ditentukan dari susunan klasemen sebelum liga dihentikan kembali.
Sementara itu, andai kasus Covid-19 menimpa pesepak bola di tengah berlangsungnya kompetisi, pemain itu dipastikan akan menjalani masa karantina selama 14 hari. Rekan setimnya juga akan menjalani sejumlah tes kesehatan sebelum diizinkan kembali melaksanakan pertandingan.
FIGC juga mewajibkan setiap pemain dan pelatih melakukan tes kesehatan setiap empat hari sekali sebelum kompetisi dimulai kembali. ”Detail aturan itu diserahkan sepenuhnya kepada FIGC,” ujar Spadafora.
Meski begitu, sejumlah pihak masih meragukan kelanjutan kompetisi. Presiden Torino Urbano Cairo mengatakan, skuad Torino sudah dalam persiapan penuh untuk bertanding kembali. Namun, ia menekankan, faktor kesehatan jangan diabaikan ketika hasrat untuk melangsungkan liga telanjur kuat menyelimuti publik Italia.
Kepastian liga meningkatkan semangat semua orang. Selama kita bisa melaksanakan semua protokol dengan baik tanpa melakukan banyak kesalahan, saya yakin keberlangsungan kembali liga menjadi contoh yang baik bagi Italia.
”Saya tak hanya berpikir tentang laga sebab saya punya rasa tanggung jawab terhadap kesehatan pesepak bola dan masyarakat umum. Inilah mengapa sejak awal saya ragu liga bisa dilanjutkan,” tutur Cairo.
Namun, bek Udinese, William Troost-Ekong, optimistis liga bisa berjalan dengan baik. ”Kepastian liga meningkatkan semangat semua orang. Selama kita bisa melaksanakan semua protokol dengan baik tanpa melakukan banyak kesalahan, saya yakin keberlangsungan kembali liga menjadi contoh yang baik bagi Italia,” ujarnya.
Optimisme serupa disampaikan Presiden Lazio Claudio Lotito. ”Saya yakin kita mampu menjaga standar kualitas tinggi sepak bola Italia yang selama ini telah dikenal dunia,” ucapnya. (AFP/DRI)