Klub Liga Inggris berambisi untuk segera menyelesaikan musim ini. Pasalnya, klub berpotensi kehilangan sumber pendapatan utama dari hak siar TV apabila liga tidak dilanjutkan.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·6 menit baca
LONDON, RABU – Penghentian kompetisi musim 2019/2020 yang telah melanda Liga Belanda serta diikuti Liga Perancis menghadirkan awan kelabu bagi 20 klub Liga Inggris. Kekhawatiran bukan hanya milik Liverpool yang tengah bertahta di puncak klasemen dan hanya membutuhkan enam poin untuk meraih titel, tetapi juga 19 tim lain karena menghentikan liga secara prematur akan mengurangi pendapatan klub hingga jutaan poundsterling.
Premier League sebagai kasta tertinggi liga Inggris adalah sebuah etalase terbaik dari wujud industri sepak bola di dunia. Perputaran uang berlangsung masif dan cenderung terbagi rata untuk 20 kontestan liga. Pembagian dana di Liga Inggris tidak melihat “kasta tradisi” klub. Alhasil, klub kecil, misalnya Brighton & Hove Albion serta Bournemouth, memiliki hak pendapatan uang yang sama dengan klub berpamor global, seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, dan Liverpool.
Seluruh kontestan Premier League memiliki hak untuk menerima dana segar dari pemasukan hak siar liga. Pembagian dana itu dibagi dalam lima kelompok. Pertama, equal share yang totalnya 50 persen dari total pendapatan operator liga. Jumlah itu dibagi rata kepada 20 klub. Kedua, biaya fasilitas (facility fees) yang berjumlah 25 persen dari akumulasi pendapatan penyelenggara liga. Pembagian setiap klub tidak seragam karena didasari jumlah laga yang paling banyak disiarkan langsung di Inggris.
Ketiga, merit payment yang berjumlah 25 persen dari total pendapatan liga. Untuk kategori ini, penerimaan dana masing-masing berbeda karena didasari posisi di klasemen akhir. Keempat, biaya kontrak hak siar internasional (international TV) yang dibagi rata kepada klub. Kelima, pendapatan komersial sponsor (central commercial) yang diserahkan secara rata pula kepada 20 klub.
Melihat dari kelima skema pembagian uang itu, maka penghentiaan liga akan menyebabkan klub kekurangan pendapatan dari biaya fasilitas dan merit payment. Pasalnya, dua sumber pendapatan itu sangat dipengaruhi hingga jumlah laga di penghujung liga. Sementara itu, equal share, hak siar internasional, dan pendapatan sponsor komersial telah diterima klub karena jumlah dana segar yang dibagikan sama untuk 20 klub.
Potensi kerugian itu belum mencakup potensi kekurangan pemasukan klub dari pertandingan andai liga dilanjutkan tanpa penonton. Sebanyak 20 klub Liga Inggris musim lalu 2018/2019 secara akumulasi mengumpulkan total pendapatan tiket penonton mencapai 678 juta poundsterling (sekitar Rp 12,9 triliun). Manchester United dan Arsenal meraup keuntungan dari penjualan tiket laga terbesar dengan 110,6 juta poundsterling (sekitar Rp 2,1 triliun) dan 96,2 juta poundsterling (sekitar Rp 1,8 triliun).
Sebagai contoh, musim lalu, sebanyak 29 laga Liverpool disiarkan secara langsung di Inggris, sehingga “The Reds” meraih pendapatan biaya fasilitas terbesar dengan jumlah 33,4 juta poundsterling (sekitar Rp 634 miliar). Jumlah itu lebih besar dari yang didapatkan juara musim 2018/2019 Manchester City yang hanya meraih 30,1 juta poundsterling (Rp 571 miliar) karena “hanya” 26 dari 38 total pertandingan anak asuh Pep Guardiola yang disiarkan langsung pemilik hak siar liga, Sky Sports dan BT Sport.
Sejak terhenti, pertengahan Maret lalu, Liga Inggris masih akan menyisakan 92 pertandingan. Sebanyak empat klub, yaitu City, Sheffield United, Arsenal, dan Aston Villa, masih menyisakan 10 laga, sedangkan 16 tim lain memiliki tabungan 9 pertandingan sebelum liga berakhir. Jumlah laga itu tentu menjadi pundi-pundi uang yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Dampak industri
Tidak hanya soal dana hak siar, penghentiaan liga secara dini juga akan menutup harapan sebagian klub yang masih berambisi memperbaiki posisi di papan klasemen. Liverpool memang hanya membutuhkan dua kemenangan untuk mengunci gelar juara, tetapi persaingan untuk merebut jatah kompetisi Eropa musim depan masih sengit. Arsenal yang masih bertengger di peringkat ke-9, secara matematis, masih berpeluang menggeser posisi Chelsea di zona Liga Champions.
