Penundaan Tour de France memunculkan harapan sekaligus kekhawatiran di tengah pandemi Covid-19. Balap sepeda 21 etape ini diharapkan mengedepankan aspek keselamatan sebelum bergulir pada 29 Agustus-20 September.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
MADRID, SABTU – Keputusan tetap menggelar Tour de France 2020 menumbuhkan harapan musim ini akan selamat. Para pebalap sepeda pun mengatur ulang program latihan mereka supaya bisa siap bersaing empat bulan mendatang. Namun, hingga Grand Depart di Nice pada 29 Agustus, penyelenggara grand tour perlu memastikan balapan aman bagi semua orang dari potensi terpapar virus korona baru.
Panitia penyelenggara Tour de France, Amaury Sport Organisation (ASO) menyebutkan, balapan tahun ini akan diikuti oleh 176 pebalap, dan melibatkan 450 anggota tim serta 33.140 personel keamanan. Jika balapan tetap digelar terbuka, akan ada sekitar 10-12 juta penonton di tepi jalan.
Kegiatan yang melibatkan banya orang dari berbagai negara itu, dinilai berpotensi menciptakan gelombang kedua serangan virus korona baru. ASO pun diharapkan mengukur resiko kesehatan dan keselamatan secara detail sebelum melanjutkan menggelar balapan.
Bahkan, Javier Guillen, Direktur Balapan Vuelta a Espana, salah satu balapan grand tour, juga menegaskan balapan hanya bisa bergulir saat kesehatan publik terjamin. Jadwal baru Vuelta yang akan berlangsung setelah TdF bergulir, hingga saat ini belum ditentukan.
“Perhatian terbesar kami di organisasi Vuelta adalah melewati krisis kesehatan ini. Sebelum balapan berlangsung, kami perlu memiliki masyarakat yang kehidupan normanya telah pulih, dan kemudian kami bisa kembali normal dalam olahraga. Jadi kesehatan yang paling utama, tetapi kami tidak bisa berhenti bekerja pada apa yang kami harap bisa terjadi pada saat kita telah melewati situasi ini,” tegasnya kepada Cyclingnews, Sabtu (18/4/2020).
Bagi TdF, salah satu langkah meminimalkan persebaran virus korona baru adalah menggelar balapan tanpa penonton. Namun, jika ada potensi gelombang kedua serangan, Pemerintah Perancis bisa tetap melarang warga negara lain masuk, meskipun wabah sudah mereda. Protokol lainnya adalah karantina 14 hari bagi semua orang yang masuk ke Perancis. Langkah ini telah diterapkan oleh China setelah terjadi peningkatan kasus impor di perbatasan dengan Rusia. Apapun protokol yang akan diterapkan, para pebalap akan kesulitan masuk ke Perancis untuk balapan.
Egan Bernal, misalnya, juara TdF 2019 itu, kini masih berada di negaranya Kolombia. Dengan persebaran virus Korona yang lebih belakangan dibandingkan negara-negara Eropa, bisa saja Bernal tidak bisa ikut TdF karena larangan perjalanan maupun karantina. Padahal, pebalap 23 tahun itu sudah bersemangat begitu ASO menunda TdF dari 27 Juni-19 Juli menjadi 29 Agustus-20 September.
“Ini waktu untuk memikirkan kembali semua latihan dan memulai dengan motivasi lebih dibandingkan sebelumnya supaya dalam kondisi terbaik saat waktunya tiba,” ujar Bernal dikutip France24.
Direktur Olahraga tim Mitchelton-Scott, Matt White juga menegaskan, di satu sisi penundaan TdF memberi harapan besar bagi pebalap dan tim-tim, terutama dari sisi ekonomi. Namun, ada masalah yang lebih besar, yaitu kesehatan publik, yang perlu menjadi pertimbangan utama sebelum menggelar balapan.
“Sangat bagus memiliki pikiran positif dan sesuatu untuk direncanakan ke depan, tetapi juga ada sesuatu yang di luar kendali kami. Kita bisa membantu mengendalikan virus dengan tetap berada di dalam rumah, tetapi jika jumlahnya tidak juga menurun, maka akan sangat sulit mempertahankan tanggal (balapan) itu,” ujar White dari rumahnya di Spanyol kepada Cyclingnews.
Tim Ineos, tempat Bernal bernanung, juga menegaskan akan menarik timnya dari TdF jika balapan digelar tanpa pertimbangan yang detail, cerdas, dan bertanggung jawab. “Kami akan tetap menyimpan hak untuk menarik tim jika kami menilai itu perlu,” tegas Manajer Tim Ineos Dave Brailsford kepada The Guardian. Ineos sebelumnya mengundurkan diri dari balapan Paris-Nice, 8-14 Maret, salah satunya karena ada resiko penularan virus corona baru.
“Ketika balapan bergulir, kami akan berencana ikut serta, tetapi di saat yang sama kami akan memantau perkembangan terkait bagaimana semua hal dijalankan, seperti yang kami lakukan sebelumnya pada Paris-Nice. Itu pendekatan yang bijak, bertangung jawab, dan masuk akal,” tegas Brailsford.
Sedangkan pebalap tim Lotto-Soudal, Thomas De Gendt masih meyakini tidak akan ada lagi balapan pada tahun ini. Namun, jika situasi membaik dan grand tour serta beberapa dari lima balapan klasik Monument bisa digelar, dia akan sangat senang. “Saya tidak bisa membayangkan virus akan menghilang tiba-tiba dan semuanya akan begitu saja kembali ke normal. Olahraga akan menjadi hal terakhir yang dipertimbangkan. Jadi ya, saya masih meyakini Paris-Nice adalah balapan terakhir pada 2020,” ujar De Gent kepada media Belgia VTM News dikutip Cyclingnews.
Pebalap tim AG2R Le Mondiale Romain Bardet juga menilai saat ini olahraga bukan sesuatu yang penting. Namun, penundaan memberi secercah harapan, sehingga para pebalap memiliki sesuatu yang bisa direncanakan. “Ini bukan masalah terbesar di masyarakat saat ini, tetapi bagi kami ini membangkitkan semangat karena ada tanggal bisa kembali (balapan) dan bisa menyusun rencana,” tegas pebalap Perancis itu.