Jaksa AS meneruskan penyelidikan kasus suap penentuan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Masalah hak siar juga ditangani otoritas AS untuk mengungkap praktik suap dan korupsi yang melibatkan mantan petinggi FIFA.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
NEW YORK, SELASA — Nyaris lima tahun setelah Biro Investigasi Federal AS (FBI) bersama kepolisian Swiss mengungkap praktik korupsi dalam penentuan Rusia dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022, jaksa penuntut umum Distrik Brooklyn, AS, Senin (6/4/2020), membuka babak baru skandal megakorupsi di dunia sepak bola itu. Empat mantan komite eksekutif FIFA didakwa menerima uang suap untuk menentukan penyelenggara Piala Dunia edisi ke-21 dan 22.
Dalam dokumen dakwaan tersegel yang tengah ditangani Pengadilan Negeri Brooklyn, New York, AS, terungkap, mantan Presiden Federasi Sepak Bola Amerika Selatan (Conmebol) Nicolas Leoz dan mantan Presiden Konfederasi Sepak Bola Brasil (CBF) Ricardo Teixeira menerima suap untuk memberikan suaranya kepada Qatar pada pemungutan suara yang dilakukan FIFA, 2 Desember 2010, untuk menentukan tuan rumah Piala Dunia 2022.
Selain keduanya, mantan Presiden Federasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah, dan Karibia (CONCACAF) Jack Warner serta mantan Presiden Federasi Sepak Bola Guatemala Rafael Salguero menerima suap untuk memberikan hak suara kepada Rusia. Warner menerima suap hingga 5 juta dollar AS (Rp 80 miliar) dari 10 perusahaan minyak yang berada di Anguilla, Siprus, dan Kepulauan Virgin Britania, sedangkan Salguero dijanjikan suap 1 juta dollar AS (Rp 16 miliar).
Nama Leoz, Teixeira, Warner, dan Salguero disebut dalam persidangan di Pengadilan AS pada 2015 dan 2017. Atas dasar itu, jaksa penuntut AS meminta keempatnya di ekstradisi dari negara masing-masing untuk menjalani proses hukum di New York. Namun, mereka bersama-sama menentang tuntutan itu.
Kini, saat otoritas hukum AS membuka kembali kasus tersebut, Leoz telah meninggal pada 2019 setelah menjalani tahanan rumah di Paraguay. Teixeira masih menetap di kediamannya di Rio de Janeiro, Brasil. Begitu pun dengan Salguero yang tetap berada di Guatemala.
Sementara itu, Warner mengajukan banding di Pengadilan Banding Trinidad dan Tobago untuk mencegahnya diekstradisi ke AS. Setelah dua tahun persidangan, pengadilan menolak banding itu sehingga Warner harus menjalani ekstradisi ke AS. Namun, sejak putusan pada Juni 2019 itu, Warner masih tetap di tanah kelahirannya.
Adapun dakwaan terakhir didasari keterangan mantan kepala perusahaan Torneos y Competencias, Alejandro Burzaco yang bersaksi di AS pada 2017. Ia mengungkapkan, para mantan anggota Komite Eksekutif FIFA asal Amerika Selatan dan Tengah itu telah menerima suap untuk memenangkan Rusia dan Qatar pada pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 di Markas Besar FIFA di Zurich, Swiss, pada 2010.
William F Sweeney Jr, asisten direktur FBI New York, mengungkapkan, percaloan dan penyuapan di sepak bola internasional telah menjadi praktik umum dalam beberapa dekade.
”Mereka telah merusak tata kelola dan bisnis sepak bola internasional melalui praktik suap dan skema penipuan kriminal. Skema itu telah menyebabkan kerusakan signifikan bagi sepak bola,” ujarnya Selasa (7/4/2020) WIB, di New York.
”Skema korupsi itu melibatkan perusahaan minyak, kontrak dengan perusahaan konsultasi fiktif, hingga metode pemalsuan lain agar praktik itu tampak sah,” ujar Ryan L Korner, agen khusus Investigasi Kriminal Layanan Pendapatan Internal (IRS-CI) Los Angeles, AS, yang ikut serta menangani kasus itu.
Kandidat lain tuan rumah Piala Dunia 2018 yang telah diselenggarakan di Rusia adalah pasangan Belgia-Belanda, Portugal-Spanyol, serta Inggris. Untuk kandidat penyelenggara Piala Dunia 2022, Qatar mengungguli Australia, Jepang, Korea Selatan, dan AS.
Sejak skandal FIFA terungkap pada Mei 2015, sebanyak 26 orang telah dinyatakan bersalah. Mayoritas dari mereka adalah anggota Komite Eksekutif FIFA serta pimpinan federasi sepak bola di Amerika Selatan dan Tengah, di antaranya, Sekretaris Jenderal CONCACAF, Chuck Blazer, dan mantan Presiden Conmebol, Juan Angel Napout.
Akibat peristiwa megakorupsi itu, mantan Presiden FIFA Sepp Blatter dan mantan Presiden Konfederasi Sepak Bola Eropa (UEFA) Michel Platini, dihukum larangan beraktivitas di sepak bola selama delapan tahun oleh Komite Etik FIFA, Oktober 2015.
Hak siar
Tidak hanya memulai kembali kasus suap itu, jaksa penuntut AS juga membuka sidang atas dugaan kasus suap dan pencucian uang dalam kasus penentuan hak siar Piala Dunia 2018 hingga 2026.
Dakwaan ditujukan kepada dua mantan eksekutif pemasaran olahraga saluran televisi Fox, Hernan Lopez dan Carlos Martinez; mantan Wakil CEO Imagina Media Audiovisual, perusahaan media berbahasa Spanyol, Gerard Romy; serta perusahaan pemasaran olahraga Uruguay, Full Play.
Dalam pernyataan resmi Departemen Kehakiman AS, Lopez dan Martinez terlibat dalam praktik penyuapan kepada petinggi Conmebol untuk mendapatkan hak siar Copa Libertadores. Keduanya juga terlibat dalam membantu Fox mendapatkan hak siar Piala Dunia 2018 dan 2022 untuk wilayah Amerika Selatan.
Adapun Romy membayar uang suap 3 juta dollar AS (Rp 48 miliar) kepada pimpinan Uni Sepak Bola Karibia (CFU) dan Uni Sepak Bola Amerika Tengah (UNCAF), yang merupakan federasi kawasan di bawah CONCACAF, guna mendapatkan hak siar kualifikasi Piala Dunia 2018 dan 2022 di dua kawasan itu.
Full Play pun berperan dalam sejumlah skema pembayaran suap kepada pimpinan Conmebol dan CONCACAF untuk sejumlah agenda sepak bola, seperti laga persahabatan dan kualifikasi Piala Dunia, Copa Libertadores, dan Copa America. Pemilik Full Play, Hugo Jinkis dan Mariano Jinkis, telah didakwa pada 27 Mei 2015, tetapi keduanya berstatus buron hingga kini.
Kuasa hukum Lopez, Matthew D Umhofer, mengatakan, surat dakwaan itu masih terlalu prematur. Tuduhan yang diberikan kepada kliennya, lanjut Umhofer, tidak sesuai dengan fakta dalam pemenangan hak siar ajang sepak bola di kawasan Amerika Latin.
Sementara itu, kuasa hukum Martinez, Steven J McCool, berkata, ”Kami yakin juri di persidangan secara impulsif akan membebaskan Tuan Martinez dari segala tuduhan. Biaya (suap) yang dituduhkan hanya fiksi basi belaka.” (AP)