Menteri Olahraga Italia Vincenzo Spadafora mendukung Liga Italia kembali bergulir. Namun, FIGC dan Serie A harus memperbaiki protokol kesehatan yang mereka susun agar lebih memadai untuk menjaga kesehatan semua pihak.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
ROMA, SELASA – Dukungan untuk dimulainya kembali Liga Italia terus mengalir. Menteri Olahraga Italia Vincenzo Spadafora mengatakan siap memperjuangkan agar kompetisi musim ini bergulir lagi. Sejumlah tim peserta Liga Italia, terutama Serie A, siap mendukung upaya yang dilakukan agar kompetisi musim ini bisa diselesaikan.
Seperti dikutip Football-Italia, Senin (27/4/2020), Spadafora mengakui sebagian pejabat pemerintahan Italia berencana untuk menghentikan Serie A musim ini. Namun, ia menolak usulan tersebut dan siap berjuang agar musim ini kembali berjalan. ”Saya tidak termasuk dalam konspirasi penghentian Liga Italia musim ini, sebab saya tak mudah dipengaruhi. Apalagi keputusan ini pasti akan mendapatkan sentimen buruk dari masyarakat,” ujar Spadafora.
Sepak bola adalah elemen penting dalam kehidupan sosial-ekonomi di Italia, dan menjadi industri dengan nilai ekonomi besar. Menghentikan sepak bola akan memberikan efek domino buruk pada perekonomian Italia. Serie A misalnya, menyediakan pekerjaan bagi 250.000 orang dengan nilai keuntungan mencapai 1,2 miliar euro (Rp 20,243 triliun).
Atas dasar itu, Spadafora mengatakan, dirinya siap memperjuangkan agar Serie A bisa bergulir lagi. Namun, ia berharap Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) dan klub peserta bisa mempersiapkan protokol kesehatan yang memadai untuk memastikan para pemain dan staf klub aman dari potensi infeksi Covid-19 selama pelatihan maupun laga.
”Ingat ketika Serie A tidak berhenti (pada Maret), berapa banyak pemain yang terinfeksi dan tim masuk karantina? Untuk itu, FIGC harus menyiapkan protokol kesehatan yang benar-benar matang. Apalagi, kita belum tahu pasti bagaimana virus ini berkembang dan bagaimana kondisinya ke depan,” katanya.
Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte sehari sebelumnya mengumumkan, pemerintah akan memasuki fase memulai lagi kehidupan setelah melalui puncak wabah Covid-19 pada 4 Mei. Masyarakat dibolehkan kembali ebraktivitas di luar rumah , meski harus tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Lewat kebijakan itu, pemerintah membuka peluang kembalinya kegiatan olahraga, termasuk sepak bola. Bahkan, latihan individu diizinkan sejak 4 Mei dan latihan kelompok pada 18 Mei. Adapun kompetisi diharapkan bisa dimulai lagi pada akhir Mei atau awal Juni, dan berakhir pada 2 Agustus.
Belakangan, Pemerintah Italia ragu untuk memberikan izin pada Serie A, karena protokol kesehatan yang diajukan FIGC belum memadai. Protokol berisi 20 poin itu harus diperbaiki dan diuji lebih dahulu sebelum diterapkan.
Siap memperbaiki protokol
Presiden FIGC Gabriele Gravina pada Senin mengatakan, siap bekerja sama dengan pihak lain yang kompeten dan berwenang untuk mengubah isi protokol kesehatan jika diperlukan. Hal itu adalah bentuk itikad serius FIGC agar kompetisi musim ini bisa berlanjut.
”Komisi medis dan ilmiah kami telah menyusun protokol kesehatan yang sangat ketat, seperti semua sektor lain yang ingin memulai kembali aktivitasnya. Namun, kami siap untuk memodifikasi dan mengintegrasikan isi protokol itu dengan pedoman-pedoman dari CONI (Komite Olimpiade Nasional Italia) dan FMSI (Federasi Kedokteran Olahraga Italia). Kami akan patuh dengan pemerintah dengan memulai kembali kompetisi setelah dapat izin dari pemerintah,” tuturnya.
Gravina berharap pemerintah bisa mempertimbangkan keinginan mereka untuk melanjutkan Liga Italia musim ini. Sebab, penghentian kompetisi musim ini akan berdampak besar, tak hanya dalam sisi ekonomi melainkan pula sistem kompetisi yang ada.
Menurut laporan La Gazzetta dello Sport, Selasa (28/4/2020), kalau tim tidak diizinkan untuk berlatih sampai 18 Mei, waktu yang tersisa akan sangat terbatas untuk mengakhiri musim ini pada 2 Agustus. Jika liga tidak berlanjut, kemungkinan tidak ada juara dan degradasi/promosi. Enam tim teratas di Serie A dari klasemen akhir sebelum liga dihentikan pada 10 Maret akan mewakili Italia ke kompetisi Eropa musim depan.
