Tarian Terakhir Michael Jordan
Kehebatan Michael Jordan sebagai pebasket terbaik sepanjang masa mulai kehilangan relevansinya seiring perjalanan waktu. Seri dokumentasi bertajuk ”The Last Dance” mencoba mengembalikan relevansi itu.
Tarian terakhir atau one last dance biasanya dipakai sebagai istilah dalam penampilan pamungkas pebasket sebelum pensiun. Setelah 17 tahun pensiun, legenda bola basket Michael Jordan kembali mempersembahkan tarian terakhirnya. Kali ini dalam bentuk yang berbeda.
Pertunjukan Jordan akan ditampilkan lewat seri dokumentasi garapan ESPN berjudul ”The Last Dance”. Seri berisikan 10 episode itu, yang tayang perdana 19 April, akhir pekan ini, akan menceritakan ulang kedigdayaan sang legenda dan dinasti Chicago Bulls.
”Proyek ini akan ditayangkan untuk merayakan kisah salah satu pemain dan dinasti terbaik sepanjang masa NBA,” tulis ESPN, yang mempercepat tayangan program dari rencana awal, pada Juni, karena permintaan penonton.
Dalam seri ini, terdapat rekaman belakang layar MJ, panggilannya, pada tahun terakhir di Bulls, 1997-1998, saat memenangi gelar keenam bersama rekannya Scottie Pippen dan Dennis Rodman serta pelatih Phil Jackson. Film ini turut memperlihatkan sisi kompetitif Jordan yang tidak terlihat selama ini, seperti selalu meneriaki rekan-rekannya di dalam dan di luar lapangan.
Vanessa seusai memberikan sambutan pada upacara publik mengenang tewasnya Kobe dan putri mereka, Gianna, dan tujuh orang lain dalam insiden kecelakaan helikopter pada 26 Januari 2020. Kisahnya sengaja ditampilkan lagi untuk mengembalikan relevansi sang pemain sebagai yang terbaik sepanjang masa. Menurut Jurnalis ESPN, Bill Simmons, dokumentasi ini sudah rampung dan siap tayang pada 2009.
Namun, Jordan tidak ingin kisah itu ditayangkan. Persetujuan baru datang ketika perdebatan muncul ke publik tentang siapa pemain terbaik sepanjang sejarah NBA. Saat itu dia disandingkan dengan LeBron James, yang baru merebut gelar juara NBA bersama Cleveland Cavaliers pada 2016.
”Saya pikir untuk pertama kali, Jordan sadar. Dia harus melindungi warisannya. Orang-orang mulai melupakan betapa hebat dan terkenalnya, serta bagaimana secara universal semua orang berpikir, dia adalah pemain bola basket terbaik yang pernah ada,” kata Simmons.
Yang terbaik
Jordan masih yang terbaik. Begitulah jika dilihat dari prestasi yang sudah diukirnya. Mantan pebasket kelahiran Broklyn, New York, itu meraih enam cincin juara NBA, dengan dua kali three-peat, atau tiga kali juara beruntun, bersama Bulls, yakni pada 1991-1993 dan 1996-1998.
Setiap kali masuk final, dia selalu pulang bersama gelar juara. Total enam kali juga penghargaan pemain terbaik atau MVP Final diboyongnya. Raihan MVP itu menunjukkan, Jordan adalah pemain paling berpengaruh dalam setiap final yang dimenangi Bulls.
Mental pemenangnya membuat pemain dengan bakat besar, seperti duet Utah Jazz, John Stockton dan Karl Malone, tak pernah mencicipi rasanya panggung juara. Dua kali beruntun di final 1997 dan 1998, Jazz takluk dari Jordan.
Saya tak pernah berpikir ada seseorang yang bisa menyentuh apa yang dilakukan Michael di permainan ini.
Catatan pribadinya pun begitu mentereng. Pebasket berposisi shooting guard ini berada di puncak daftar pencetak poin per gim (ppg) terbanyak dalam semua pertandingan, yakni 30,12 ppg, ataupun dalam laga play off (33,5 ppg). Tak hanya sebagai mesin skor, kepiawaian bertahan membawanya 9 kali masuk NBA All-Defensive First Team.
Kehebatan itu membuatnya diganjar 5 kali MVP musim reguler. Hingga akhirnya setelah pensiun cukup lama, dia masuk ke dalam Hall of Fame pada 2009, dengan kelas terbaik sepanjang masa bersama Stockton dan David Robinson.
