"Tongkat Estafet" dari Tontowi Ahmad
Tontowi Ahmad, salah satu pahlawan Indonesia peraih emas di Olimpiade 2016, menatap hidup baru di luar lapangan bulu tangkis. Pengalamannya jatuh-bangun di lapangan perlu menjadi teladan para generasi muda saat ini.
Andre Agassi, mantan petenis putra ternama dunia, pernah berkata, pensiun sebagai atlet ibarat menghadapi kematian. Mereka harus menjalani hidup baru yang sangat asing serta meninggalkan kejayaan dalam sekejap mata.
Situasi itu sedikit banyak kini harus dihadapi Tontowi ”Owi” Ahmad, atlet ganda campuran bulu tangkis nasional, yang mengumumkan pensiun, Senin (18/5/2020). Bagi sebagian pihak, keputusannya itu mengejutkan mengingat usianya masih 32 tahun.
”Memang, saya mengharapkan bisa menyudahi ini (karier bulu tangkis) di puncak podium. Tapi, inilah hidup. Tidak selalu apa yang kita inginkan bisa tercapai,” tulisnya di akun Instagram-nya, kemarin.
Keputusannya untuk meninggalkan pelatnas bulu tangkis di Cipayung, Jakarta Timur, itu hanya berselang sekitar setahun seusai pensiunnya Liliyana ”Butet” Natsir (34), pasangan Owi di ganda campuran sejak 2010 silam.
Sejak mengabari pelatihnya, Richard Mainaky, melalui WhatsApp, Februari lalu, alasan mundurnya Owi dari pelatnas bulu tangkis di Cipayung terus menjadi teka-teki. Sebagian penggemarnya pun ikut menanyakan hal yang sama di Twitter, kemarin. Mundurnya Owi menjadi salah satu topik terpopuler di Twitter, kemarin.
Kicauan dengan tanda pagar #TerimaKasihOwi pun bergema di jagat maya. Hingga sore hari, kemarin, terdapat 11,8 ribu kicauan soal itu. ”Adalah keistimewaan bisa menjadi bagian perjalanan metamorfosismu. Selamat menjalani transisi baru dalam tahapan perjalanan hidup berikutnya,” ujar Gita Wirjawan, mantan Ketua Umum PBSI, melepas karier Owi di akun Twitter-nya.
Alasan mundurnya Owi terungkap ketika berkunjung ke rumah Richard, 1 Maret lalu. Kepada Kompas dan Indosport.com, yang juga hadir di rumah Richard, saat itu, Owi meminta komentarnya tidak dipublikasikan hingga dia berkirim surat ke PBSI soal mundurnya dia dari pelatnas.
Dalam suasana santai, diselingi makan siang dengan makanan pesanan Owi yang dimasak istri Richard, Meike Paruntu Mainaky, Owi bercerita banyak hal. Itu mulai dari alasan dan kegundahannya mundur dari Cipayung, kisah jatuh bangun bersama Liliyana, hingga rencananya setelah tidak lagi tinggal di Cipayung.
Ceritanya itu memang mengesankan niat Owi pensiun sebagai atlet, seperti yang dia sampaikan melalui akun Instagram-nya. Namun, Owi tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi atlet profesional. Hanya saja, itu tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
Owi memutuskan mengundurkan diri karena merasa motivasinya telah berkurang, apalagi dengan semua prestasi di level tinggi. Dua gelar juara dunia dan tiga All England telah dilengkapinya dengan raihan medali emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Semua bersama Butet yang telah lebih dulu pensiun pada 2019 lalu.
Status magang
Status magang yang diberikan PBSI sejak awal 2020 lalu juga membuatnya tak nyaman. Setiap awal tahun, PBSI menentukan status setiap atlet pelatnas yang terbagi dalam Pelatnas Utama dan Pratama. Dalam setiap level, terdapat atlet dengan ”label” magang, selain yang diberi status utama.
Atlet magang adalah mereka yang menerima semua hak dan fasilitas berlatih, namun harus mengeluarkan biaya sendiri untuk mengikuti turnamen, seperti yang dijalani Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Ini berbeda dengan atlet utama yang mendapat semua hak berlatih dan bertanding secara penuh dari PBSI.