Rencana itu pasti akan mendapatkan perlawanan. Presiden Lazio Claudio Lotito kepada La Repubblica, Senin, menyatakan, tidak sepakat jika tidak ada juara musim ini. Kalau sampai liga tidak berlanjut secara reguler, minimal diselenggarakan play-off untuk menentukan scudetto atau juara liga.
Empat tim teratas klasemen Serie A sebelum liga dihentikan pada 10 Maret adalah Juventus dengan 63 poin dari 26 laga, disusul Lazio (62 poin, 26 laga), Inter Milan (54 poin, 25 laga), dan Atalanta di peringkat keempat (48 poin, 25 laga).
”Jika liga berakhir, tim saya akan otomatis ke Liga Champions dan tidak perlu membayar gaji mereka empat bulan. Bagi saya, itu sangat menguntungkan. Tetapi, saya tidak memikirkan itu saja. Ada sistem yang harus kita pikirkan bersama. Dalam perebutan scudetto, Lazio masih berpeluang, juga masih ada Inter dan Atalanta. Tidak adil jika kompetisi berakhir tanpa juara,” ujarnya.
Masalah itu pun akan meluaskan ke Serie B. Benevento yang memimpin klasemen dengan keunggulan 20 poin dari Crotone di peringkat kedua, tidak mau kehilangan kesempatan promosi ke Serie A musim ini. Namun, jika dipaksakan dua tim promosi tanpa degradasi, peserta Serie A musim depan membengkak menjadi 22 tim. Hal itu akan menjadi beban bagi semua tim karena harus jadwal liga semakin padat.
Oleh karena itu, Kantor Berita Italia ANSA mengabarkan, semua klub peserta Serie A kecuali Brescia memberi tenggat kepada pemerintah agar latihan bisa dilaksanakan pada 18 Mei dan kompetisi paling lambat dimulai pada 14 Juni. Lewat dari batas itu, sulit untuk melanjutkan kompetisi musim ini. Jika sampai kompetisi gagal berlanjut, semua klub peserta Serie A pun akan menuntut pemerintah karena penghentian liga akan memicu krisis ekonomi bagi para klub.
Upaya klub
Agar Liga Italia tidak bernasib sama dengan Liga Belanda, yang dihentikan tanpa juara maupun degradasi/promosi, sejumlah klub berusaha untuk memperkuat sistem kesehatan. Upaya itu untuk menyakinkan pemerintah, semua klub berupaya agar pemain maupun staf tetap aman dari infeksi Covid-19 selama latihan dan pertandingan.
Salah satunya tim asal ibu kota, AS Roma. Berdasarkan laporan La Repubblica, Selasa, AS Roma berusaha menjalin kemitraan dengan Rumah Sakit Spallanzani Roma agar mereka bisa melakukan tes Covid-19 untuk para pemain dan stafnya secara cepat dan meyakinkan. Bahkan, klub berjuluk Srigala Roma dan rumah sakit itu akan membangun Pusat Bio-Medis di Kompleks Trigoria, Roma, di samping pusat pelatihan tim tersebut.
Langkah yang akan dilakukan AS Roma diharapkan diikuti klub lain jika berniat melanjutkan kompetisi musim ini. Hal itu akan memastikan keamanan untuk setiap tim, dan membant pemerintah mengembangkan tes Covid-19 yang lebih cepat, andal, dan bisa menjangkau masyarakat luas.
Sebelum vaksin Covid-19 tersedia, tes atau deteksi virus merupakan langkah pencegahan paling penting untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut. Ketika ditemukan pasien positif, klub bisa segera bertindak untuk mengisolasi pasien bersangkutan sehingga tidak menularkan ke orang lain di sekitarnya.
Liga Italia memang harus membayar mahal kalau berniat melanjutkan kompetisi musim ini. Jika tidak, nasib mereka serupa dengan Liga Belanda yang memilih mengakhiri kompetisi musim ini tanpa juara dan degradasi/promosi. Bahkan, langkah Liga Belanda mulai diterapkan oleh negara-negara lain.
Asosiasi Sepak Bola Argentina (AFA) telah mengikuti kebijakan yang diambil Liga Belanda, mengakhiri Liga Argentina musim ini tanpa juara dan degradasi/promosi. Boca, River Plate, Racing Club, dan Argentinos Juniors akan lolos ke Copa Libertadores musim 2020/2021, sedangkan Velez Sarsfield, San Lorenzo, Newell’s Old Boys, Talleres, Defensa y Justicia, dan Lanus ke Copa Sudamericana musim depan.
”Semua kompetisi musim ini telah berakhir. Keputusan ini akan disahkan oleh Komite Eksekutif AFA. Selanjutnya, kami akan mengulirkan lagi kompetisi ketika otoritas kesehatan memberikan lampu hijau (izin). Singkatnya, kami hanya akan bermain ketika waktunya tepat,” kata Presiden AFA Claudio Tapia.