Lukman Niode (58), legenda renang Indonesia, berpulang Jumat (17/4/2020) akibat Covid-19. Semasa hidupnya, Lukman tak pernah setengah hati dengan prestasi olahraga. Ia bahkan menjalani sisa hidup di organisasi olahraga.
Oleh
kelvin hianusa
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dunia olahraga nasional kembali berduka seusai kepergian legenda akuatik, Lukman Niode (56). Salah satu perenang terbaik Indonesia itu berpulang di Rumah Sakit Pelni, Jakarta, Jumat (17/4/2020), akibat terinfeksi Covid-19.
Lukman mendedikasikan perjalanan hidupnya untuk olahraga nasional. Almarhum telah memulai renang sejak usia lima tahun. Hingga meninggal, ia bahkan masih terlibat aktif dalam kepengurusan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
”Dia (Lukman) selalu berpikir sebuah bangsa akan maju kalau olahraganya juga maju. Dia selalu ingin itu, olahraga jadi bagian kemajuan bangsa,” ucap Idroes Niode, kakak Lukman, dihubungi pada Jumat (17/4/2020).
Maka itu, pria kelahiran Jakarta, 21 Oktober 1963 itu tak pernah setengah hati dengan olahraga. Itu ditunjukkannya sejak usia 13 tahun, saat pertama kali unjuk gigi di Pekan Olahraga Nasional (PON) 1977. Bocah kecil yang tampak meragukan itu menyabet 10 emas dari 10 nomor serta memecahkan 3 rekor nasional (rekornas) sekaligus.
Sejak itu, panggung renang nasional seolah jadi miliknya. Perjalanan karier Lukman terus menanjak. Medali emas SEA Games menjadi langganannya sejak 1977. Bahkan, di tengah keringnya prestasi Indonesia pada SEA Games 1983, dia menjadi oase dengan mempertahankan emas sekaligus mematahkan rekor Asia atas nama perenang Jepang Kenji Ikeda di nomor spesialisasinya, 100 meter gaya punggung .
Sosok pejuang
Menurut sang kakak, Lukman yang lahir dalam keluarga perenang selalu ingin menjadi yang terbaik. Bungsu dari lima bersaudara itu selalu bekerja keras untuk melebihi orang lain, termasuk kakak-kakaknya. Saat awal karier, peraih perunggu Asian Games itu pernah berlatih napas di wastafel rumah demi memperbaiki catatan waktunya.
”Dia fighter (pejuang) apa pun dalam segala hal. Juga tidak pernah puas. Dalam pikirannya, ia harus di depan. Untuk itu, ia latihan segala macam guna mencapai target,” kata Idroes.
Salah satu impian terbesar Lukman bisa terwujud saat menjadi salah satu atlet yang tampil di Olimpiade Los Angeles 1984 dan lolos ke semifinal. Keberadaannya di ajang multicabang paling bergengsi itu menjadi sejarah bagi akuatik nasional.
Kejayaan Lukman pada periode 1980-an itu lantas menginspirasi perenang muda di masa itu, salah satunya Wisnu Wardhana. Mantan perenang nasional itu merasakan dampak besar kehadiran Lukman. ”(Lukman) jadi panutan perenang waktu itu. Ia idola perenang indonesia. Dia sangat suportif, memberikan semangat dan pengamalan ke yunior. Orangnya terbuka dan suka bercanda,” katanya.
Salah satu pengalaman terbaik Wisnu dengan Lukman adalah pada SEA Games Singapura 1993. Saat itu, Lukman menjadi asisten pelatih sekaligus atlet senior yang tampil di ajang tersebut. Di bawah bimbingan Lukman, Wisnu menjadi atlet terbaik dalam SEA Games saat itu karena meraih medali terbanyak, yaitu empat emas, dua perak, dan satu perunggu.
Kita kehilangan seorang legenda akuatik yang masukan dan pemikirannya selama ini banyak menjadi referensi buat olahraga Indonesia, khususnya akuatik.
”Saya sangat sedih atas kepergian beliau. Kita kehilangan seorang legenda akuatik yang masukan dan pemikirannya selama ini banyak menjadi referensi buat olahraga Indonesia, khususnya akuatik,” kata Wisnu yang kini menjabat Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI).
Menjadi mentor
Mantan perenang nasional lainnya, Richard Sam Bera, juga begitu kehilangan Lukman. ”Ia adalah mentor saya sewaktu masih perenang muda. Saya melihat dia dan ingin menjadi seperti dia,” kata Richard.
Memori terbaik Richard dengan Lukman adalah meraih dua medali emas di SEA Games 2005. Kala itu, Lukman menjabat pelatihnya. Emas itu begitu dikenang karena merupakan yang terakhir di ajang multicabang se-Asia Tenggara.
Setelah pensiun, Lukman, yang kelahiran Jakarta, terus memberikan segalanya untuk olahraga. Setelah berhenti menjadi atlet dan pelatih, Lukman masih terlibat sebagai Ketua Dewan Pakar PB PRSI. Di luar renang, dia pernah menjabat Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) yang telah dibubarkan pemerintah.
Sementara itu, sebelum meninggal, Lukman masih aktif mengurus penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional melalui perannya di KONI Pusat. Dia juga merupakan Wakil Sekretaris Jenderal II Bidang Umum Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP Pordasi).
”Jujur, sangat sedikit orang seperti almarhum yang rela menghabiskan hidupnya untuk olahraga. Ia seorang yang rela mendahulukan olahraga ketimbang apa pun,” ungkap Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali.
Rasa kehilangan dan belasungkawa juga disampaikan Ketua Umum PB PRSI Anindya Bakrie. Lukman dikenangnya sebagai orang yang mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk olahraga, khususnya olahraga akuatik. "Saat menjadi atlet maupun pengurus olahraga, almarhum sangat berdedikasi. Berbagai prestasi nasional dan internasional ditorehkan, dari PON hingga Olimpiade Los Angeles 1984," ujarnya.
Anindya juga memuji kontribusi positif yang telah diberikan Lukman saat menjadi pengurus PB PRSI, yang sangat bermanfaat bagi kemajuan Akuatik Indonesia.
"Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Lukman selama Lukman dalam perawatan. Semoga Lukman husnul khotimah," ujar Anindya.
Positif Covid-19
Menurut kakaknya, Idroes, Lukman meninggal akibat Covid-19. Adiknya dinyatakan positif Covid setelah tes swab yang dilakukan. Adapun Lukman sempat menjalani pemeriksaan rapid test, tetapi hasilnya negatif.
”Jadi, dia merasakan gejalanya sejak minggu lalu. Makanya, sempat beberapa kali tes. Terakhir, hasil swabnya positif Covid. Hasil pemeriksaan paru-parunya ternyata juga ada flek. Padahal, dia bukan perokok,” kata Idroes.
Sosok hebat yang terus berperan dalam olahraga nasional itu kini telah tiada. Namun, mimpinya masih tetap akan dilanjutkan para penerusnya. Lukman bermimpi, suatu saat nanti, ada perenang Indonesia yang bisa meraih medali di Olimpiade.