Tuan rumah Jepang dan IOC bersama-sama mengumumkan penundaan Olimpiade Tokyo 2020 selama setahun. Namun, kini mereka terbelah karena persoalan biaya tambahan yang sangat besar jumlahnya akibat penundaan tersebut.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Sebulan setelah mengumumkan penundaan, Olimpiade Tokyo 2020 memasuki drama baru. Tuan rumah penyelenggara, Tokyo, Jepang, dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC) saling melempar tanggung jawab soal biaya tambahan akibat penundaan yang mencapai lebih dari Rp 40 triliun.
Sebelumnya, IOC pada awal pekan ini, dalam situsnya, menyatakan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berkomitmen untuk menanggung biaya tambahan akibat penundaan Olimpiade. Namun, tuan rumah menolak pernyataan tersebut.
Juru bicara Abe, Yoshihide Suga, meyakini pihak tuan rumah belum pernah menyetujui soal biaya tambahan. ”Tidak ada kesepakatan yang berhubungan dengan penambahan biaya yang diakibatkan oleh penundaan,” jelasnya.
Pandangan serupa juga diungkapkan Juru Bicara Panitia Penyelenggara Tokyo 2020 Masa Takaya, yang meminta IOC mencabut pernyataan dari situsnya. Dia menolak penjelasan yang seakan membebankan dampak biaya tambahan kepada Pemerintah Jepang.
Setelah protes itu, pihak IOC menghapus nama Abe dan persoalan finansial yang berhubungan dengan tuan rumah. ”Tidak pantas nama Perdana Menteri dikutip dengan cara ini,” kata Takaya.
Media lokal Jepang mengabarkan penundaan Olimpiade selama setahun membuat biaya penyelenggaraan bertambah sekitar 2,7 miliar dollar AS atau Rp 41,8 triliun. Jumlah itu belum dikonfirmasi tuan rumah, tetapi pihak penyelenggara menyebut angkanya cukup fantastis.
Yoshiro Mori, Presiden Panitia Penyelenggara Tokyo 2020, mengatakan, sempat berbicara dengan pimpinan IOC, John Coates, terkait dampak dari penundaan ajang. Dalam perbicangan itu, dia memahami bahwa biaya tambahan akan menjadi tanggungan bersama.
Perbedaan pendapat cukup tajam ini merenggangkan hubungan tuan rumah dan IOC. Pekan lalu, dalam wawancara dengan media Jerman, Die Welt, Presiden IOC Thomas Bach mengatakan, Jepang yang akan menanggung biaya tambahan.
”Kami telah bersepakat bahwa Jepang akan menutupi biaya yang dibutuhkan untuk 2020. IOC yang akan bertanggung jawab terhadap pembagian dari biaya tersebut. Tidak bisa dimungkiri IOC butuh tambahan biaya,” sebut Bach.
Coates telah menyampaikan, IOC membutuhkan biaya ratusan juta dollar AS untuk diberikan kepada federasi olahraga dan komite olimpiade setiap negara. Hal itu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan organisasi olahraga di tengah pandemi Covid-19.
Meski belum dibahas dalam telekonferensi, tuan rumah seharusnya sudah mengetahui beban biaya akan jatuh kepadanya. Namun, topik terkait finansial ini sedang sangat sensitif bagi Jepang yang terdampak ekonominya akibat pandemi.
Jepang, seperti negara lain, menghadapi tantangan resesi ekonomi. Tantangan itu semakin berat karena mereka yang sudah mengeluarkan 12,6 miliar AS atau Rp 194 triliun untuk Olimpiade, gagal meraup kembali keuntungan karena batalnya ajang pada Juli-Agustus tahun ini.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike juga menyampaikan kegundahannya terkait biaya tambahan. ”Kami sedang melihat bagaimana cara Pemerintah Jepang, Tokyo, dan panitia bisa mengatasi biaya ini,” tuturnya.
Persoalan biaya tersebut menjadi tantangan baru bagi Jepang. Beberapa hari sebelum perdebatan soal biaya, sejumlah pakar kesehatan dunia menyatakan peluang Olimpiade untuk diselenggarakan pada 2021 sangat kecil. Peluang itu bergantung terhadap penemuan vaksin Covid-19. (AP)