PBSI enggan terburu-buru menentukan pengiriman atlet menyikapi jadwal baru turnamen yang telah diumumkan Federasi Bulu Tangkis Dunia. Perlu kehati-hatian dan skala prioritas, seperti keselamatan, menyikapi jadwal itu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) telah mengeluarkan jadwal baru untuk memulai kembali turnamen yang tertunda karena pandemi Covid-19, PP PBSI tidak akan terburu-buru dalam menentukan pengiriman pemain. Selain kesiapan atlet, perkembangan situasi di negara penyelenggara juga akan menjadi pertimbangan.
Dalam jadwal baru yang dikeluarkan akhir pekan lalu, BWF memindahkan turnamen-turnamen yang tertunda sejak Maret hingga Juli ke periode Agustus-Desember. Turnamen berkategori BWF World Tour (Super 300, 500, 750, dan 1000) bahkan dipadatkan pada empat bulan terakhir tahun 2020 ini.
Terdapat 16 turnamen BWF World Tour, ditambah kejuaraan beregu Piala Thomas dan Uber serta Final BWF, pada periode September–Desember. Selain itu, ada pula kejuaraan kategori yunior yang masih tertera dalam jadwal, tetapi belum ditentukan kepastiannya.
Di antara perubahan tersebut terdapat Indonesia Terbuka Super 1000 yang mendapat jadwal baru, yaitu 17-22 November, dari sebelumnya 16-21 Juni. Indonesia Terbuka dan Malaysia Terbuka Super 750 dimasukkan ke dalam rangkaian turnamen lain di Asia yang telah dijadwalkan lebih dulu pada November, yaitu Fuzhou dan Hong Kong Terbuka Super 750.
Ajang besar yang akan diselenggarakan pada September adalah China dan Jepang Terbuka, diikuti Piala Thomas dan Uber, Perancis, serta Denmark Terbuka (Oktober). Adapun pada Desember, yang biasanya hanya terdiri atas Final BWF, kali ini akan ditambah India dan Thailand Terbuka Super 500. Final BWF pun dipindahkan dari 9-13 Desember menjadi 16-20 Desember.
Menilik padatnya jadwal itu dan situasi pandemi yang masih terjadi, PBSI akan melihat berbagai faktor untuk mengambil keputusan terkait pengiriman pemain. ”Pengurus akan berdiskusi dulu dengan pelatih. Ada beberapa pertimbangan supaya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan,” ujar Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PBSI Susy Susanti, di Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Salah satu faktor yang akan dibahas adalah kesiapan atlet. Sejak turnamen dihentikan pada pertengahan Maret, intensitas dan frekuensi latihan atlet pelatnas bulu tangkis berkurang dari biasanya. Hal ini dilakukan demi menjaga kesehatan mereka di masa pandemi.
Diragukan
Bahkan, tidak semua atlet bisa berlatih bersama pelatih dan dengan fasilitas lengkap seperti di pelatnas bulu tangkis Indonesia di Cipayung, Jakarta. Banyak atlet dari negara lain yang hanya bisa latihan menjaga kebugaran fisik di rumah. Tak pelak, ambisi BWF menghidupkan kembali turnamen besar sejak September diragukan atlet dan mantan atlet.
Dalam akun Twitter masing-masing, duo pemain India, Ajay Jayaram dan Parupalli Kashyap, meragukan target BWF karena banyak atlet di negara mereka yang belum memulai latihan. Adapun mantan pemain Denmark, Mathias Boe, menyebut BWF terlalu ambisius dengan target waktu mereka.
Selain banyaknya atlet yang belum memulai latihan, penyelenggaraan turnamen juga bergantung pada peraturan pemerintah setiap negara tentang karantina dan penutupan akses wilayah. Saat ini, penutupan akses pada warga negara asing diberlakukan sebagian besar negara di dunia. Jika peraturan ini tak ada yang dicabut, turnamen pun akan sulit diselenggarakan.
Dalam situasi seperti saat ini, kami harus waspada dan berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Seperti dikatakan Susy dan pelatih ganda putri, Eng Hian, penyelenggaraan turnamen tidak hanya tergantung pada kesiapan panitia penyelenggara. Namun, hal itu juga dipengaruhi situasi dan aturan di tiap-tiap negara menyikapi pandemi Covid-19 yang masih terjadi.
”Ada skala prioritas untuk menentukan keikutsertaan atlet, seperti faktor keselamatan, kesehatan, kesiapan, serta kebutuhan menambah poin untuk peringkat dunia. Dalam situasi seperti saat ini, kami harus waspada dan berhati-hati dalam mengambil keputusan,” kata Susy.
Perlu kesadaran
Terkait partisipasi Indonesia di negara lain, Eng Hian berpendapat, cara Indonesia secara kolektif dalam menghadapi pandemi Covid-19 bisa turut menentukan.
”Jika banyak orang (di Tanah Air) tidak punya kesadaran untuk turut mencegah penyebaran virus, Indonesia bisa dipandang sebagai negara yang membahayakan karena jumlah kasusnya tinggi. Ini bisa memunculkan larangan orang Indonesia masuk negara lain,” kata Eng Hian menyatakan kekhawatirannya soal kedisiplinan warga Indonesia menyikapi pandemi Covid-19.
Saat ini, sejumlah negara, seperti Singapura, Jepang, dan Arab Saudi, masih melarang kedatangan pengunjung dari Indonesia. Adapun negara lain, seperti Korea Selatan, meniadakan sementara layanan bebas visa ke wilayah Jeju bagi turis asal Indonesia.
”Pandemi telah mempengaruhi semua bidang kehidupan, seperti kesehatan, ekonomi, sosial, juga olahraga. Semoga semua orang bisa menahan diri dan mengikuti peraturan untuk situasi yang lebih baik,” lanjut mantan pemain ganda putra tersebut.