Perhatian terhadap aturan yang sangat detail menyelamatkan wajah Bundesliga. Keseriusan ini bisa ditiru kompetisi lain yang akan memulai musim kembali.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
FRANKFURT, MINGGU – Pekan pertama dimulainya kembali Bundesliga atau Liga Jerman berjalan mulus. Namun, kesuksean itu tidak jatuh dari langit. Di balik kelancaran setiap laga, terdapat penerapan protokol kesehatan dan keselamatan begitu ketat yang mengatur hingga detail-detail terkecil.
Protokol diterapkan dengan tegas dari yang terpenting hingga paling remeh sekali pun. Mulai pengujian Covid-19 bagi pemain dan staf sebelum pertandingan sampai mengatur posisi orang yang ingin buang air kecil di dalam stadion.
Banyak kondisi cukup unik dalam pekan ke-26 Bundesliga. Sejak kedatangan saja, tim tiba di stadion dengan beberapa bus. Pemain dan staf klub tidak muat lagi naik satu bus karena harus membatasi jarak selama perjalanan. Mereka yang sudah menjalani karantina seminggu mengenakan masker di dalam bus hingga masuk stadion.
Di ruang ganti, jarak mereka dibatasi. Tidak ada lagi saling menempel antarpemain. Bahkan, pembatasan jarak juga berlaku di toilet markas RB Leipzig, Arena Red Bull. Urinoir dibuat selang-seling. Satu urinoir bisa digunakan, sedangkan sebelahnya diplester dengan tanda “X”.
Pemandangan unik terlihat saat laga berlangsung. Para pemain cadangan dan pelatih yang biasa duduk menempel di pinggir lapangan, kini terpisah jarak minimal 1,5 meter. Di Arena Esprit, markas Fortuna Dusseldorf, pemain cadangan bahkan harus duduk di tribun penonton. Mereka berada di belakang para pelatih yang duduk di pinggir lapangan seperti biasa.
RB Leipzig yang menerapkan hal serupa sampai harus membawa tangga pesawat portabel. Tangga itu digunakan untuk memudahkan pemain cadangan untuk naik dan turun. Adapun tribun penonton Arena Red Bull lebih tinggi sekitar 3 meter dari permukaan lapangan.
Pemungut bola atau ball boy mendapat tanggung jawab lebih. Mereka yang hanya berjumlah empat orang harus membersihkan bola dengan desinfektan sebelum dan saat jeda pertandingan.
Wawancara sebelum laga tak kalah unik. Pemain dan manajer diwawancarai dengan jarak cukup jauh, sekitar tiga meter, dari wartawan. Di Arena Esprit, seorang wartawan melakukan wawancara dari tribun, sedangkan pelatih Fortuna, Uwe Roesler, berada di pinggir lapangan. Dengan jarak itu, wartawan harus menggunakan alat bantu tongkat untuk menyodorkan mikrofon.
Roesler terlihat agak kaku dengan wawancara tersebut. Menurut dia, sangat banyak perubahan dalam satu laga yang jauh dari kebiasaan mereka selama ini. “Tetapi saya bahagia kami melakukannya dengan sangat baik. Pemain juga mulai menerima (aturan) dan menerapkannya,” jelasnya.
Jurnalis, sebagai pihak luar klub, memang dihadapkan dengan aturan cukup ketat. Mereka hanya boleh berada di zona kedua yaitu tribun penonton, bersama tim medis dan pengamanan. Setiap media hanya boleh mengirimkan satu wartawan, termasuk media besar Jerman seperti Kicker.
Lebih canggih lagi, jurnalis diberikan alat deteksi mini dalam laga antara tuan rumah Eintracht Frankfurt melawan Borussia Monchengladbah, pada Sabtu, di Arena Commerzbank. Alat itu akan berbunyi dan berkedip merah jika para wartawan melanggar batas jarak aman 1,5 meter.
Selama pekan pertama dimulainya kembali Bundesliga, aturan pembagian tiga zona stadion masih ditaati. Pembagian mengatur hanya 213 orang yang boleh berada di stadion, 98 orang di lapangan (pemain, pelatih, pemungut bola) dan 115 orang di tribun (medis, media). Sisanya 109 orang di luar stadion (operator VAR, satuan pengamanan).
Keseriusan Bundesliga sangat terlihat dalam pekan pertama. Mereka tidak ingin mendapat “kartu merah” seperti ancaman yang dilontarkan langsung oleh Menteri Presiden Bavaria Markus Solder.
“Jika ahli kesehatan telah menyarankan (aturan), Anda harus mengerjakan dan mengikutinya. Jika Anda melanggar aturan itu, Anda akan mendapat kartu merah. Situasi ini (di sepak bola) sama seperti kehidupan nyata,” tegas Solder.
Adapun wajah politisi Jerman dipertaruhkan dengan memberi izin mulainya Bundesliga. Pemerintah mereka cenderung berani dibanding negara-negara lain yang masih ragu untuk mengembalikan kompetisi olahraga. Padahal Jerman masuk dalam 10 besar negara paling terdampak pandemi.
Di lain sisi, Fredi Bobic, Direktur Olahraga Frankfurt, melihat Bundesliga sudah menjadi cermin bagi industri olahraga dunia. Karena itu, protokol dibuat sangat detail agar tidak ada celah kesalahan.
“Saya diwawancarai oleh media dari Inggris, Spanyol, Italia, hingga AS. Mereka ingin tahu bagaimana kami bisa mengorganisasi ini. Bahkan tidak hanya dari sepak bola. Hal itu dengan masukan dokter dan dukungan politik, memberikan kami tanggung jawab lebih,” ungkap Bobic.
Ciuman pemain
Di balik detail aturan, pekan pertama Bundesliga tak lepas dari pelanggaran. Pemain Hertha Berlin Dedryck Boyata tertangkap mencium dan memeluk rekannya saat unggul 3-0 dari tuan rumah Hoffenheim. Padahal pemain dilarang selebrasi dengan melakukan kontak fisik berlebihan.
Pelatih Hertha Berlin Bruno Labbadia membela pemainnya. Hal tersebut dinilai wajar karena pemain masih beradaptasi. “Kejadian itu sudah saya perkirakan. Saya hanya berharap orang di luar di sana memahami. Emosi adalah bagian dari permainan ini. Kami juga telah melakukan tes secara reguler,” jelasnya.
Bundesliga, dalam situs resminya, mengumumkan Boyata tidak akan mendapatkan hukuman karena kelalaian tersebut. Dia hanya mendapat teguran karena selebrasi tidak termasuk dalam protokol medis prioritas.
Namun, pelanggaran selebrasi hanya bagian kecil dari pemain lain yang menaati aturan. Bintang Borussia Dortmund Erling Haaland hanya melakukan tos dengan siku saat mencetak gol pertama ke gawang FC Schalke dalam Derbi Ruhr. Sementara itu, pemain-pemain Wolfsburg melakukan tos kaki saat selebrasi.
Pendukung klub, yang semula diperkirakan tetap datang ke stadion, ternyata tidak menjadi ancaman berarti. Kondisi luar stadion sangat sepi tanpa adanya pendukung yang hadir. Hanya beberapa orang yang lalu-lalang menggunakan sepeda dengan kostum dan atribut klub.
“Mengejutkannya, sangat hening (di luar stadion). Padahal kami telah menyiapkan berbagai skenario, tetapi di luar dugaan hanya beberapa yang datang ke stadion. Imbauan menonton laga di rumah ternyata ampuh,” kata Juru Bicara Kepolisian Dortmund, Olivier Peiler. (AP)