Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional diyakini menjadi kunci perbaikan prestasi atlet Indonesia. Era baru pun disiapkan Kemenpora lewat protokol olahraga pada era pandemi.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Lifter yunior Juliana Klarisa bersama lifter lain mengikuti latihan di Pelatnas Angkat Besi PB PABBSI, Markas Marinir TNI AL, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Dunia olahraga perlu bersiap memasuki tatanan hidup baru setelah situasi darurat akibat pandemi Covid-19 dicabut pada Juni mendatang.
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menjadi target Kementerian Pemuda dan Olahraga di bawah kepemimpinan Zainudin Amali. Tanpa revisi itu, prestasi olahraga nasional dinilai sulit berkembang pesat dan berkelanjutan.
”Kalau UU SKN (Sistem Keolahragaan Nasional) masih seperti ini, jangan harap prestasi olahraga Indonesia meningkat. UU itu tidak menjamin fondasi pembinaan atlet yang berkelanjutan. Makanya, saat ini, saya tidak menjanjikan prestasi. Sebaliknya, saya fokus ke jangka panjang dengan membenahi fondasi olahraga Indonesia agar lebih baik di masa mendatang,” ujar Zainudin dalam konferensi pers daring, di Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Prestasi olahraga Indonesia yang cukup baik di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang dan SEA Games 2019 Filipina lalu, ungkap Zainudin, sebetulnya bukan hasil dari pembinaan yang ideal. Prestasi ini terjadi karena Indonesia menjadi tuan rumah pesta olahraga Asia itu dan dampaknya berlanjut ke SEA Games 2019.
Padahal, jika dilihat saksama, atlet-atlet elite yang ada sekarang cenderung tidak memiliki pelapis sepadan. Kebanyakan atlet elite ataupun potensial yang ada saat ini pun lahir kebetulan, bukan dari sistem yang berkesinambungan. Pelari cepat andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, misalnya, ”ditemukan” tanpa sengaja dari Kejuaraan Nasional PPLP di Papua pada 2017 lalu.
UU SKN yang ada saat ini dinilai kurang mendukung pembinaan atlet yang berkelanjutan.
Saat ini, Indonesia belum memiliki ”pabrik” pencetak atlet berkualitas dan konsisten. Itu terjadi karena tidak adanya panduan ideal dan kuat. UU SKN yang ada saat ini dinilai kurang mendukung pembinaan atlet yang berkelanjutan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali memberikan pidato saat peluncuran Shopee Liga I 2020 di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (24/2/2020). Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menjadi salah satu prioritas dalam program kerjanya saat ini.
Kekurangan itu sebagai contoh adalah tidak adanya detail cara membentuk generasi muda yang memiliki fondasi olahraga, mulai dari perhatian terhadap latihan fisik hingga asupan vitamin. Akibatnya, bibit atlet sangat terbatas kendati jumlah anak muda di Tanah Air sangat melimpah. Padahal, Indonesia butuh banyak bibit atlet potensial pada usia di bawah 13 tahun yang diharapkan matang atau siap bersaing, terutama jika negara ini terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 mendatang.
Atas dasar itu, sejak 2019, Zainudin pun coba mengusulkan revisi terhadap UU SKN. Naskah akademik revisi itu sudah masuk ke Komisi X DPR Bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah. Saat ini, dokumen itu sudah masuk tahap prolegnas (perencanaan penyusunan undang-undang).
Nantinya, dalam revisi UU tersebut, Kemenpora akan fokus membina atlet pelajar SMP dan SMA di Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Cibubur, Jakarta Timur. Adapun atlet-atlet elite akan dibina di Kompleks Olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. ”Dengan cara ini, kami berharap pembinaan atlet bisa lebih baik, setidaknya siap bersaing ketika Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade 2032,” ungkap Zainudin.
Kembali beraktivitas
Terkait kepentingan jangka pendek, Kemenpora kini juga berupaya menyusun protokol khusus agar agenda olahraga nasional bisa kembali bergulir di tengah pandemi Covid-19. Menurut Zainudin, dunia olahraga Indonesia tidak boleh terlalu lama mati suri akibat wabah Covid-19 yang sulit diprediksi kapan akan berakhir.