Jackson, pelatih Jordan selama satu dekade, meyakini belum ada pemain yang bisa menggantikan MJ sebagai yang terbaik, baik James maupun almarhum Kobe Bryant. ”Saya tak pernah berpikir ada seseorang yang bisa menyentuh apa yang dilakukan Michael di permainan ini,” kata Jackson.
Mungkin, pada saatnya, akan ada pemain yang bisa memenangi gelar lebih banyak. ”Tetapi citra Michael akan selalu bertahan dan kebesarannya tidak pernah tergantikan,” kata pelatih dengan koleksi 11 gelar juara NBA tersebut.
Citra dan popularitas Jordan menjadi berkah terbesar bagi waralaba NBA. Lembaga riset Nielsen mengungkapkan, era 1996-1998 menjadi tayangan NBA dengan rating tertinggi sepanjang masa. Sejak saat itu, rating NBA tak pernah lagi mendekati pencapaian pada akhir abad ke-20 tersebut.
Sepatu basket yang menjadi ciri khasnya, Air Jordan, pertama kali dirilis pada 1985. Setelah MJ pensiun nyaris dua dekade, merek sepatu itu tidak kehilangan daya tariknya, justru merajai dunia basket ataupun mode.
Nama Jordan, kata Profesor Sosiologi University of California, Harry Edwars, lebih besar dari gelar pemain terbaik sepanjang masa. ”Dia telah mencapai level tertinggi yang bisa didapatkan manusia, sama seperti level (Mahatma) Gandhi dan (Albert) Einstein. Dia seniman yang menyelamatkan permainan basket,” ujarnya.
Sang mentor
Jordan disebut oleh pelatih dan rekan-rekannya sebagai pemimpin terbaik. Dia berada di tim bukan hanya untuk menjadi individu terbaik, tetapi menjadikan orang di sekitarnya juga mencapai versi terbaik.
Pemain yang pernah vakum setahun, pada 1995, untuk bermain di liga bisbol itu punya cara sendiri memacu rekan setimnya. Salah satu anggota tim Bulls, Steve Kerr, pernah menjadi korban jiwa kompetitifnya.
Dalam latihan tim pada 1996, Kerr dan Jordan pernah berdebat keras. Kerr yang bertubuh kurus, tidak kuat lagi ditekan oleh sang kapten tim. Perdebatan itu berakhir dengan pukulan Jordan di wajah Kerr, sebelum akhirnya dipisahkan rekan tim lain.
Pada akhir musim 1996-1997, tepatnya pada gim keenam final melawan Jazz, Jordan mendapatkan kesempatan mengambil tembakan terakhir, sebagai penentu kemenangan. Jika masuk, mereka hampir pasti menang.
Namun, setelah mendribel bola dan melakukan ancang-ancang menembak, pemain dengan ciri khas nomor punggung 23 itu justru mengoper kepada Kerr yang berdiri bebas. Tembakan Kerr masuk dan membawa Bulls juara musim itu.
”Anda tahu dia akan bersikap keras. Dia menguji Anda. Alasannya, jika tidak bisa menangani tekanan dengan rekan setim, bagaimana mungkin mampu mengatasi tekanan saat play off. Saat itu saya sadar perlakuannya masuk akal. Dia benar,” kata Kerr yang kemudian sukses menjadi pelatih dan membawa Golden State Warriors meraih tiga cincin juara dari lima final NBA beruntun pada 2015-2019.
Peran Jordan sebagai mentor tidak hanya berdampak terhadap rekan setim. Dia juga turut melahirkan penerus warisannya dengan mendidik Kobe Bryant. Sang ”Mamba Hitam”, julukan Bryant, mendapat banyak wejangan dari idolanya tersebut. Kesuksesan besar Bryant bersama Los Angeles Lakers tidak terlepas dari bantuan dan inspirasi Jordan.
Jordan, dalam pidatonya pada upacara mengenang kepergian Bryant, sebulan setelah Bryant tewas akibat kecelakaan helikopter, menceritakan pebasket yang sudah dianggap adik angkat itu selalu meminta nasihatnya.
”Dia sering menelepon, mengirim pesan, bahkan saat sudah pukul 03.00, menanyakan soal teknik bermain hingga langkah kaki yang seharusnya,” katanya, yang melihat Bryant seperti bagian dari dirinya. (AP/REUTERS)