Cara unik dilakukan para atlet lompat galah terbaik dunia, seperti Armand Duplantis, untuk berkompetisi di tengah pandemi. Mereka bersaing, bak tampil di ajang Olimpiade, dari pekarangan rumahnya masing-masing.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Tiga peloncat galah terbaik dunia saling berhadapan dalam perlombaan yang berlangsung Minggu (3/5/2020). Mereka adalah peloncat legendaris asal Perancis Renaud Lavillenie (33), juara dunia 2019 asal Amerika Serikat Sam Kendricks (27), dan pemegang rekor dunia asal Swedia Armand Duplantis (20).
Ketiganya mengeluarkan segenap kemampuan terbaik dalam perlombaan tersebut. Perlombaan berlangsung alot karena ketiganya tidak ada yang mau menyerah hingga titik akhir perlombaan. Sekitar 20.000 orang penonton harap-harap cemas menanti siapakah yang akan keluar sebagai pemenang. Suasana pun sontak kian semarak.
Setelah 30 menit, perlombaan itu berakhir. Peloncat muda yang sedang naik daun, Duplantis, dan seniornya, Lavillenie, keluar sebagai juara bersama karena sama-sama bisa melakukan 36 kali loncatan lima meter. Adapun Kendricks di urutan terakhir dengan 26 kali loncatan lima meter. Ada perbedaan aturan dalam perlombaan kali ini, yakni dari biasanya saling kejar loncatan terbaik menjadi daya tahan kemampuan meloncat dalam ketinggian tertentu.
Duplantis sempat tak puas dengan hasil itu. Atlet kelahiran Lafayette, Louisiana, Amerika Serikat, itu meminta tiga menit waktu tambahan untuk menentukan pemenang sejati lomba tersebut. Namun, Lavillenie menolak. Karena itu, juri yang memandu perlombaan menyatakan perlombaan sudah selesai.
Walau sedang terjadi pembatasan sosial berskala besar maupun karantina di seluruh dunia akibat wabah Covid-19, perlombaan itu benar-benar nyata terjadi. Namun, lomba itu hanya bersifat eksibisi. Ketiga peloncat galah itu pun tidak berlomba secara langsung pada satu tempat seperti biasanya.
Ketiganya melakukan perlombaan itu dari tiga tempat berbeda. Mereka berlomba di pekarangan ataupun kebun belakang rumah masing-masing yang disulap menjadi arena perlombaan level dunia. Arena dadakan itu dilengkapi lintasan, kotak tancap, tiang ukur, hingga landasan. Levillenie berlomba di rumahnya di Clermount-Ferrand, Perancis; Kendricks di Mississippi, Amerika Serikat; adapun Duplantis di Louisiana yang juga di AS.
Tak ubahnya ajang resmi, perlombaan itu turut disiarkan langsung via sejumlah akun media World Athletics (Federasi Atletik Dunia), antara lain Youtube. Sedikitnya 20.000 orang dari seluruh belahan dunia menyaksikan tayangan tersebut. Antusiasme penonton pun tak surut walaupun dilakukan dengan cara berbeda.
Biasanya, sorak-sorai para penonton itu berupa teriakan nyaring dalam mendukung atlet idolanya di arena perlombaan. Kali ini, sorak-sorai mereka berwujud teks komentar yang silih berganti muncul mendukung atlet idolanya pada kolom percakapan kecil yang dibatasi maksimal 200 huruf.
Walau lomba penuh keterbatasan, ketiga peloncat itu sangat menikmati perlombaan tersebut. Bahkan, mereka mengaku lomba itu menjadi obat rindu akan kompetisi sesungguhnya.
”Saya sangat rindu perasaan bersaing. Lomba ini terasa gila. Walau hanya berlomba di kebun, saya tetap bisa merasakan perasaan bersaing seperti di kejuaraan besar. Sangat senang bisa berpartisipasi di lomba ini,” ujar Levillenie dikutip Sport24, Minggu.
Konsep baru
Lomba yang dilakukan ketiga peloncat galah terbaik dunia itu menjadi konsep baru perlombaan ataupun pertandingan di masa pandemi Covid-19. Sebab, mereka benar-benar melakukan perlombaan dengan gerakan fisik seperti biasanya di kala banyak atlet lain justru mengalihkan perlombaan ke virtual, seperti pada cabang tenis, bola basket, Formula 1, MotoGP, dan dan sepak bola.
Presiden World Athletics Sebastian Coe pun akan mempertimbangkan konsep baru itu sebagai perlombaan rutin selama masa pandemi ini. Cara itu memberikan asa kepada para atlet untuk tetap bergerak mengekspresikan kemampuannya saat aktivitas di dunia tengah dibatasi akibat Covid-19.
”Ini adalah inisiatif yang brilian, sangat menyenangkan, dan sangat inovatif. Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari keluarga para atlet dan tim World Athletics, karena telah membuat atletik kembali hidup selama masa karantina akibat Covid-19 ini,” kata Coe.
Bahkan, Lavillenie dan Duplantis sudah mengagendakan pertemuan serupa pada 11 Juni. Perlombaan itu akan turut menampilkan bintang Norwegia, Karsten Warholm (24). Kegiatan ini dianggap bisa menjadi alternatif kompetisi setelah penundaan seri kejuaraan dunia atau Diamond League karena wabah Covid-19.
Awal pekan ini, penyelenggara Diamond League seri Lausanne, Swiss, pun akan mencari opsi lain setelah memastikan penundaan gelaran pada 20 Agustus. ”Saya sangat menyukai ide perlombaan tersebut (lomba di kebun belakang rumah). Ini bisa menjadi cara yang hebat untuk berkompetisi di saat wabah Covid-19,” ujar Noah Lyles (22), juara dunia lari 200 meter dan estafet 4x100 meter 2019 asal Amerika Serikat, dikutip NBC Sports.
Butuh kompetisi
Bagi Duplantis, rutinitas perlombaan sangat dibutuhkan. Atlet dengan tinggi 181 sentimeter itu merupakan pemegang rekor dunia loncat galah putra dengan 6,18 meter pada Kejuaraan Dalam Ruangan di Glasgow, Skotlandia, pada 15 Februari 2020 lalu
Dengan raihan itu, Duplantis berambisi dan menjadi favorit untuk meraih emas pada Olimpiade Tokyo 2020 sebelum ditunda ke Agustus 2021. Pada Olimpiade edisi terakhir di Rio de Janeiro, Brasil, pada 2016, peloncat galah tuan rumah Thiago Braz da Silva meraih emas dengan loncatan 6,03 meter. Adapun Lavillenie meraih perak dengan loncatan 5,98 meter dan Kendricks perunggu dengan 5,85 meter.
Duplantis mengutarakan, dirinya cukup beruntung dalam situasi karantina seperti sekarang. Setidaknya, dia memiliki fasilitas latihan yang lengkap di rumah. Tetapi, itu saja tidak cukup. Dirinya merasa butuh perlombaan ataupun kompetisi untuk menjaga maupun mengasah mental bertandingnya.
”Sulit sekali menjaga motivasi saat ini. Anda setiap hari hanya berlatih, tetapi tidak tahu hasilnya untuk apa. Sebagai atlet, kami berlatih untuk memperjuangkan sesuatu dalam kompetisi. Sedangkan, saat ini, kompetisi tidak ada dan tidak tahu situasi seperti ini kapan akan berakhir,” tuturnya dikutip European-Athletics, Senin (20/4/2020).(AFP)