Seri dokumenter ”The Last Dance” membuka kenyataan bahwa Scottie Pippen adalah pelindung utama dinasti terhebat NBA, Chicago Bulls, bersama pemain terbaik sepanjang masa, Michael Jordan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Tanpa Scottie Pippen, mungkin dinasti terbaik sepanjang sejarah NBA, Chicago Bulls, bersama sang pemain terhebat Michael Jordan, tidak pernah ada. Peran Pippen begitu krusial dalam melindung dinasti itu. Namun, dia tidak pernah mendapatkan penghargaan yang pantas sebagai individu, selain enam cincin juara NBA.
Perdebatan tentang kehebatan Pippen menjadi bahasan terhangat setelah peluncuran seri dokumenter The Last Dance, 19 April, yang disaksikan lebih dari 6 juta penonton. Seri itu tak hanya menggambarkan kehebatan Jordan bersama Bulls, tetapi juga pentingnya sosok Pippen.
Seperti dikatakan Jordan, Pippen adalah rekan tim terbaiknya. ”Ketika mereka berbicara tentang Michael Jordan, mereka harus berbicara soal Scottie Pippen. Saya memenangi semua kejuaraan ini, tetapi saya tidak menang tanpa Pippen,” katanya pada episode kedua The Last Dance.
Dennis Rodman, rekan satu tim keduanya, menyebut Pippen sebagai pemain terbaik setelah Jordan pada era 1990-an. Era tersebut merupakan puncak kejayaan NBA dengan pemain-pemain hebat, seperti Karl Malone dan Charles Barkley.
Karena itu, saat Jordan memutuskan pensiun sementara, pada 1993-1995, Pippen diyakini sebagai yang terbaik di dunia. ”Banyak orang tidak mengetahui bahwa dia pernah menjadi yang terbaik,” sebut Rodman yang juga disetujui pelatih tersukses NBA, Phil Jackson.
Namun, yang didapat pemain kelahiran Arkansas, Amerika Serikat, itu hanyalah kontrak sangat murah. Kontrak Pippen berkisar 18 juta dollar AS untuk tujuh tahun, selama 1991-1998. Gaji pemain yang melindungi dinasti Jordan dan Bulls itu hanya berada di peringkat ke-122 dari seluruh pemain NBA.
Rekan satu tim lain, Steve Kerr, menyatakan, Pippen tidak mendapatkan apresiasi yang sepatutnya. Karena itu, dia merasa wajar saat pemain setinggi 2,03 meter itu sempat konflik dengan manajemen Bulls pimpinan Jerry Krause.
”Semua sangat menghormati Scottie. Kami merasakan bagaimana frustrasinya dia. Seharusnya dia adalah pemain dengan gaji kedua termahal di NBA atau setidaknya berada di lima teratas,” kata Kerr, anggota tim Bulls yang meraih tiga gelar beruntun atau three-peat kedua pada 1996-1998.
Ketika mereka berbicara tentang Michael Jordan, mereka harus berbicara soal Scottie Pippen. Saya memenangi semua kejuaraan ini, tetapi saya tidak menang tanpa Pippen.
Sinar gemerlap Jordan membuat Pippen menjadi bayangan yang sering dilupakan. Pippen bahkan tidak pernah masuk ke dalam 10 besar pemain terbaik NBA. Dalam rilis pemain terbaik sepanjang masa yang dikeluarkan majalah basket AS, Slam, pada 2018, dia hanya menempati peringkat ke-22, di bawah Malone yang dikalahkannya berturut-turut pada final NBA 1997 dan 1998.
Pelindung dinasti
Apresiasi terhadap Pippen begitu rendah, padahal kontribusinya dalam menyokong Jordan dan Bulls begitu besar. Sangat mungkin, Jordan tidak akan meraih dua kali three-peat bersama Bulls tanpa kehadirannya.
Sejak masuk ke Bulls pada 1987, Pippen selalu mengawal Jordan yang datang dua tahun lebih awal. Mental pemenangnya membantu Jordan mengubah wajah tim, yang sebelumnya lebih dikenal dengan skandal penggunaan narkoba.
Jika Jordan menjadi dewa saat menyerang, Pippen adalah panglima dalam bertahan. Pemain kelahiran 25 September 1965 itu punya kemampuan bertahan terbaik. Kemampuan itu mendukung skema Pelatih Phil Jackson, yang begitu menjunjung pertahanan sebagai fondasi kemenangan.
Lengan panjang dan tubuh atletis Pippen membantunya saat bertahan. Salah satu kelebihannya adalah kemampuan mencuri bola. Dia menciptakan 2,9 steal dalam 100 penguasaan bola, atau yang terbanyak dalam era emas Bulls.
”Banyak orang menonton hanya pada siapa yang mencetak poin. Itu memang indah. Tetapi, Pippen dengan kemampuan bertahannya bisa merusak permainan lawan seorang diri,” sebut Jackson memuji pemain yang masuk ke tim dengan pertahanan terbaik NBA dalam 10 musim tersebut.
Tanpa kehadirannya, rekor Jordan bersama Bulls tidak begitu mentereng, hanya 47,5 persen kemenangan di musim reguler dan 10 persen kemenangan pada babak play off. Statistik itu mungkin tidak menggambarkan secara utuh karena mayoritas pertandingan itu terjadi di awal karier Jordan dan Bulls dalam masa transisi.
Namun, semua terbukti saat Pippen memutuskan melakukan operasi kaki pada awal musim 1997-1998. Fundamental permainan Bulls terguncang. Saat itu, Bulls yang memiliki tim dengan lima cincin juara, bersama Jordan, Rodman, Kerr, Tony Kukoc ,dan Luc Longley, mengawali musim hanya dengan 50 persen kemenangan dalam 8 pertandingan. Rekor awal musim itu merupakan yang terburuk sepanjang musim juara mereka.
Jordan mengatakan, ketidakhadiran Pippen membuat tim lain lebih percaya diri untuk mengalahkan Bulls. Dia juga kehilangan tandem untuk menjadi sosok yang mendorong rekan-rekan lainnya.
Mantan jurnalis Washington Post, Michael Wilbon, mengibaratkan dinasti Bulls dengan cerita pahlawan super Batman dan Robin. ”Dia (Pippen) diremehkan dan tidak mendapatkan apresiasi sepantasnya seperti Robin, dibandingkan Michael yang menjadi Batman,” ucapnya. (REUTERS)