Pentingnya olahraga nasional menghadapi tatanan hidup baru, yaitu berdampingan dengan pandemi, ini tidaklah terlepas dari banyaknya agenda di tahun depan. Selain Olimpiade Tokyo, perhelatan besar lain, seperti SEA Games dan Pekan Olahraga Nasional, juga telah menanti pada 2021.
Sekarang, kami fokus membuat protokol agar dunia olahraga Indonesia bisa kembali beraktivitas di era baru.
”Sekarang, kami fokus membuat protokol agar dunia olahraga Indonesia bisa kembali beraktivitas di era baru. Kami akan mendiskusikan itu bersama KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), KOI (Komite Olimpiade Indonesia), dan FORMI (Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia). Protokol itu harus disiapkan benar-benar karena ajang olahraga bertumpuk di tahun depan,” tutur Zainudin.
DOKUMENTASI PSSI
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali (kanan) bersama Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menghadiri pembukaan Liga 2 Indonesia di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (14/3/2020) malam. Liga Indonesia menjadi salah satu perhelatan olahraga nasional yang terhenti akibat pandemi Covid-19.
Ia menambahkan, Indonesia akan memasuki fase pertama era baru di tengah pandemi Covid-19 mulai 1 Juni. Namun, belum diketahui pasti apa saja bidang yang bisa kembali beraktivitas pada fase itu. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk mengetahui apakah olahraga bakal termasuk dalam bidang yang bisa dimulai kembali.
Protokol pandemi
Jika gugus tugas sudah memberikan lampu hijau, Kemenpora akan segera membuat protokol umum untuk kegiatan olahraga, seperti penerapan jaga jarak, menjaga kebersihan, hingga tes cepat ataupun PCR, sebelum kegiatan olahraga dimulai lagi. Protokol itu lantas akan diedarkan ke semua cabang olahraga.
”Protokol itu hanya panduan umum untuk cabang olahraga. Nantinya, mereka bisa menyusun protokol lebih ketat yang sesuai (cabang) olahraga masing-masing. Setiap cabang pasti memiliki standarnya masing-masing sehingga tidak bisa menerapkan satu protokol saja. Untuk itu, dituntut pula kreativitas dari setiap cabang olahraga,” ujarnya.
Khusus untuk kompetisi yang melibatkan banyak orang, seperti sepak bola, kelanjutan pelaksanaannya juga penting mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Kesehatan ataupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Salah satu hal penting yang harus didiskusikan adalah mengenai keberadaan penonton. ”Kami akan mengikuti arahan Kemenkes atau gugus tugas karena mereka lebih paham kondisi pandemi,” kata Zainudin.
Pada 4 Juni mendatang, KOI bersama para pengurus cabang olahraga akan menggelar rapat membahas rancangan protokol itu. Terkait hal itu, Manajer Pelatnas Angkat Besi Alamsyah Wijaya menyampaikan, pihaknya siap menyambut tatanan hidup baru di bidang olahraga.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Lifter yunior Tsabita Alfiah Ramadani bersama lifter lain mengikuti latihan di Pelatnas Angkat Besi PB PABBSI, Markas Marinir TNI AL, Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Mereka telah terbiasa menggelar pelatnas dengan menerapkan protokol umum kesehatan. Sejak pandemi Covid-19 muncul, pelatnas angkat besi tetap berjalan hingga saat ini. Protokol umum, seperti isolasi mandiri, jaga jarak, dan rutin membersihkan diri, itu diharapkan Ketua Umum PB PABBSI Rosan Roeslani menjadi kebiasaan hidup baru atlet.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PB Perbakin Sarozawato Zai berkata, pihaknya juga telah membiasakan diri dengan kebiasaan baru, yaitu pertandingan menembak virtual pada April dan Mei lalu. Kegiatan itu menjadi ”oase” para atlet yang selama pandemi hanya berlatih tanpa bisa mengikuti kejuaraan.
”Sekarang, kami sedang menyusun protokol lebih baik untuk pertandingan virtual. Itu butuh dukungan jaringan dan perangkat visual yang memadai,” pungkasnya.