Merujuk pada pendapatan merit payment musim lalu, apabila Arsenal bertahan di posisi ke-9, maka “Si Meriam London” hanya berhak mengantongi bonus sekitar 23 juta poundsterling (Rp 436 miliar). Tetapi, apabila Mesut Ozil dan kolega bisa mengakhiri musim di posisi ke-5, Arsenal berpeluang mengantongi dana merit payment serupa dengan penghasilan musim lalu sebesar 30 juta poundsterling (Rp 596 miliar).
Oleh karena itu, CEO Premier League Richard Masters menjadi sangat vokal untuk melobi para pemangku kepentingan di pemerintahan Inggris untuk mengizinkan penyelesaian liga musim ini. Menurut dia, perputaran uang besar di Liga Inggris akan menentukan bagi keberlangsungan industri sepak bola di Inggris, sehingga penghentian prematur liga akan berdampak buruk bagi komunitas sepak bola.
“Kita akan menghadapi potensi kerugian hingga 1 miliar poundsterling (Rp 18,9 triliun) apabila gagal menyelesaikan musim 2019/2020. Kerugian itu akan memberikan efek domino bagi seluruh aspek industri di masa depan serta memberikan pukulan lebih parah bagi perekonomian negara akibat pandemi,” ujar Masters, pekan lalu.
Di sisi lain, penghentian kompetisi juga akan membuat masalah lain bagi penyelenggara liga. “Kontrak hak siar TV membuat situasi liga Inggris lebih rumit dibandingkan liga lain di Eropa. Jika diambil keputusan seperti di Belanda (membatalkan kompetisi musim ini), maka Premier League akan menghadapi tuntutan kasus hukum yang amat besar,” ucap mantan pelatih Newcastle United, Alan Pardew, kepada Daily Mail.
Terbesar
Besarnya jumlah pendapatan hak siar Liga Inggris mendongkrak pula pendapatan klub. Berdasarkan laporan UEFA, Januari 2020, bertajuk “The European Club Footballing Landscape”, sebanyak 17 klub Premier League menguasai daftar 20 besar klub dengan pendapatan hak siar terbesar di “Benua Biru”.
Tiga klub yang mengganggu hegemoni tim Liga Inggris ialah Barcelona di peringkat ke-6, lalu Real Madrid yang berada di peringkat ke-8, serta Juventus yang berada di peringkat ke-20. Pendapatan hak siar Barcelona kalah dari Manchester United, City, Liverpool, Chelsea, dan Tottenham Hotspur. Adapun Juventus, yang menguasai Liga Italia delapan musim terakhir, tidak mampu menyaingi pendapatan hak siar klub medioker Inggris, seperti Huddersfield Town, Watford, dan Burnley.
Pendapatan besar hak siar itu tidak lepas dari besarnya nilai kontrak hak siar Liga Inggris yang mencapai 3,6 miliar Euro (Rp 59,8 triliun) untuk musim 2019/2020. Jumlah itu meningkat dari 3,5 miliar Euro (Rp 58 triliun) musim 2018/2019. Sementara itu, kontrak hak siar Liga Spanyol berjumlah 2 miliar Euro (Rp 33 triliun) dan 1,3 miliar Euro (Rp 21 triliun) untuk Liga Italia.
Atas dasar itu, pakar keuangan sepak bola Universitas Sheffield Hallam, Inggris, Rob Wilson, mengungkapkan, penghentian dini kompetisi musim ini akan mengakibatkan pemilik hak siar menolak pembayaran sisa kontrak sebesar 750 juta poundsterling (Rp 14 triliun). Jumlah itu, salah satunya, merupakan dana yang akan dialokasikan kepada klub untuk skema biaya fasilitas siaran langsung pertandingan.
“Kehilangan dana itu akan sangat berpengaruh kepada sejumlah klub, terutama di luar enam klub besar. Klub menengah saling terikat satu sama lain, sehingga jika satu klub mengalami masalah finansial yang lain juga akan mengalami hal serupa,” ucap Wilson.
Sementara itu, pendiri Sporting 11, agen manajemen olahraga asal Inggris, Malle Koido, menilai, situasi bagi klub Liga Inggris akan semakin sulit apabila kondisi ekonomi global dan Inggris mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. Ia memperkirakan, dampak utama yang akan dialami klub ialah kesulitan untuk mempertahankan nilai kontrak dengan sponsor saat ini dan menarik sponsor baru.
“Kami memperkirakan masa pemulihan membutuhkan minimal lima tahun agar geliat industri sepak bola bisa kembali seperti sebelum wabah,” kata Koido. (AP/REUTERS)