”Bukan gak terima, saya berpikir status magang itu untuk atlet yunior di pelatnas. Kalau seperti saya, bisa dibilang senior, kok magang? Tahun lalu, saya masih nomor satu dan masih masuk final,” ujarnya dalam wawancara itu.
Richard, pelatihnya, mengakui, status magang pada Owi mengejutkannya. Richard sebetulnya berharap Owi masih bertahan di Cipayung karena ia menjadi panutan penting bagi para atlet muda, terutama setelah pensiunnya Butet, tahun lalu.
”Sebelumnya, saya rapat bersama bidang pembinaan prestasi (binpres) untuk menentukan pemain dengan SK utama dan magang. Tontowi dimasukkan ke SK utama dan tidak ada masalah. Tetapi, setelah SK turun, di luar dugaan, berubah jadi magang. Apapun keputusan PBSI saya terima. Tapi, saya sangat menyayangkan tidak dikoordinasikan dulu dengan pelatih saat mengambil keputusan (akhir),” tukasnya.
”Saya ingin lebih dekat dengan keluarga, anak-anak. Saya ingin mencoba dunia luar, karena cepat atau lambat atlet dalam usia seperti saya akan pensiun.
Terlepas dari masalah magang itu, faktor keluarga menjadi pertimbangan penting Owi pensiun. Hal-hal kecil, misalnya mengantarkan anaknya, Danish, ke sekolah menjadi hal baru yang menyenangkan baginya. Hal itu, dahulu, hampir selalu ia lewati karena kesibukannya sebagai atlet, salah satunya berlatih sejak pagi hingga sore hari di Cipayung.
”Saya ingin lebih dekat dengan keluarga, anak-anak. Saya ingin mencoba dunia luar, karena cepat atau lambat atlet dalam usia seperti saya akan pensiun,” ucap Owi kemudian.
Atlet asal Banyumas, Jawa Tengah, itu belum memikirkan rencana seusai pensiun. ”Kecil peluangnya (melanjutkan profesi atelt profesional). Saat ini, masih 25 persen. Harus serius menjalaninya. Kalau hanya setengah-setengah, mending enggak. Saya punya tanggung jawab ke partner saya nantinya. Kalo peluang untuk bertanding besar, saya akan menjalaninya. Tapi, kalau peluangnya kecil, buat apa?” ujarnya saat ditanya peluangnya untuk tetap menjalani karier profesionalnya di luar pelatnas PBSI.
Ganda campuran terbaik
Owi/Butet merupakan salah satu ganda campuran elite Indonesia, bahkan terbaik, jika melihat daftar gelar juara dan rekor yang mereka torehkan. Gelar tertinggi pertama mereka diraih ketika menjuarai All England 2012. Owi/Butet menjadi ganda campuran Indonesia pertama penyandang gelar di turnamen bulu tangkis paling prestisius itu setelah Christian Hadinata/Imelda Wigoeno pada 1979 silam.
Gelar itu dipertahankan dua tahun berikutnya secara beruntun. Mereka pun menyamai rekor legenda ganda campuran dunia asal Korea Selatan, Park Joo-bong/Chung Myung-hee, yang menjuarai All England pada 1986, 1989, dan 1991.
Sebelum berpasangan dengan Butet, Owi pernah bermain di ganda putra, berpartner dengan Muhammad Rijal. Pada ganda campuran, Owi dipasangkan dengan Shendy Puspa Irawati dan menjuarai Vietnam Grand Prix 2008.
Setelah itu, Owi berganti pasangan dengan Richi Puspita Dili. Namun, prestasinya tak juga menanjak hingga akhirnya dipasangkan dengan Butet, pada 2010, setelah Nova Widhianto (pasangan Butet sebelumnya) pensiun.
Baca juga : Publik Melepas Owi yang Pamitan dari Cipayung
Berpasangan dengan Butet, yang telah menjadi juara dunia 2005 dan 2007 bersama Nova, bukan perkara mudah. Owi seringkali merasa tak percaya diri. Dengan motivasi dari Butet, pelatih, dan komitmen kuat Owi, mereka pun menapaki diri menuju tangga juara. Pada tahun pertama berpasangan, Owi/Butet menjuarai Grand Prix Indonesia Terbuka 2010.
