Pelatih perlu kreatif menciptakan program latihan agar kemampuan teknik atlet tidak menurun saat berlatih di rumah selama pandemi Covid-19.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Di tengah wabah Covid-19, Kementerian Pemuda dan Olahraga mendorong pengurus cabang olahraga membuat program latihan yang optimal dengan menyesuaikan kondisi. Jika tidak, atlet hanya berlatih dalam ruangan dan cenderung hanya menjaga kebugaran. Kalau wabah kian panjang, atlet Indonesia akan tertinggal dengan atlet negara lain yang tetap berlatih optimal dengan program yang kreatif.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S Dewa Broto dihubungi dari Jakarta, Minggu (3/5/2020), mengatakan, Kemenpora meminta pelatnas semua cabang tidak berhenti walaupun terjadi wabah Covid-19, terutama cabang yang disiapkan menuju Olimpiade Tokyo 2020 yang ditunda ke 2021. Apalagi Kemenpora pun memastikan honor atau gaji untuk para atlet dan pelatih tidak dihentikan.
Namun, Kemenpora tidak menutup mata bahwa pelatnas tidak bisa berjalan optimal. Berdasarkan pemantauan, hampir semua atlet hanya berlatih menjaga kebugaran di rumah atau dalam ruangan. Adapun latihan lain, terutama latihan untuk meningkatkan kempauan teknik di lapangan atau luar ruangan nyaris tidak bisa dilakukan, mengingat banyak daerah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Situasi itu tidak ideal untuk perkembangan atlet. Adapun di negara lain, tak sedikit yang sudah berkreasi dengan membuat program sedemikian rupa sehingga latihan bisa optimal di tengah keterbatasan ini.
Jika wabah Covid-19 semakin panjang, atlet Indonesia kian tertinggal dengan atlet negara lain. Saat latihan normal dimulai lagi, atlet Indonesia bisa-bisa harus memulai kembali latihan dari nol, sedangkan atlet negara lain boleh jadi langsung siap untuk berlomba.
Atas dasar itu, Gatot menuturkan, pihaknya akan berusaha melakukan koordinasi dengan pengurus cabang olahraga untuk membicarakan program latihan yang sesuai dengan kondisi saat ini sehingga hasil diharapkan lebih optimal. ”Kami berencana melakukan rapat virtual dengan pengurus cabang membahas hal itu. Program kreatif ini sangat dibutuhkan sebagaimana yang sudah dilakukan atlet negara lain, terutama pesepak bola Eropa,” ujarnya.
Menurut Gatot, pengurus cabang mendesak untuk merancang program latihan kreatifnya sejak sekarang. Sebab, Kemenpora memastikan target prestasi untuk mereka tidak akan turun walaupun ada wabah Covid-19. ”Apalagi situasi ini dialami oleh semua negara, bukan hanya Indonesia. Jadi, sekarang, siapa yang lebih siap akan lebih baik saat kondisi kembali normal,” katanya.
Sedang menyiapkan program
Sekretaris Umum Pengurus Besar Federasi Panjat Tebing Indonesia (PB FPTI) Sapto Haridiono mengutarakan, secara internal, pihaknya juga sudah bersiap membuat program yang lebih sesuai di tengah pandemi Covid-19. Apalagi atlet nyaris tidak bisa melakukan latihan di luar ruangan.
Bahkan, PB FPTI berencana untuk memanggil semua atlet melakukan pelatnas di Jakarta pada Jumat (1/5/2020). Namun, karena PSBB di sejumlah daerah, terutama di Jakarta, para atlet pun tidak bisa memenuhi panggilan tersebut. Akibatnya, para atlet harus melanjutkan kembali latihan di dalam ruangan.
Situasi itu kurang ideal untuk atlet panjat tebing karena mereka butuh untuk mengasah skill, terutama memegang poin pada dinding panjat. Saat ini, mereka hanya bisa menjaga kebugaran, seperti angkat beban dan pull up. ”Walaupun latihan beban terus ditingkatkan, latihan pull up ditambah dari biasanya 100 kali per hari menjadi 200-300 kali per hari, itu tidak cukup,” tuturnya.
Sapto menambahkan, pihaknya berupaya mendorong atlet bisa berlatih skill di dalam ruangan. Hal itu masih terhambat dengan anggaran, karena untuk melatih skill dalam ruangan, atlet harus memiliki dinding panjat sendiri. Sejauh ini, hanya atlet speed Aspar Jaelolo yang sudah membuat dinding panjat sendiri di rumahnya.
Dinding panjat itu bertinggi sekitar tiga meter dan terbuat dari material kayu. Biaya pembuatannya berkisar Rp 7 juta-Rp 10 juta. Walau poin yang ada tidak standar perlombaan, keberadaan dinding panjat itu memungkinkan atlet bersangkutan merasakan kembali perasaan memegang poin.
”Idealnya, semua atlet harus memiliki dinding panjat sendiri seperti itu. Tapi, itu butuh biaya sehingga perlu dibahas dulu oleh pengurus secara internal. Kalau memang tidak ada solusi, kami nanti minta bantuan dengan pemerintah,” ujar Sapto.
Utamakan kesehatan
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor M Tanjung menyampaikan, para atlet pelatnas sudah dikembalikan ke rumah masing-masing sejak wabah Covid-19 mulai muncul di Indonesia. Sejauh ini, para atlet hanya berlatih untuk menjaga kebugaran sedangkan latihan teknik nyaris tidak bisa dilakukan.
”Terus terang, dalam situasi ini, sulit mengharapkan perkembangan para atlet saat menjalani latihan di rumah. Tetapi, kami juga tidak bisa memaksakan mereka berlatih di lintasan atau lapangan, karena risikonya tinggi jika keluar rumah. Dalam kondisi ini, lebih baik sehat dahulu. Kalau tertular Covid-19, situasi justru lebih rumit,” katanya.
Kendati tidak ada tuntutan khusus dalam berlatih. Beberapa atlet PB PASI coba berkreasi sendiri untuk mengembangkan kemampuan di tengah keterbatasan ruang gerak oleh wabah Covid-19. Atlet lompat jauh Sapwaturrahman misalnya, yang saat ini berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Dalam sebulan terakhir, Sapwaturrahman nyaris tidak pernah berlatih di luar ruangan. Tetapi, agar kemampuannya tidak hilang, dia coba mengalihkan latihan skill di lintasan dengan meningkatkan pondasi tubuh. Caranya, meningkatkan latihan beban untuk tungkai kaki melebihi kemampuan terbaiknya selama ini, yakni 300 kilogram.
Latihan seperti itu diharapkan bisa menutupi kekurangan latihan skill saat ini. ”Kalau pondasi tubuh kuat, saya berharap itu bisa menunjang tenaga saya untuk melakukan lompatan lebih baik,” ujarnya. Adapun komponen utama yang harus dimiliki atlet lompat jauh, antara lain skill lompatan dan kekuatan tolakan kaki.