Di ajang Olimpiade, yang merupakan puncak persaingan atlet di seluruh dunia, perjalanan Owi/Butet lebih terjal. Perjalanan menuju podium tertinggi di London 2012 digagalkan Xu Chen/Ma Jin (China) pada semifinal. Nasib mereka lebih buruk lagi ketika dikalahkan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen pada perebutan perunggu.
Sempat tak harmonis
Menuju Olimpiade berikutnya, Rio 2016, hubungan Owi/Butet, bahkan sempat tak harmonis. Pemicunya adalah final Asian Games Incheon 2014 ketika Owi/Butet menghadapi musuh bebuyutannya, Zhang Nan/Zhao Yunlei (China). Owi sempat melakukan kesalahan ”fatal” pada perebutan poin ketika itu.
Saat mendapat kesempatan memperoleh poin melalui smes dari area serang, Owi menyia-nyiakannya. Kok pukulannya tak dapat melewati net. Inilah yang menjadi titik balik kegagalan Owi/Butet.
Sempat unggul 13-7 pada gim pertama, mereka pun balik tertinggal akibat tiga kesalahan beruntun. Lawan pun mendapat momentum membalikkan keadaan. Owi/Butet pun menyerah 16-21, 14-21.
Penyesalan itu membekas hingga berbulan-bulan kemudian. Keduanya bagai menjadi ”musuh”. Komunikasi di lapangan pun macet. Mereka cenderung lebih banyak diam, terutama ketika salah satu di antaranya membuat kesalahan. Owi mengakui, tak ada saling percaya dari keduanya saat itu.
Hal itu berdampak turunnya prestasi mereka. Didahului kegagalan mempertahankan gelar juara All England awal 2015, mereka hanya menjuarai dua turnamen kecil, tahun itu.
”Hingga akhirnya, pada satu momen, kami membuat komitmen lagi untuk Olimpiade. Cik Butet nanya, kita masih mau Olimpiade enggak? Saya bilang, siap. Setelah itu, kita saling percaya lagi,” kata Owi.
Selain memperbaiki komunikasi, keberhasilan Owi/Butet mempersembahkan emas Olimpiade didukung komitmen mereka menjalani semua program yang diberikan pelatih. Keduanya, bahkan tak jarang menambah porsi latihan sendiri yang saat ini sangat jarang dilakukan pemain muda.
Saya yakin, ini keputusan berat buat Owi. Saya tahu karena pernah mengalaminya. Sedih melepas status pemain bulu tangkis, dunia yang sudah ditekuni sejak kecil. Namun, inilah hidup. Ini saatnya memberikan tongkat estafet ke adik-adik di pelatnas.
Emas Rio de Janeiro 2016, setelah mengalahkan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) di final, menjadi pembuktian Owi/Butet belum habis. ”Ini buktinya. Ini jawaban buat yang meragukan kami,” kata Owi, sesaat setelah mendapat kalungan medali emas.
Keduanya tetap saling memotivasi, bahkan ketika sudah tidak lagi berduet di lapangan. ”Selamat pensiun, mantan rekan. Saya yakin, ini keputusan berat buat Owi. Saya tahu karena pernah mengalaminya. Sedih melepas status pemain bulu tangkis, dunia yang sudah ditekuni sejak kecil. Namun, inilah hidup. Roda terus berputar. Ini saatnya memberikan tongkat estafet ke adik-adik di pelatnas agar bisa meneruskan prestasi membanggakan Owi,” tulis Butet di Instagram. .
Empat tahun pasca-momen indah bersama Butet di Rio, sebagai satu-satunya penyumbang emas bagi Indonesia kala itu, Owi memutuskan menjauhi dunia yang yang dicintainya itu. Meskipun tidak lagi di lapangan, ia berharap momen seperti di Rio itu bisa tetap abadi, setidaknya di kenangan.
”Saya ingin dikenang sebagai orang yang pernah mengumandangkan lagu Indonesia Raya (di Olimpiade),” ujarnya.